Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

RI Pilih Negosiasi, S'pura?

2 November 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagaimana "kemajuan" reklamasi pantai Singapura, setelah Indonesia menghentikan ekspor pasir lautnya ke
sana? "Menurut laporan atase perindustrian dan perdagangan di Singapura, telah terjadi proses abrasi hingga 15 meter di kawasan reklamasi pantai Singapura," kata sekretaris Tim Pengendali dan Pengawas Perusahaan Pasir Laut (TP4L), Indroyono Soesilo, kepada TEMPO.

Sebagai negara kecil dengan ambisi besar, Singapura memang hanya punya satu pilihan, yakni reklamasi pantai. Negara itu telah merencanakan delapan megaproyek dalam upaya membangun kawasan baru yang akan lebih cepat memacu roda perekonomiannya. Empat dari megaproyek itu sedang berjalan dan akan selesai pada tahun ini serta tahun 2010 (lihat tabel). Selebihnya masih dalam proses tender, dan direncanakan akan selesai dua tahun mendatang.

Hasilnya mencengangkan. Sejak dilaksanakan pada 1960, pertumbuhan wilayah Singapura sudah mencapai 25 persen. Pada tahun 1999, luas Singapura menjadi 660 kilometer persegi—berarti lebih luas 90 kilometer persegi dari wilayah Jakarta Raya. Tapi negara itu masih butuh perluasan sekitar 100 kilometer persegi lagi. Perluasan wilayah Singapura ini kian lama kian merisaukan para tetangganya. Pasalnya, perjanjian batas wilayah antara Indonesia dan Singapura tak kunjung selesai, sementara pulau kecil itu terus saja mekar melebar.

Sengketa yang cukup runcing juga terjadi antara Singapura dan Malaysia. Bahkan Malaysia meminta Mahkamah Internasional menghentikan reklamasi yang dilakukan Singapura di pantai Pulau Tekong dan Tuas. Pemerintah Mahathir menganggap reklamasi itu telah melanggar batas perairan dan menyebabkan kerusakan lingkungan laut di sekitarnya.

Indonesia sendiri buru-buru menghentikan ekspor pasir karena khawatir perjanjian yang pernah ditandatangani pada 1973 malah berubah. Meski begitu, Indonesia sempat "tertipu" dan terus-menerus mengirimkan pasir laut ke sana. Akibatnya, lima pulau tenggelam, dan titik terluar batas teritorial Indonesia di Pulau Nipah terancam hilang. Padahal, batas laut antara Indonesia dan Singapura baru selesai sebagian. "Yang di barat belum selesai, yang di timur juga belum selesai," kata Indroyono.

Yang menyebalkan, ketika ekspor pasir laut berlangsung, tak pernah ada perjanjian bilateral antara Singapura dan Indonesia. Pemerintah Singapura menolak ikut campur dengan dalih aktivitas itu merupakan tindakan bisnis yang dilakukan para pengusaha. Bahkan pengusaha Singapura dikatakan tidak terlibat langsung dalam impor pasir laut. Pernyataan ini jauh dari benar. Yang terjadi justru sebaliknya: pihak Singapura menjadi investor tak langsung penambangan pasir laut, sedangkan pihak Indonesia berfungsi sebagai pemegang izin usahanya saja. Semacam kemitraan ala Ali Baba.

Yang pasti, terentang mata rantai yang panjang dari pengerukan pasir laut di Kepulauan Riau hingga sampai ke tangan kontraktor reklamasi di Singapura. Keputusan TP4L untuk menghentikan ekspor pasir laut ternyata memberikan tekanan yang luar biasa pada pemerintah Singapura. Dalam suratnya kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, 8 September lalu, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda memuji keputusan itu sebagai tindakan yang efektif untuk memaksa Singapura duduk di meja perundingan.

Lebih dari itu, penghentian ekspor laut justru menjadi alat penekan yang ampuh untuk menegosiasi berbagai kepentingan strategis Indonesia dengan Singapura. Ke dalamnya termasuk kontrol wilayah udara, ekstradisi para penjahat ekonomi dan konglomerat hitam yang bersembunyi di Singapura, hingga penyelundupan dan ekspor air. "Jadi, Indonesia tidak perlu tergesa-gesa menyerahkan posisi tawar tersebut," tutur Wirajuda, "sebelum semuanya dapat diselesaikan secara tuntas."

DMU

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus