Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia turun pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB) seiring kenaikan persediaan minyak mentah AS. Selain itu, melemahnya harga minyak dipicu oleh kekhawatiran bahwa pembatasan di masa pandemi di Cina akan mengurangi permintaan bahan bakar di importir minyak terbesar dunia itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret turun 69 sen atau 1,23 persen, menjadi menetap di US$ 55,41 per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret turun 86 sen atau 1,62 persen, menjadi ditutup di US$ 52,27 per barel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun untuk minggu ini, patokan minyak mentah AS turun 0,3 persen sementara Brent naik 0,6 persen, berdasarkan kontrak bulan depan. Persediaan minyak mentah AS memang bertambah 4,4 juta barel dalam seminggu terakhir, ketimbang ekspektasi penurunan 1,2 juta barel.
Perusahaan-perusahaan energi AS pada pekan ini memang menambahkan rig minyak dan gas alam selama sembilan minggu berturut-turut. Hal tersebut dilakukan di tengah harga lebih tinggi selama beberapa bulan terakhir.
Aktivitas itu disampaikan oleh perusahaan jasa energi Baker Hughes pada Jumat, 22 Januari 2021. Namun, pasokan minyak mentah AS secara keseluruhan tersebut masih 52 persen di bawah periode sama tahun lalu.
Sebelumnya, pemulihan permintaan bahan bakar di Cina telah ikut mendorong kenaikan harga minyak mentah akhir tahun lalu. Sementara Amerika Serikat dan Eropa tertinggal, tetapi tren kenaikan permintaan itu memudar karena gelombang baru kasus Covid-19 telah memicu lockdown di sejumlah negara.
Departemen Transportasi AS sebelumnya melaporkan bahwa trafik perjalanan di negara tersebut turun 11 persen pada November tahun lalu. Penurunan itu lebih tajam dari data selama Oktober ketika kasus virus Corona meningkat.
Adapun analis energi di Commerzbank Research, Eugen Weinberg, menyebutkan kekhawatiran tentang permintaan telah kembali menjadi fokus di pasar dan mempengaruhi harga minyak. "Tingginya angka kasus baru corona, lambatnya kemajuan vaksinasi dalam beberapa kasus dan pembatasan mobilitas yang lebih ketat dan lebih lama di Eropa membebani sentimen investor," katanya.
ANTARA