Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pertamina ada kesulitan apa?

Dikhabarkan menunggak utang pada tiga kontraktornya (technicas reunidas centurion, bechtel inc dan flour eastern inc) yang mengerjakan proyek pengilangan. (eb)

5 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTAMINA, perusahaan negara terbesar di Indonesia, kini mengalami kesulitan keuangan. Mengutip beberapa sumber kontraktor asing, koran The Asan Wall Street Journal terbitan 23 Februari lalu, mengatakan Pertamina tidak blsa membayar utang-utangnya kepada beberapa kontraktor dan leveransirnya yang sudah jatuh waktu (60 hari). Utang tersebut diperkirakan berjumlah US$ 250500 juta. Separuh dari jumlah itu berupa tagihan yang sudah terlambat dua bulan. Sedang tagihan yang sudah terlambat tiga bulan berjumlah US$ 100 juta. Menurut koran itu, sebagian besar tagihan yang belum dapat dibayar Pertamina merupakan tagihan tiga kontraktor asing yang kini mengerjakan proyek pengilangan. Masmg-masing adalah Technicas Reunidas Centurion, kontraktor proyek hydrocracker di Dumai, perusahaan Bechtel Inc. yang mengerjakan perluasan proyek pengilangan di Balikpapan, dan Fluor Eastern Inc., kontraktor proyek perluasan pengilangan di Cilacap. Utang yang ditagih Bechtel dan Fluor (keduanya dari AS) dan TRC (dari Spanyol) diperkirakan berjumlah US$ 250 juta. Akibatnya, proyek pembangunan pengilangan di Dumai dan Balikpapan, yang masing-masing bernilai US$ 1,5 milyar itu mengalami hambatan, dan mungkin tak akan selesai pada waktunya. Seorang pejabat dari Bechtel, perusahaan yang tagihannya sebanyak US$ 100 juta, dan sudah terlambat dua bulan dari waktu yang ditetapkan, diberitakan telah mengatakan: "Kalau tagihan itu tidak dibayar, pembangunan proyek akan harus dihentikan sama sekali." Tapi dari Fluor diperoleh keterangan, pembangunan proyek masih terus berjalan, sekalipun diakuinya, "menagih utang dari Pertamina merupakan pekerjaan berat sekarang." Pihak Flor sendiri merasa optimistis bahwa proyek yang dikerjakannya bisa selesai ulan Agustus nanti, yang berarti empat bulan lebih cepat dari rencana, sekalipun mengalami kesulitan pembayaran dari Pertamina. Di samping para kontraktor asing, koran yang bermarkas di Hongkong itu juga memberitakan, sekitar 50 kontraktor dan leveransir menengah dan kecil yang ikut mengambil bagian dan proyek besar tu, Juga mengalami nasib yang sama. Sekitar 30 leveransir diberitakan sudah menghentikan pengiriman matenal, sedang 20 yang lain sudah mengancam akan mengambil tindakan yang sama, kalau tagihan mereka tidak dibayar dalam waktu dekat. Menurut AWSJ, kesulitan keuangan Pertamina itu agak bersifat "politis". Pertamina, katanya, baru saja dipaksa oleh Departemen Keuangan untuk membayar pajak sebanyak US$ 1 milyar, berupa pajak terutang Pertamina di masa lampau. Di samping itu, Pertamina diminta untuk membayar dulu kontraktor-kontraktornya, dengan pengertian nantmya uang itu diganti oleh Bank Indonesia, yang memperoleh kredit dari bank-bank komersial uar negeri. Namun, katanya, karena ada "faktor teknis" maka droping uang dari BI menjadi terlambat. Di samping itu, disebutkan juga bahwa Dirut Pertamina Joedo Sumbono sudah berusaha keras mencicil sisa utang-utang Pertamina akibat krisis keuangan yang diderita perusahaan minyak negara itu pada 1975. Akibat masih lesunya pasaran minyak di luar negeri, mudah dimengerti kenapa Pertamina kini terjerat dalam kesulitan keuangan lagi, dalam waktu tujuh tahun. Seberapa benarnya berita tentang krisis keuangan ini yang kini melanda Pertamina, memang perlu dicek lebih jauh. Besar kemungkinan itu disebabkan Dirut Joedo Sumbono masih belum kembali dari perjalanannya ke Amerika dan Jepang, dalam rangka mempelajari pasaran minyak Indonesia di sana. Sebuah sumber yang tak mau disebutkan namanya di Pertamina mengatakan, berita yang dilansir oleh AWSJ tidak sepenuhnya benar. "Memang kami masih menunggak beberapa utang kepada kontraktor asing, tapi tak sampai sebesar US$ 250 juta, katanya. Menurut sumber itu, hambatan mencicil utang-utang itu pun "lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor birokrasi, daripada faktor lain". Sumber itu tak mau menjelaskan lebih jauh, apa yang dimaksudkannya dengan "faktor birokrasi" itu: Tapi dalam berita lanjutan yang dimuat koran yang sama tanggal 25 Februari lalu, tiba-tiba disebutkan bahwa dua dari tiga kontraktor tadi, yakni Fluor Eastern Inc., dan Technicas Reunidas Centurion dari Spanyol, masing-masing telah menerima cicilan sebesar US$ 35 juta dan US$ 50 juta. Seorang pejabat dari Fluor, perusahaan yang membangun dan mensuplai alat-alat besar untuk perluasan proyek pengilangan minyak di Cilacap itu, diberitakan mengatakan kepada koresponden koran tersebut, bahwa perusahaannya masih akan menerima pembayaran lagi dari Pertamina sebanyak US$ 45 juta, "dalam waktu dekat". Begitu pula Bechtel Inc., yang mempunyai tagihan US$ 108 juta, menaruh harapan sebagian dari jumlah tersebut akan dilunasi Pertamina tak lama lagi. Karena pencicilan itu terjadi selagi Dirut Pertamina berada di luar negeri, timbul kesan kemacetan itu berada di meja Dirut Joedo. Benar tidaknya, masih ditunggu keterangan resml dan orang No.1 Pertamina itu, yang sampai awal minggu ini dikabarkan masih berada di Jepang. Sebuah sumber yang mengetahui berpendapat, kalaupun terjadi kelambatan pembayaran setelah lewat masa tenggang (grace period) yang 60 hari, Pertamina, menurut ketentuan, akan dikenakan sanksi Tapi menurut sumber TEMPO tersebut, sebenarnya hal itu tak usah terjadi, mengingat jangka 60 hari itu dipandang cukup lama. "Mungkin telah timbul koor! dinasi dan kerja sama yang kurang baik antara pihak kontraktor utama, Pertamina dan Departemen Keuangan," katanya. "Mungkin kelambatan itu disebabkan in voice (faktur) dari kontraktor utama kelewat lama berada di Pertamina, karena masih ingin ditawar lagi." Prosedur yang biasanya berlaku dimulai dari kontraktor utama yang mengajukan faktur - berupa daftar barang dan harga - ke Pertamina. Dan atas dasar faktur tadi, Pertamina kemudian mengajukannya kepada Ditjen Moneter Luar Negeri, yang mengeluarkan Surat Perintah Pembayaran (spp) pada Ditjen Anggaran. Langkah berikutnya adalah giliran Ditjen Anggaran mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Bank Indonesia. Dan BI pun akan melaksanakan pembayarannya. Menurut seorang pejabat yang mengetahui, kemacetan itu bisa terletak di Pertamina atau Keuangan. Sedang BI sendiri merupakan juru bayar. "Kalau fakturnya saja belum masuk, bagaimana BI bisa membayar," katanya. Dan si juru bayar itu, belum lama berselang, baru saja mendapat kredit komersial sebesar US$ 1 milyar, untuk digunakan dalam tahun anggaran 1983/1984. Konon kredit sindikasi melalui Morgan Trust itu sudah ditandatangani sebanyak US$ 850 juta, dan sisanya akan menyusul dalam waktu dekat ini. Sebuah sumber yang dekat dengan Pertamina, mengakui bahwa kemacetan itu adalah akibat faktur yang belum lagi diteruskan "ke atas". Tapi tentang jumlah utang yang sudah jatuh waktu itu, ia menaksir tidaklah sampai sebanyak USS 250 juta. "Paling banter, setelah saya hitung-hitung, jatuh di sekitar US$ 115 juta,' katanya. "Ditambah mengeluaran rupiah yang sudah jatuh waktu sebanyak Rp 14 milyar (US$ 20 juta)." Besar atau kecil, utang-utang yang jatuh waktu itu agaknya memang terjadi. Dan penguluran pencicilan utang itu sedikit banyak akan menghamlbat penyelesaian proyek-proyek besar itu. Yang agaknya pasti,kalau puluhan sub-kontraktor dan leveransir Pertamina ada yang tersisihkan karena tagihannya tersendat-sendat, bukan mustahil akan terjadi kontraksi dalam beberapa sektor. Satu keadaan yang sungguh tidak menguntungkan pada saat ekonomi Indonesia mulai lesu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus