Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah SK 5 Juli

Produksi garam nasional tahun 1976 diperkirakan mencapai 900 ribu ton. kebutuhan 450 ribu ton. sk. gubernur ja-tim mewajibkan pn garam membelinya. buud berhenti membeli, sehingga harga garam merosot.(eb)

20 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENURUNAN harga garam sampai Rp 5/kg tidak terlalu mengejutkan para petani garam. Sebab keprihatinan itu masih nyaris abadi: jika produksi menumpuk maka harganya pun berantakan. Apalagi dibanding tahun lalu, produksi garam rakyat kali ini agak menonjol -- lantaran musim kering yang panjang. Haji Ali, petani garam di desa Tambaklangon Surabaya mencatat kenaikan produksi kali ini sampai hampir 3 kali lipat. Tak aneh juga kalau Kepala Direktorat Perekonomian Propinsi Jawa Timur Hassan Wirjokoesoemo memperkirakan produksi nasional garam tahun ini mencapai 900 ribu ton. Sementara itu sebanyak lebih dari 500 r ibu ton akan dihasilkan di Jawa Timur: sekitar 350 ribu ton dari ladang rakyat dan sisanya produksi PN Garam. Padahal kebutuhan garam konsumsi dan industri tahun ini cuma sekitar 450 ribu ton saja. Yang berarti tahun ini bisa dicatat surplus garam. Tapi, mengapa tetap impor? Barangkali memang ada perbedaan data antara yang sesungguhnya dengan yang di tangan PN Garam. Sebab dalam acara dengar pendapat di depan Komisi Vl DPR Mei lalu, Dirut PN Garam Suwondo menyebut kekurangan produksi dalam negeri sekitar 260 ribu ton. Maka dengan terpaksa pemerintah tahun 1976 bakal impor garam sekitar 300 ribu ton. Ikhwal impor garam disebut oleh Suwondo memang bukan kali ini saja. Tahun 1975 ternyata menurut catatan PN Garam ada impor garam sekitar 100 ribu ton. Tengkulak Lantaran SK Gubernur 5 Juli 197 mulanya produsen garam rakyat memang masih bisa tersenyum. Sebab dengan SK itu Gubernur Soenandar mewajibkan PN Caram lewat BUUD sebagai pembeli tunggal dengan harga Rp 12,50 untuk kwalitas I dan Kp 11,50 untuk kwalitas II. Semuanya termasuk harga karung, ongkos angkut plus keuntungan BUUD Rp 0,50/kg. Namun keadaan itu tak berlangsung lama. Dan menjelang Lebaran BWD menghentikan pembelian garam dari petani. Alasannya "keuangan kosong, karena PN Garam belum melunasinya", tukas haji Ali mengutip pengurus BUUD di Gresik. Hal itu bukannya tak diakui oleh PN Garam. Menurut Direktorat Perekonomian Propinsi Jawa Timur sejak SK Gubernur sampai bulan September lalu PN Garam berhasil menyedot 51.474 ton. Di samping sekitar 230 ton dari Jawa Barat plus 3.110 ton dari Jawa Tengah. Dari jumlah tersebut lebih dari 7 ribu ton dengan nominal Rp 82.510.873,90 masih dihutang oleh PN Garam. Maka lewat konsensus antara PN Garam dengan Pemda di Kalianget Madura awal Oktober lalu, PN Garam segera membayar 60% dari jumlah tunggakan. Dan sisanya dibayar setelah kredit bank yang diharapkan keluar. Tak ayal begitu BUUD menyetop pembelian garam harganya pun segera meluncur ke bawah. Malanan karena buru-buru butuh uang untuk lebaran banyak petani yang menjual dengan harga Rp 3. "Tengkulak memberikan harga semaunya", kata seorang petani garam lainnya. Meskipun habis lebaran harganya sedikit naik kembali dan berhenti pada angka Rp 5 - Rp 6. Padahal pada musim penghujan harganya bisa mencapai Rp 30/kg. Dan ketika itu semua garam sudah tak di tangan petani lagi. Meskipun berkaca pada pengalaman tahun lalu beberapa petani gara yang pintar tak begitu saja mengobral hasil produksinya. Terbukti kini sekita 40% dari jumlah produksi masih tersimpan di gudang petani masing-masing sambil "menunggu harga yang agak baik", tuturnya. Turunnya harga garam ini nampaknya juga ditunjuk pula sebagai musabab distopnya pembelian itu. Apalagi menurut PN Garam harga garam di Jawa Tengah telah lebih dulu jatuh sampai Rp 3. Meski begitu bukan berarti PN Garam tak bersedia lagi mengangkat nasib petani garam. Sebab dengan konsensus tadi kepada masing-masing BUUD unit Garam Rakyat bakal segera diusahakan mendapat kredit sebesar Rp 10 juta. Lalu antara PN Garam dan BUUD akan dilangsungkan kontrak pembelian -- atas garam rakyat yang telah ditentukan kwalitasnya oleh pensurvei yang ditunjuk oleh PN Garam. Begitu survei selesai, maka kontrak pun ditandatangani, PN Garam segera menyerahkan pembayaran 50% dari jumlah kontrak. Sisanya dibayar ketika garam itu disetor ke gudang PN Garam. "Ini untuk menghindari kelambatan pengirirnan dari BUUD ke PN Garam serta kemungkinan permainan kwalitas", kata sumber TEMPO di kantor gubernuran Jawa Timur. Siapa yang menentukan harganya? "Yang jelas kedua-duanya: BUUD dan PN Garam", tambahnya. Tapi agar tak menutup kemungkinan lain jika tak terjadi kecocokan maka dalam konsensus tersebut terdapat klausul: "jika tak terjadi kecocokan harga bakal ditunjuk team penengah". Yakni: Pemda Propinsi, Kantor Daerah Koperasi plus Perindustrian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus