Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Saham tiga bank milik negara, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, serentak melemah pada perdagangan kemarin. Jebloknya saham tiga bank jumbo ini disinyalir dipicu oleh rumor bahwa ketiga perseroan bakal turut serta dalam penyelamatan PT Bank Muamalat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Analis PT Trimegah Sekuritas Indonesia, Sebastian Tobing dan Rifina Rahisa, dalam risetnya yang dirilis kemarin, menyatakan pelaku pasar khawatir ketiga bank membeli aset sekuritisasi Bank Muamalat. Berdasarkan penghitungan mereka, bank syariah itu membutuhkan dana segar sedikitnya Rp 20,6 triliun. Mempertimbangkan nilai aset ketiga bank milik negara, BRI diperkirakan akan mengambil porsi terbesar, diikuti Mandiri dan BNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebastian dan Rifina menyatakan aksi korporasi itu berpeluang mengurangi jumlah yang akan diterima penerima saham. "Dengan mempertimbangkan hasil investasi dari pembelian aset ini, wajar jika berasumsi investor akan mengurangi book value saham masing-masing bank sebesar nilai pembelian aset itu," kata Sebastian.
Rumor ketiga bank BUMN akan menyelamatkan Muamalat mencuat kemarin. Bank Mandiri, BRI, dan BNI dikabarkan akan membantu bank syariah pertama di Indonesia yang terancam menjadi bank gagal tersebut lewat pembelian pinjaman Bank Muamalat yang telah disekuritisasi. Seiring dengan rumor ini, saham BMRI-kode emiten Mandiri-turun 0,78 persen; BBRI minus 1,27 persen; dan BBNI jeblok 2,91 persen.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Nafas membantah kabar bahwa bank pelat merah akan membantu permodalan Bank Muamalat. Menurut dia, tak ada sama sekali rencana anggota Perhimpunan Bank Negara (Himbara) untuk berinvestasi di Bank Muamalat dalam berbagai bentuk, termasuk dengan membeli utang-utang yang telah disekuritisasi milik bank syariah itu. "Kami, termasuk bank-bank Himbara lainnya, tidak ada niat untuk masuk ke Bank Muamalat," ujar dia.
Adapun Corporate Secretary Bank Muamalat Hayunaji tak membantah ataupun membenarkan kabar campur tangan bank BUMN. Menurut dia, saat ini perusahaan tengah menanti investor baru. Proses uji tuntas (due diligence) telah dimulai oleh institusi dari dalam dan luar negeri. Namun dia tak dapat menyebutkan identitas investor tersebut. "Proses due diligence masih berlangsung dan hal ini bersifat confidential," ujar dia.
Bank Muamalat memang bergulat dengan masalah kredit macet. Selepas krisis ekonomi pada 1998, kredit macet di bank syariah pertama ini mencapai lebih dari 60 persen. Kerugian yang dialami mencapai Rp 105 miliar. Bank ini selamat setelah Islamic Development Bank (IDB) menyuntikkan dana.
Kondisi perusahaan kembali memburuk pada 2015. Bank membutuhkan dana segar namun pemegang saham tak bisa memberikan modal. IDB terbentur aturan internal yang melarang penempatan saham melebihi 20 persen. Nilai total saham IDB saat ini pun sudah melanggar aturan itu, lantaran jumlahnya sudah mencapai 32 persen. Akibatnya, rasio kecukupan modal Bank Muamalat turun hingga ke ambang batas menjadi 11,58 persen dua tahun kemudian.
Beberapa calon investor sempat berencana menyuntikkan dana ke Bank Muamalat, seperti PT Bank Rakyat Indonesia, PT Minna Padi Investama, serta Al Falah Investments. Namun rencana mereka terhambat berbagai masalah hingga belum ada dana segar untuk Bank Muamalat.
Kepala Riset PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma menilai bank pelat merah akan terkena dampak negatif jika mencoba menyelamatkan Bank Muamalat, meskipun arus kas dan aset mereka melimpah. "Menolong suatu institusi yang sedang bermasalah dan tidak sehat, efeknya akan negatif buat bank penolongnya," kata dia.
Selain itu, industri perbankan tengah bersiap untuk meningkatkan rasio pencadangan mulai tahun depan. Pemerintah akan menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 tentang Pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dengan konsep expected loss. Artinya, modal bank untuk ekspansi akan berkurang karena disisihkan untuk tambahan rasio pencadangannya.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo