Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Yang Sudah Tertutup Dan Yang ... Yang Sudah Tertutup Dan Yg Masih Alot

BKPM memberlakukan kebijaksanaan baru dalam memberikan izin penanaman modal. Sektor pertanian dan perkebunan masih dapat prioritas.

19 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA BKPM mengumumkan kebijaksanaan barunya tentang prioritas penanaman modal beberapa waktu berselang, aliran aplikasi penanaman modal asing kurang menggembirakan. Jumlahnya merosot dibanding waktu sebelumnya, padahal di lain pihak pemerintah masih menginginkan terus bertambahnya penanaman modal. Kemerosotan ini terlihat menyolok terutama di bidang industri. Jumlah aplikasi dan persetujuan untuk industri tekstil misalnya, turun dari US$ 600j uta pada 1973-1974 menjadi hanya US $ 47 juta antara 1975 sampai Agustus 1976. Jumlah aplikasi dan persetujuan pada industri logam, hotel dan industri kimia juga merosot tajam. Selama 8 bulan pertama 1976, hanya 24 proyek disetujui meliputi jumlah US$ 237 juta. Persetujuan untuk penanaman modal dalam negeri juga merosot sekali. Jumlah yang disetujui selama 1975 sebesar Rp 251 milyar, hanya separoh dari jumlah yang disetujui pada 1974. Dan sampai Agustus 1976, jumlah yang disetujui baru mencapai Rp 189 milyar. Ada beberapa faktor yang mungkin menyebabkan turunnya aplikasi penanaman modal ini. Di samping resesi di negara maju, dan kekhawatiran masih meluasnya korupsi dan inflasi, di Indonesia, maka beberapa sektor yang dinyatakan tertutup menyebabkan kurangnya aplikasi penanaman modal. Sejak bulan Juli tahun lalu BKPM sudah bermaksud untuk membuat strategi baru tentang izin penanaman modal. Tapi baru sekarang kebijaksanaan tersebut bisa dirumuskan. Pada prinsipnya ada 4 prioritas golongan pada izin penanaman modal: sektor yang mendapat prioritas, dengan fasilitas, tanpa fasilitas dan yang tertutup. Sektor pertanian dan perkebunaul masih merupakan sektor prioritas, baik untuk penanaman modal dalam negeri maupun asing. Penanaman modal di bidang perkebunan dan pengolahan karet, kelapa, kelapa sawit dan kopi misalnya masih mendapat prioritas, untuk modal dalam negeri dan asing. Pintu Demikian pula sektor peternakan dan perikanan sebagian besar merupakan sektor prioritas, kceuali untuk usaha peternakan ayam petelor, itik dan usaha penangkapan udang, yang sudah tertutup untuk modal asing. Di bidang kehutanan, usaha peneballgan kayu (logging) sudah tertutup untuk modal asing, dus hak konsesi tak dikeluarkan lagi untuk modal dari luar. Di lain pihak industri yang mengolah hasil-hasil kayu sektor prioritas, baik untuk modal dalam negeri maupun asing. Di bidang industri makanan dan minuman, industri susu sebagian besar sudah merupakan sektor tertutup. Usaha susu kental manis misalnya sudah tertutup untuk nasional dan asing. Agaknya pemerintah sudah melihat titik jenuh dalam industri ini. Dan hanya memberi kesempatan berkembang bagi pabrik-pabrik yang sudah ada. Tapi bagi mereka (termasuk asing) yang ingin beternak sapi dan memerah susunya sendiri, mereka akan mendapat prioritas. Izin mendirikan pabrik mie sudah tertutup untuk asing kecuali untuk luar Jawa. Sedangkan es krim, sudah tertutup baik untuk nasional maupun asing. Meskipun sektor ini misalnya tak tertutup tak akan banyak pengusaha menanam modal di situ, karena bagi yang sudah ada hasilnya juga kurang menguntungkan. Industri tekstil umumnya sudah tertutup untuk asing sedangkan yang mendapat prioritas hanya industri yang mengusahakan tekstil jadi. Itupun dengan syarat didirikan di luar Jawa dan untuk ekspor. Sektor di mana pintu masih terbuka lebar bagi modal asing bahkan dengan prioritas - adalah sektor industri logam, mesin dan industri kimia. Industri semacam ini di samping memerlukan modal besar juga memerlukan tingkat tehnologi yang cukup tinggi, yang pada tahap sekarang ini nampaknya belum bisa dipenuhi modal domestik. Banyak pertimbangan yang dipakai BKPM di belakang kebijaksanaan barunya ini. Seperti peningkatan ekspor pengganti impor, dan efek berganda dari satu kegiatan industri. Tapi di antara sejumlah pertimbangan itu barangkali tak ada yang lebih mendesak dari pada pertimbangan penyebaran industri keluar Jawa, dan penciptaan tenaga kerja. Sejak beberapa tahun terakhir ini tak ada perobahan yang berarti dari pada penyebaran penanaman modal. Kurang lebih 700 dari proyek yang disetujui sejak 1971 terletak di Jawa. Dan di Jawa sendiri pun penyebarannya tak merata. Sepertiga dari modal dalam negeri dan hampir separoh modal asing yang disetujui berada di Jakarta. Lebih separoh dari jumlah modal yang disetujui berjejal di Jakarta dan Jawa Barat. Dan hanya 8 ada di Jawa Tengah. Green Spot Tapi akhir-akhir ini ada satu perobahan penting: jumlah yang disetujui di Jakarta mulai turun. Ini satu hal yang menggembirakan, sekalipun berjalan pelan. Ini berarti penanaman modal akan bisa mengalir ke arah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Penyebaran ke luar Jawa masih tetap alot. Dan ini memang bisa dimengerti. Bagaimana pun juga konsumen tetap berada di Jawa. Kini setelah hampir 10 tahun usia PMA dan PMDN, penyerapan tenaga kerja masih jauh dari menggembirakan. Penyerapan tenaga kerja yang direncanakan oleh PMA hanya 400.000 dan PMDN 800.000 orang. Apa artinya penyerapan 1,2 juta tenaga kerja selama hampir 10 tahun, kalau setiap tahun 1,4 juta orang memasuki pasaran angkatan kerja? Benar angka ini belum memperhitungkan tenaga kerja yang diserap oleh industri-industri yang muncul karena adanya efek berganda (multiplier) dari penanaman modal baru. Tapi berapa besar tenaga kerja yang terlempar keluar karena pabrik tenun tradisionil di Pekalongan, Majalaya dan Solo terpelanting dengan masuknya pabrik tekstil modern? Dan berapa puluh buruh yang kini menganggur karena pabrik limun di mana mereka kerja mati tergilas "Coca cola " dan "Green Spot"? Pertimbangan lain masih bisa menunggu, tapi sekarang ini tak ada yang lebih berbahaya bagi Indonesia dari pada meluapnya pengangguran dan migrasi dan urbanisesi ke Jawa dan ke Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus