Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Setelah Ramai Menuai Protes, Jaringan Rakyat Pantura Klaim Bangun Pagar Laut di Tangerang

Kementerian Kelautan dan Perikanan masih mencari tahu pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut ilegal di pesisir Kabupaten Tangerang.

12 Januari 2025 | 11.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pagar laut terpasang di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, 11 Januari 2025. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim merekalah yang membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Pembangunan pagar laut tanpa izin ini sebelumnya ramai menuai protes dari nelayan sekitar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koordinator Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Sandi Martapraja mengaku masyarakat sekitar ikut membangun pagar laut tersebut. Sandi menyebutkan pagar laut itu berguna untuk mencegah abrasi. "Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat," kata Sandi di Tangerang, Banten pada Sabtu, 11 Januari 2025 seperti diberitakan Antara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sandi menilai pagar laut yang terbuat dari bilah-bilah bambu itu bisa mencegah bencana, di antaranya dengan mengurangi dampak gelombang besar, mencegah abrasi, hingga memitigasi ancaman tsunami. "Meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami," ujar dia.

Sandi juga mengklaim area sekitar pagar bambu tersebut bisa menjadi tambak ikan. "Tanggul-tanggul ini dibangun oleh inisiatif masyarakat setempat yang peduli terhadap ancaman kerusakan lingkungan," ucap Sandi.

Pagar laut itu kini telah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penyegelan itu berlangsung pada Kamis, 9 Januari 2025. KKP memberikan waktu 20 hari bagi pembangun dan pemilik pagar tersebut untuk membongkar sendiri bangunan yang mereka buat tanpa izin itu. KKP masih berupaya mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut tersebut.

Sebagian nelayan menyambut baik penghentian pembangunan pagar di laut di pesisir Tangerang itu. Harun, nelayan Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang misalnya. "Ya bersyukur atas tindakan tegas dari aparat dan berharap pantainya kembali dibuka akses untuk melaut," kata dia melalui Whatsapp kepada Tempo Sabtu, 11 Januari 2025.

Harun meminta agar penyegelan pagar laut ilegal itu tak hanya menjadi gimik dari pemerintah untuk sekadar meredam situasi. "Nelayan sebenarnya ingin agar pagar bambu tersebut langsung dibongkar saja tidak perlu menunggu batas waktu 20 hari. Khawatir (cuma) gimik," ucap Harun.

Sebelumnya, nelayan yang tinggal di Kabupaten Tangerang sempat memprotes pembangunan pagar laut misterius yang belum diketahui pemilik dan pembangunnya. "Saat kami melaut malam, kami takut kalau kena pagar itu. Kami selalu hati-hati banget kalau lewat," kata salah satu nelayan di Desa Karang Serang, Kabupaten Tangerang yang enggan disebutkan namanya, seperti dikutip Antara.

Nelayan tersebut mengatakan keberadaan pagar laut membuat nelayan setempat kesulitan melaut. Bahkan, kata dia, setiap nelayan harus memutar jauh ke lokasi lain agar bisa mencari ikan.

Pagar laut ilegal yang disegel Kementerian Kelautan dan Perikanan itu melintasi pesisir 16 desa di enam kecamatan di Kabupaten Tangerang. Pagar tersebut membentang di wilayah tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga wilayah desa di Kecamatan Kemiri, empat wilayah desa di Kecamatan Mauk, satu wilayah desa di Kecamatan Sukadiri, tiga wilayah desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua wilayah desa di Kecamatan Teluknaga.

Ayu Cipta berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus