Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan pihaknya selalu merujuk pada informasi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) terkait cuaca ekstrem. Hal itu dilakukan untuk keamanan transportasi baik udara, darat maupun laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, untuk transportasi udara dan laut sebenarnya sudah ada sistemnya, dan sudah ada ketentuan keamanan transpotasi soal cuaca. “Jadi peringatan-peringatan dan sebagainya, mana yang boleh dioperasikan, mana yang tidak itu semua SOP-nya akan kita terapkan. Itu yang utama,” ujar dia saat ditemui di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 27 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adita juga menjelaskan bahwa Kemenhub sudah memberikan peringatan kepada operator transportasi. “Kita sudah minta kepada operator baik di laut maupun udara, tidak memaksakan diri untuk melakukan operasional. Kalau memang cuaca tidak memungkinkan, khususnya yang di laut, karena relatif lebih bahaya,” kata Adita.
Selain itu, kata Adita, syahbandar atau kepala pelabuhan juga menegaskan kepada operator, jika ternyata gelombang tinggi dan cuaca buruk tidak dipaksakan melaut. Menurut Adita, memang konsekuensinya ada penundaan perjalanan, tapi itu dilakukan agar tetap mementingkan aspeknya keselamatan.
Adita juga bicara mengenai informasi dan komunikasi yang penting. Dia meminta operator transportasi untuk terus memperbaharui status perjalanan ke penumpang. "Jika memang terpaksa harus ada delay, harus diinformasikan dan diupayakan secepatnya," kata dia.
“Makanya selalu diupayakan ikuti update dari BMKG itu tiap 6 jam kalau enggak salah, dia selalu ada pembaruan real time, jadi itu yang harus dipegang,” ucap Adita.
Selanjutnya: Potensi cuaca ekstrem periode Natal dan Tahun Baru 2023
Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa potensi cuaca ekstrem periode Natal dan Tahun Baru saat ini mengingatkan kepada cuaca ekstrem yang terjadi pada periode yang sama dua tahun lalu. Saat itu hujan lebat turun sepanjang malam tepat di malam pergantian tahun, tembus hingga pagi, dan menyebabkan banjir besar di Jabodetabek.
Yang terkini memang menyerupai, meski intensitas hujan yang terjadi pada beberapa malam belakangan ini tak setinggi pemicu banjir besar tiga tahun lalu. Penyebabnya, menurut Dwikorita, level intensitas La Nina saat ini yang lemah.
“Bedanya, saat itu (tiga tahun lalu) sudah mulai terjadi La Nina. La Nina dapat meningkatkan curah hujan hingga 70 persen,” kata Dwikorita daring, Selasa, 27 Desember 2022.
Meski begitu, Dwikorita mengingatkan kalau kali ini harus tetap waspada karena adanya beberapa faktor dinamika atmosfer lainnya yang berpotensi menghadirkan cuaca ekstrem di wilayah Indonesia sepekan ke depan. "Ingat, ada arus lintas ekuatorial (CENS), Madden Julian Oscillation, Monsun Asia, dan puncak musim hujan.”
Dwikorita memperlihatkan peta sebaran hujan Jabodetabek 31 Desember 2019 pukul 07.00 WIB hingga 1 Januari 2020 pk 07.00 WIB . Tertulis catatan bahwa wilayah Jabodetabek umumya hujan sedang hingga ekstrem. Konsentrasi hujan merata di seluruh wilayah Jabodetabek. Curah hujan harian tertinggi terukur di Halim yaitu sebesar 377 mm.
Sekilas legenda curah hujan, kategori ekstrem dengan curah hujan di atas 150 mm/hari. Kategori sangat lebat 100 - 150 mm/hari dan lebat pada kisaran 50 - 100 mm/hari.
Menurut Guswanto, Deputi Meteorologi BMKG, masyarakat waspada karena cuaca ekstrem selalu ada di puncak musim hujan antara Desember, Januari dan Februari. Ia berharap infrastruktur di tata kelola air perlu ditingkatkan. “Kalau infrastruktur bagus, tertampung, hujan seekstrem apapun tidak akan menimbulkan permasalahan banjir dan lainnya,” kata dia.
MOH. KHORY ALFARIZI | MARIA FRANSISCA LAHUR
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.