Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi undang-undang. Dari total 9 fraksi, terdapat 7 fraksi yang setuju, 1 fraksi setuju dengan catatan, dan 1 fraksi menolak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melalui rapat paripurna ketujuh, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyatakan satu fraksi yaitu Fraksi Demokrat menyatakan setuju revisi UU IKN dengan berbagai pertimbangan dan catatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dalam UU Nomor 3 Tahun 2022, Otorita IKN telah memiliki wewenang yang sangat luas dan dengan revisi undang-undang IKN kewenangan otorita menjadi lebih luas lagi,” ujar Ahmad Doli di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 3 Oktober 2023.
Ahmad Doli mengatakan bahwa menurut Demokrat, revisi UU IKN akan membuat otorita IKN memiliki wewenang sendiri untuk membuat perencanaan pengelolaan keuangan, pengelolaan aset, pengelolaan sumber daya manusia, penguasaan tanah, perjanjian kerjasama, dan pembuatan peraturan perundangan. “Kewenangan khusus tersebut dianggap terlalu besar bagi sebuah lembaga setingkat kementerian dan juga berpotensi melahirkan kewenangan yang overlapping khususnya dengan kementerian atau lembaga lain,” ujarnya.
Selain itu, Otorita IKN disebut akan memiliki tiga fungsi (status) sekaligus, yaitu sebagai lembaga setingkat kementerian yang juga memiliki kewenangan seluruh kementerian lainnya, pemerintahan daerah khusus (Pemdasus), dan badan usaha otoritas (BUMO) yang akan memiliki fungsi mirip dengan BUMN dan bisa mendapatkan penyertaan modal negara (PMN).
“Fraksi demokrat berpandangan jika status ini tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kerancuan nomenklatur atas posisi otoriter dalam hukum ketatanegaraan Indonesia,” katanya. Hal tersebut juga berdampak pada kebingungan sistem pengawasan kelembagaan di masa yang akan datang.
Kemudian, terkait dengan skema pembiayaan pembangunan dan pembinaan IKN yang terdiri dari 206 porsi APBN, di mana besarannya lebih tinggi daripada mandatory spending pemerintah untuk anggaran pendidikan dan kesehatan, Demokrat menilai hal tersebut harus dikaji kembali. “Meskipun anggaran pembangunan pemindahan yang dimaksud tidak bersumber dari APBN, hal ini tetap mengundang adanya investasi dari pihak swasta,” ujarnya.
Fraksi Partai Demokrat terus mengingatkan bahwa pengelolaan hutang dan jaminan keuangan aset harus menjadi perhatian utama pemerintah. “Jangan sampai di kemudian hari hutangnya akan juga menjadi salah komponen pembiayaan terbesar dalam pembangunan dan pendidikan menjadi beban berat bagi APBN,” kata Ketua Komisi II itu.
Lebih lanjut, Fraksi Partai Demokrat dapat memahami beban berat yang ditanggung oleh badan otorita IKN dalam melakukan persiapan pembangunan dan pemindahan ibu kota negara serta penyelenggaraan pemerintah daerah IKN. “Tetapi dalam satu setengah tahun, belum pernah dilaksanakan proses monitoring dan evaluasi terkait kinerja otorita IKN,” katanya.
Ketua Komisi II melanjutkan, dalam proses kegiatan persiapan pembangunan rumah IKN serta penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus, tidak sepantasnya negara menekan dan membebani pada badan otorita melampaui kemampuannya dalam membangun dan memindahkan IKN.
Terlebih lagi, soal pembahasan revisi UU IKN yang dianggap terlalu cepat dan singkat. Seharusnya, dilakukan pembahasan lebih mendalam agar materi serta isi revisi undang-undang dapat lebih komprehensif.
“Hal ini untuk menghindari lahirnya kecurigaan masyarakat dan terjadinya hal-hal negatif di kemudian hari,” ujar Ahmad Doli. Hal ini sejalan pula dengan dengan amanat UU IKN No. 3 Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa pembangunan IKN dilaksanakan minimal selama 10 tahun, sehingga fraksi Demokrat berpikir pemerintah masih memiliki waktu yang cukup.
Pilihan Editor: Dugaan Korupsi Impor Gula, Kejagung Geledah Kantor Kemendag