Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Rupiah Menguat di Tengah Pelemahan Dolar AS, tapi Ancaman Volatilitas Masih Mengintai

Rupiah sempat menguat hingga 105 poin sebelum akhirnya terkoreksi menjelang sesi penutupan.

4 Februari 2025 | 16.15 WIB

Uang pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, 3 Februari 2025.  Tempo/Martin Yogi Pardamean
Perbesar
Uang pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, 3 Februari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah berhasil menguat pada perdagangan Selasa, 4 Februari 2025, setelah melemah pada sehari sebelumnya. Rupiah ditutup di level Rp 16.351 per dolar AS, menguat 97 poin dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp 16.448.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan rupiah sempat menguat hingga 105 poin sebelum akhirnya terkoreksi menjelang sesi penutupan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dia mengatakan penguatan rupiah kali ini tak lepas dari pelemahan indeks dolar AS yang terdampak dinamika kebijakan perdagangan Amerika Serikat. “Penundaan tarif dagang terhadap Kanada dan Meksiko memberikan ruang bagi sentimen risiko untuk membaik, yang turut berkontribusi pada pelemahan dolar AS,” ujarnya, Selasa.

Namun, Ibrahim mengingatkan volatilitas masih membayangi rupiah, terutama karena kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump terhadap Tiongkok masih tetap berlaku. Diketahui, Trump berencana berbicara dengan Presiden Xi Jinping dalam waktu dekat, tetapi tarif 10 persen untuk barang-barang asal Tiongkok tetap dijadwalkan berlaku mulai pekan ini.

Di sisi lain, kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed), kata Ibrahim, masih menjadi faktor utama yang dapat menghambat laju penguatan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Bank sentral AS memberi sinyal kehati-hatian dalam memangkas suku bunga, terutama setelah data inflasi indeks harga PCE yang kuat pekan lalu. Pejabat The Fed menekankan inflasi yang masih tinggi dapat memperlambat rencana pelonggaran kebijakan moneter.

Dari dalam negeri, Ibrahim mengungkapkan, penguatan rupiah juga ditopang oleh kinerja ekonomi yang solid. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada awal 2025 naik menjadi 51,9 dari sebelumnya 51,2 pada Desember 2024. Kenaikan produksi dan permintaan baru, baik dari pasar domestik maupun luar negeri, menjadi pendorong utama ekspansi sektor ini.

Selain itu, indikator konsumsi masyarakat menunjukkan tren positif. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dirilis Bank Indonesia berada di level ekspansif 127,7 pada Januari, naik dari 125,9 pada bulan sebelumnya. Sementara itu, inflasi tercatat turun menjadi 0,76 persen (year on year/yoy) dibandingkan 1,57 persen pada Desember 2024. Secara bulanan, terjadi deflasi sebesar 0,76 persen akibat program diskon tarif listrik, meskipun harga beberapa komoditas pangan naik akibat musim hujan.

Pemerintah menyatakan akan terus menjaga inflasi agar tetap terkendali melalui koordinasi antara pusat dan daerah, termasuk melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Untuk perdagangan Rabu, 5 Februari 2025, Ibrahim memperkirakan rupiah masih akan bergerak fluktuatif, tetapi cenderung ditutup menguat di rentang Rp 16.300 - Rp 16.360 per dolar AS. "Sentimen eksternal dan internal masih cukup beragam, sehingga pergerakan rupiah masih akan dipengaruhi oleh dinamika global dan kebijakan ekonomi domestik," kata Ibrahim.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus