Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini, Selasa, 21 Mei 2024 akan ditutup melemah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sedangkan untuk besok, mata uang rupiah fluktuatif, namun ditutup melemah di rentang Rp 15.960 - Rp 16.030," katanya melalui analisisnya pada Senin, 20 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada akhir perdagangan kemarin, kurs rupiah ditutup melemah melemah 23 poin ke level Rp 15.978 per dolar AS. Ibrahim menuturkan, data pekan lalu menunjukkan bahwa harga konsumen AS bulan April menurun. Akibatnya, pasar memperkirakan penurunan suku bunga sebesar 50 basis points (bps) atau setidaknya ada dua kali penurunan suku bunga tahun ini.
Akan tetapi, sejumlah pejabat The Fed telah memberikan peringatan tentang kemungkinan waktu penurunan suku bunga. Oleh karena itu, para pedagang bertaruh pada pelonggaran sebesar 46 bps pada tahun ini dan hanya penurunan suku bunga pada November yang sudah diperhitungkan sepenuhnya.
"Fokusnya sekarang adalah pada laporan indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) ukuran inflasi pilihan The Fed yang akan dirilis pada tanggal 31 Mei," kata Ibrahim.
Di samping itu, pasar juga akan fokus pada risalah pertemuan terakhir The Fed pada Rabu ini. Purchasing Managers' Index (PMI) awal untuk zona euro, Jerman, Inggris dan AS juga akan dirilis pekan ini, bersama dengan daftar pembicara The Fed yang lengkap.
Selanjutnya: Dari domestik, ekonom memperkirakan defisit transaksi berjalan....
Dari domestik, ekonom memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia akan melebar pada kuartal I 2024. Kondisi itu berpeluang terjadi seiring dengan surplus neraca perdagangan yang menyusut.
Neraca transaksi berjalan Indonesia mencatatkan defisit 0,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I 2024. Padahal, pada kuartal I 2023 neraca transaksi berjalan mengalami surplus sebesar 0,9 persen dari PDB.
Hal tersebut juga menunjukkan pelebaran defisit 0,38 persen dari PDB pada kuartal IV 2023. Pelebaran defisit transaksi berjalan ini utamanya dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan yang menurun dari US$ 12,11 miliar pada kuartal I 2023 menjadi US$ 7,41 miliar pada kuartal I 2024.
Di sisi lain, impor barang meningkat, sejalan dengan naiknya kebutuhan masyarakat pada periode Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, defisit neraca jasa dan neraca pendapatan primer tercatat lebih tinggi, sejalan dengan peningkatan aktivitas domestik dan pola pembayaran bunga pada periode laporan.
Sepanjang 2023, transaksi berjalan mencatatkan defisit sebesar US$ 1,6 miliar atau 0,1 persen dari PDB, setelah membukukan surplus sebesar US$ 13,2 miliar atau 1 persen dari PDB pada 2022. Defisit transaksi berjalan diperkirakan akan tetap terkendali pada 2024, menjadi 0,75 persen dari PDB.
"Ekspektasi ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk normalisasi harga komoditas secara bertahap, juga permintaan domestik yang solid sejalan dengan prospek ekonomi domestik yang positif."