Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan ini sebuah aplikasi belanja online asal Cina, Aplikasi Temu, menjadi perbincangan hangat di Indonesia.
Platform yang menawarkan berbagai produk dengan harga sangat murah ini dinilai mengancam keberadaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Berikut deretan pernyataan terkait aplikasi Temu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kominfo larang aplikasi Temu beroperasi di Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi melarang platform Temu beroperasi di Indonesia guna melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam negeri. Budi Arie mengatakan Temu tidak bisa masuk ke pasar Indonesia karena dapat merusak ekosistem UMKM.
"Kita tetap larang. Hancur UMKM kita kalau dibiarkan," ujarnya di Jakarta, Selasa, 2 Oktober 2024.
Menurut dia, ruang digital seharusnya menjadi sarana bagi pelaku usaha lokal untuk memperoleh keuntungan. Hadirnya Temu dinilai bisa menimbulkan kerugian bagi UMKM. "Kita enggak akan kasih kesempatan, masyarakat rugi. Kan kita mau jadi ruang digital itu untuk membuat masyarakat produktif dan lebih untung, kalau membuat masyarakat rugi buat apa," ujar dia.
Temu adalah platform global cross-border yang menggunakan metode penjualan Factory to Consumer (penjualan langsung dari pabrik ke konsumen). Metode tersebut dinilai bisa berdampak buruk pada UMKM dan lapangan pekerjaan di Indonesia. Saat ini aplikasi Temu telah penetrasi ke 58 negara.
KemenKopUKM tegas menolak aplikasi Temu
Selain dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) juga dengan tegas menolak kehadiran Temu di Indonesia. Staf khusus Kementerian Koperasi dan UKM, Fiki Satari, menyatakan aplikasi seperti Temu harus tunduk pada regulasi yang ada di Indonesia.
Salah satu regulasi yang menjadi rujukan adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2002 tentang Larangan Penggabungan KBLI 47 serta Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Pengawasan Pelaku Usaha Sistem Elektronik. Regulasi-regulasi ini melarang platform yang melakukan perdagangan lintas batas (cross-border) tanpa mematuhi aturan perdagangan dalam negeri.
Fiki menegaskan, jika Temu diizinkan beroperasi tanpa pengawasan ketat, UMKM akan kehilangan pasar domestik mereka karena konsumen lebih memilih produk impor yang lebih murah. Hal ini juga dikhawatirkan akan menciptakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di sektor industri pengolahan, yang sangat bergantung pada keberadaan UMKM sebagai rantai pasok utama.
Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM, potensi ekonomi digital bagi UMKM di Indonesia diproyeksikan mencapai Rp 4.531 triliun pada 2030. Ini merupakan angka yang sangat signifikan dan menunjukkan bahwa ruang digital memiliki peran besar dalam mendukung pertumbuhan UMKM.
Namun, apabila platform seperti Temu diberi ruang untuk beroperasi di Indonesia, angka ini bisa saja menurun drastis, karena UMKM tidak akan mampu bersaing dengan barang-barang impor yang dijual dengan harga murah.
Pengamat sebut aplikasi Temu dapat ancam keberadaan UMKM
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan hadirnya Aplikasi Temu dapat mengancam keberadaan UMKM lokal karena Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi barang-barang impor. Dalam skenario terburuk, banyak pelaku UMKM yang terpaksa gulung tikar, menciptakan gelombang PHK di sektor manufaktur dan industri pengolahan.
"Indonesia hanya dijadikan pasar, akan banyak pelaku usaha yang terancam gulung tikar dan menciptakan PHK massal terutama di sektor industri pengolahan,” ujar Bhima beberapa waktu lalu.
HATTA MUARABAGJA | MUHAMMAD RAFI AZHARI | ANTARA
Pilihan editor: Mengapa Aplikasi Temu Dianggap Berbahaya Jika Masuk Indonesia?