BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) unjuk gigi. Surat rekomendasi Solihin G.P., sekretaris pengendalian operasional pembangunan, bagi PT Eslon Jaya Corp. untuk mendirikan pabrik damar PVC kandas di tengah jalan. BKPM ternyata telah menjatuhkan pilihannya pada PT Subentra Petrochemicals, PMA Jepang, yang sebagian besar sahamnya dikuasai Asahi Co. Ltd. dan kelompok Roda Mas. "Rekomendasi tidak bisa mengalahkan peraturan," ujar Ginandjar Kartasasmita, ketua BKPM, pekan lalu. Rekomendasi Solihin itu antara lain mengingatkan bahaya monopoli modal Jepang dan kesiapan Eslon Jaya dalam melaksanakan proyeknya. Menurut Hendra Nagaria, direktur pabrik pipa PVC merk Banlon itu, awal bulan lalu Bank Ekspor Impor Amerika Serikat telah menyanggupi memberi bantuan dana US$ 65 juta. Plus bantuan teknik dari B.F. Goodrich, penyuplai ban untuk pesawat ruang angkasa ulang alik AS. "Kami memang sudah siap," ujarnya. Lebih hebat lagi, rekomendasi yang bertanggal 31 Juli 1985 itu merupakan kelanjutan surat langsung Eslon Jaya kepada Presiden. "Berdasarkan surat tersebut, dengan ini saya sangat memperkuat permohonan PT Eslon Jaya Corporation untuk diizinkan membangun pabrik PVC resin (damar) dengan status PMDN," tulis Solihin. Satu-satunya PMDN yang mengaku telah siap terjun sebagai produsen damar PVC itu juga menolak tuduhan Ginandjar yang menyatakan, pihaknya belum pernah mengajukan aplikasi. "Tahun 1981 aplikasi kami ditolak karena BKPM menghendaki mayoritas saham dipegang pribumi. Sekarang yang dikasih kesempatan malah PMA," ujar Hendra. Baginya, penunjukan saingannya, yang baru mengajukan aplikasi tahun lalu, tidak masuk akal. Bahkan, Hendra mencurigai penunjukan itu didalangi saingan-saingan Jepangnya, dan bertentangan dengan undang-undang penanaman modal yang menyatakan: PMDN sebagai pokok dan PMA sebagai pelengkap. "Untuk menjaga dominasi petrokimianya, mereka telah berkomplot untuk mempengaruhi aparat pemerintah agar menyelewengkan kepentingan nasional," ujar Hendra dalam nada tinggi. Hingga saat ini, memang, hanya ada dua produsen damar PVC: PT Eastern Polymer dan PT Statomer keduanya berstatus PMA Jepang. Lalu, apa jawab BKPM? "Dalam DSP (daftar skala prioritas) tersebut, pabrik damar PVC juga harus menghasilkan bahan bakunya berupa VCM (vinyl chloride monomer), yang sampai sekarang masih diimpor seluruhnya dari Jepang. Dan yang sanggup memenuhi persyaratan itu Subentra," ujar Rasidi, deputi Bidang Penilaian dan Perizinan BKPM. Proyek Subentra, yang bernilai US$ 420 juta itu, diarahkan agar dapat menyerap produksi proyek olefin di Aceh, dan selesai enam tahun mendatang. Persyararan itu tampaknya untuk menghadapi keluhan para produsen pipa PVC, yang terpaksa hanya mengandalkan pasar dalam negeri karena mahalnya bahan baku. Sejak pemerintah memberlakukan kuota nol, tahun lalu, harga damar PVC melonjak 35% menjadi Rp 955 per kilogram. "Di Korea, harga pipa PVC hanya US$ 900 per ton yang kalau di Indonesia baru dapat bahan bakunya," ujar Karman Laksmana, ketua Asosiasi Produsen Pipa Plastik. Namun, masih sulit diduga, apakah produksi VCM proyek Subentra yang direncanakan 225 ribu ton per tahun bisa lebih murah. Dan Eslon Jaya tampaknya harus menempuh jalan yang makin panjang. Menurut buku Pengembangan Kapasitas Nasional Sektor Industri 1983-1986, kapasitas damar PVC nasional pada akhir tahun 1987 akan mencapai 156 ribu ton per tahun. Sedangkan kapasitas yang sudah terpasang 84 ribu ton. "Penambahan pabrik baru dibutuhkan enam tahun mendatang," ujar Hartarto, menteri perindustrian, mengingat kapasitas damar proyek Subentra saja sudah mencapai 72 ribu ton. Prg Laporan Suhardjo Hs (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini