DEWASA ini, mereka yang berminat mendirikan bank tidak bisa sekadar mengandalkan semangat mumpung dan coba-coba. Sebelum ini, calon pendiri bank cukup menyetor modal Rp 10 milyar, tapi sejak awal November 1992, modal disetor haruslah Rp 50 milyar. Sedangkan untuk bank campuran asing, modal minimal Rp 100 milyar. Itu satu perubahan besar. Namun, pejabat yang berwenang seakan tak merasa perlu memberikan penjelasan panjang lebar. Mereka enggan memberi penjelasan, sementara para pakar dan pengamat ramai melontarkan analisa serta pendapatnya lewat media. Umumnya, para pakar sangat mendukung regulasi yang dikenal sebagai Peraturan Pemerintah (PP) 70 Tahun 1992 ini. Kwik Kian Gie, Christianto Wibisono, Priasmoro, I Nyoman Moena, dan Sri Bintang Pamungkas terus terang mendukung beleid modal perbankan tadi. Toh ada pakar yang mempersoalkan, mengapa ketentuan ini hanya diberlakukan untuk bank-bank baru. Kwik Kian Gie pun berpendapat, PP 70 ini mestinya dirangkaikan dengan Pakto (paket kebijaksanaan perbankan Oktober 1988). Kwik agaknya tidak ingin menyentil, bahwa syarat permodalan ini mestinya diberlakukan juga untuk bank-bank yang sudah ada. Selain itu, ada pendapat PP 70 kurang adil. Apalagi jika melihat permodalan bank-bank asing yang sudah lama bercokol di Indonesia, dan membandingkannya dengan syarat modal bank-bank PMA (penanaman modal asing) yang baru. Menurut PP 70, modal setor bank asing minimal Rp 100 milyar. Sementara itu, dua bank yang sudah lama beroperasi di Indonesia, modalnya pada akhir 1991 masih sekitar Rp 20 milyar. Dua bank lama itu tentu tak bisa segera menyulap modalnya agar membengkak ke angka Rp 100 milyar. Berdasarkan data tahun 1991, sekitar separuh dari 200 bank yang ada beroperasi dengan modal masih di bawah Rp 20 milyar. Bahkan ada sekitar 20 bank yang belum memenuhi syarat modal bank umum, yakni Rp 10 milyar. Ada kesan, PP 70 ini dimaksudkan Pemerintah sebagai pil terapi yang manis. Bank baru memang harus memenuhi dana disetor Rp 50 milyar. Tapi "Pemerintah tidak akan memaksa bank-bank yang ada untuk memperbesar modal," kata seorang pejabat Departemen Keuangan. Pejabat yang tak mau disebutkan namanya ini membantah sinyalemen bahwa PP 70 sekaliguis berfungsi sebagai pil antikelahiran bank-bank baru. "Sampai sekarang belum ada calon investor yang protes mengenai batasan modal minimal Rp 50 milyar," alasan pejabat tadi. Ia pun bersikeras, tujuan utama PP 70 adalah untuk mengarahkan agar bank-bank tumbuh sehat. Ditegaskannya pula, kesempatan mendirikan bank yang sehat tetap terbuka. Dengan modal relatif lebih besar, bank baru diharapkan lebih sehat dan kuat. Tapi, bank bermodal kuat bukan jaminan bisa sehat. Lihat saja kasus Bank Summa, yang kini susah payah diselamatkan raja otomotif William Soeryad jaya, dengan menarik kredit raksasa dari beberapa bank pemerintah dan swasta. Dari sisi lain, PP 70 ini mengemban tugas mengobati dampak Pakto. Jika sekadar melihat statistik, sejak tahun 1988 bisnis perbankan berkembang pesat. Mulai dari bank swasta nasional, asing, bank pemerintah daerah (BPD), sampai bank pemerintah pusat. Semua berhasil meningkatkan aset, modal, dana masyarakat yang dihimpun, serta kredit. Bahkan beberapa bank yang sangat belia menunjukkan pertumbuhan luar biasa. Haga Bank, yang baru tiga tahun, sudah berhasil memetik laba bersih Rp 500 juta lebih. Bank ini bahkan sudah menyandang predikat bank devisa. Apakah ini berarti bahwa bank-bank devisa Indonesia -- jumlahnya sekitar 40 -- sudah siap bermain di percaturan bisnis perbankan internasional? Presdir Haga Bank, Timothy E. Marnandus, tersenyum. Gelar bank devisa tidak berarti bank itu harus menginternasional. Terus terang, Timothy mengakui, bisnis perbankan di tingkat nasional saja sudah cukup berat bebannya. Ini disebabkan populasi bank berkembang pesat, hingga kompetisi jadi ketat, dan layanan harus ditingkatkan. Belum lagi masalah biaya yang semakin besar dan risiko semakin tinggi. "Satu saat layanan mungkin tambah baik, misalnya antarjemput nasabah. Tapi biaya operasi akan bertambah, dan laba akan semakin tipis," kata Timothy. Barangkali banyak swasta nasional yang coba-coba terjun ke perbankan. "Falsafah seperti itu tidak dikenal di sini," kata J. Maschli Mohammad, deputy president director Bank Sumitomo Niaga. Asas yang diterapkan bank patungan Sumitomo (Jepang) dan Bank Niaga (Indonesia) ini adalah menciptakan winwin situation. "Masing-masing puas," kata Maschli. Dari permohonan pendirian bank baru dalam tiga bulan terakhir, semangat coba-coba masih tersisa. Menurut seorang pengurus Perbanas, menjelang keluarnya PP 70, ada sekitar 25 permohonan izin pendirian bank baru. Jumlah yang cukup besar dibanding jumlah bank yang muncul tahun 1988 hingga 1991 (sekitar 100 bank). Jadi, ratarata dua bank per bulan. Bagaimana syarat permodalan bagi bank-bank yang masih dalam proses permohonan? "Sekarang memang merupakan grey area. Belum jelas bagi saya, apakah ketentuan lama tentang permodalan masih diberlakukan kepada mereka yang sudah mendapat izin prinsip dari BI," kata Bacelius Ruru, kepala Biro Hukum Departemen Keuangan. Namun Ruru, yang juga juru bicara Departemen Keuangan, memperkirakan bahwa mereka yang sudah mengantongi izin prinsip BI sebelum ada peraturan baru, masih terkena syarat permodalan lama. Tapi ini tafsiran Ruru. Seharusnya penyusun PP 70 sudah mengantisipasi kesulitan, yang timbul gara-gara regulasi yang mempunyai celah di sana-sini. Max Wangkar dan Sri Wahyuni
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini