Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Rupiah Jeblok, Bagaimana Nasib Utang Luar Negeri?

Pelemahan nilai tukar rupiah kembali menimbulkan kekhawatiran sejumlah pihak, salah satunya karena bakal memperbesar nilai utang luar negeri.

25 April 2018 | 11.21 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Utang Luar Negeri Terus Meningkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah kembali menimbulkan kekhawatiran sejumlah pihak. Salah satunya kecemasan terhadap dampaknya pada nilai utang luar negeri. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah pada Senin lalu sempat melampaui level 13.900 per dolar Amerika Serikat, hari ini rupiah sempat menguat tipis ke posisi 13.888 per dolar AS. Sejumlah pengamat memperkirakan pelemahan rupiah bakal berlanjut hingga melewati 14.000 per dolar AS, yang terakhir kali terjadi pada Desember 2015. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bahkan ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, menyatakan peluangnya mencapai 90 persen. Menurut dia, level terendah itu akan terjadi pada Mei nanti. Makin jebloknya rupiah ini dipicu oleh kenaikan permintaan terhadap dolar AS seiring dengan tekanan moneter global, keperluan pemenuhan impor bahan baku, pembayaran dividen, dan utang luar negeri korporasi. “Pembiayaan utang luar negeri terancam lebih besar tahun ini,” kata Bhima kepada Tempo, Selasa, 24 April 2018. 

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, menilai rupiah saat ini telah berada di bawah nilai fundamentalnya. “Level sekarang sudah agak lemah, karena prediksi tahun ini ada di kisaran 13.600,” ujarnya. “Akibatnya menimbulkan gejolak di pasar modal dan pasar uang.”

Kemarin, sentimen melemahnya rupiah dianggap menjadi salah satu faktor terpuruknya perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. Indeks harga saham gabungan kembali ditutup dengan rapor merah, turun 78,513 poin ke level 6.229,635. Begitu pula indeks LQ45 yang melemah 16,583 poin ke 1.010,876.

Kekhawatiran tentang meningkatnya risiko utang luar negeri diamini Kepala Subdirektorat Perencanaan dan Strategi Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Erwin Ginting. Per akhir Maret lalu, utang pemerintah dalam valuta asing mencapai US$ 109,6 miliar dari Rp 4.136 triliun total utang pemerintah dalam rupiah. “Itu penghitungan ketika nilai tukar rupiah sekitar Rp 13.750 per dolar AS,” tutur Erwin.

Menurut Erwin, setiap terjadi depresiasi Rp 100 per dolar AS, stok utang yang sama akan meningkat Rp 10,96 triliun. Artinya, saat ini total utang (outstanding) telah membengkak menjadi sekitar Rp 4.146,96 triliun. 

Tak hanya pemerintah, kalangan pengusaha juga ketar-ketir menghadapi pelemahan rupiah itu. “Kami menyikapinya dengan waspada. Banyak bahan baku industri yang masih bergantung pada impor,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Kamdani.

 

Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus