Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Presiden Jokowi Angkat Bicara Soal Deflasi 5 Bulan Beruntun: Harus Dikendalikan

Presiden Jokowi akhirnya angkat bicara soal deflasi yang menurut BPS sudah belangsung selama lima bulan berturut-turut.

6 Oktober 2024 | 18.23 WIB

Presiden Joko Widodo membuka kegiatan Nusantara TNI Fun Run di kawasan IKN, Kalimantan Timur, Minggu, 6 Oktober 2024. Biro Pers Sekretariat Presiden
Perbesar
Presiden Joko Widodo membuka kegiatan Nusantara TNI Fun Run di kawasan IKN, Kalimantan Timur, Minggu, 6 Oktober 2024. Biro Pers Sekretariat Presiden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi akhirnya angkat bicara soal deflasi yang menurut BPS sudah berlangsung selama lima bulan berturut-turut. Ia mengatakan, deflasi maupun inflasi sebaiknya harus sama-sama dikendalikan agar tidak merugikan semua pihak.

"Apapun yang namanya deflasi maupun inflasi itu dua-duanya memang harus dikendalikan sehingga harga stabil, tidak merugikan produsen, bisa petani, bisa nelayan, bisa UMKM, bisa pabrikan, tetapi juga dari sisi konsumen supaya harga juga tidak naik," kata Presiden Jokowi usai membuka Nusantara TNI Fun Run di IKN, Kalimantan Timur, Minggu, 6 Oktober 2024. sebagaimana rekaman suara yang diterima di Jakarta.

Presiden menanggapi deflasi atau harga-harga turun yang terjadi selama lima bulan mulai Mei sebagaimana laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Jokowi meminta agar terjadinya deflasi tersebut mesti dicek lebih lanjut lagi, apakah karena penurunan harga barang atau memang daya beli masyarakat yang berkurang.

"Coba dicek betul, deflasi itu karena penurunan harga-harga barang, karena pasokannya baik, karena distribusinya baik, karena transportasi tidak ada hambatan atau karena memang ada daya beli yang berkurang. Pengendalian itu yang diperlukan, keseimbangan itu yang diperlukan," katanya.

Lebih lanjut, Presiden juga menyinggung inflasi tahunan (year-on-year/yoy) pada September 2024 sebesar 1,84 persen yang dinilainya sudah baik.

"Kita saat ini kalau terakhir inflasi year-on-year itu kira-kira 1,8, baik, tetapi jangan sampai itu terlalu rendah juga supaya produsen tidak dirugikan, supaya petani yang berproduksi tidak dirugikan. Itu menjaga keseimbangan itu yang tidak mudah dan kita akan berusaha terus," tutur Presiden.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini deflasi yang telah terjadi selama lima bulan beruntun ini bukan sinyal negatif bagi perekonomian.

Hal itu karena deflasi disebabkan oleh komponen harga bergejolak (volatile food) yang berkaitan dengan komoditas pangan. Dengan deflasi pangan, maka harga bahan makanan di pasar dalam kondisi stabil atau bahkan menurun.

"Deflasi lima bulan terakhir terutama dikontribusikan penurunan harga pangan. Menurut saya, ini suatu perkembangan positif, terutama terhadap daya beli masyarakat," kata Sri Mulyani di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat lalu.

Ia mengatakan belanja masyarakat, terutama kelompok menengah bawah, didominasi oleh belanja makanan. Artinya, harga pangan di pasar yang menurun justru bisa membantu masyarakat menjangkau bahan-bahan makanan dengan lebih murah.

BPS mencatat perekonomian Indonesia mengalami deflasi 0,12 persen (month-to-month/mtm) pada September 2024. Tren deflasi ini telah berlangsung sejak Mei 2024, dengan rincian deflasi 0,03 persen pada Mei, 0,08 persen pada Juni, 0,18 persen pada Juli, dan 0,03 persen pada Agustus.

Adapun, inflasi tahunan tercatat sebesar 1,84 persen (year-on-year/yoy) dan inflasi tahun kalender 0,74 persen (year-to-date/ytd).

Apindo Khawatir Deflasi Kurangi Tingkat Konsumsi Masyarakat

Deflasi yang terjadi selama lima bulan beruntun membuat kalangan pengusaha waswas. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengaku gelisah kondisi ini bakal berpengaruh pada tingkat konsumsi masyarakat.

“Yang kami khwatirkan adalah ini semua berpengaruh juga kepada daya beli. Ini yang sebenarnya menjadi kunci utama,” ujar Shinta, Rabu, 2 Oktober 2024.

Pengaruhnya daya beli menurut dia, penting dicermati karena konsumsi domestik selama ini menjadi kunci utama pertumbuhan ekonomi RI. Hal ini tercermin dalam indikator Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur. Demand atau permintaan selama ini memegang peranan penting, dan demand domestik jauh lebih besar dibanding internasional.

Meski begitu, Shinta berpendapat perkembangan ekonomi tidak hanya dilihat dari sisi deflasi saja. Menjaga inflasi rendah dengan mengatur volatilitas harga pengan juga penting lewat intervensi pemerintah.

Pilihan Editor  Tersangka Wajib Pajak, RHI Lolos Pidana Penjara Setelah Setuju Bayar Rp 5,2 Miliar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus