Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kelompok usaha yang identik dengan nama Liem Sioe Liong ini harus membayar dana talangan, semacam kasbon, yang diterima BCA (bank milik Salim) dari Bank Indonesia (BI). Nilainya Rp 30 triliun. Untuk melunasinya, Salim diberi tempo cuma sebulan. Kalau tak mampu, Om Liem bisa masuk penjara. Tuduhan pidana sudah disiapkan.
Salim memang gagal membayar secara tunai. Namun, sebagai gantinya, ia menyerahkan hartanya. Tidak main-main, ada 120 perusahaan yang disetor: mulai dari pabrik mi sampai pabrik mobil, dari bisnis kelapa sawit sampai usaha jasa pelayanan telepon dan wisata. Pendek kata, cuci gudang. Hampir semua unit bisnis Salim beralih ke tangan pemerintah.
Habiskah Salim? Di situlah letak kesaktiannya. Ternyata tidak. Di luar dugaan, lepas dari liputan pers selama ini, Om Liem masih berjaya. Salim tetap menguasai unit-unit usaha yang sudah disetor itu. Lo? Caranya, Salim membayar BLBI dengan siasat cerdas: perusahaan-perusahaan itu tak diserahkan sebagai satu gelondongan yang utuh.
Menurut sumber TEMPO di kalangan pasar uang, pemerintah cuma diberi potongan kecil "tulang iga". Sedangkan badan, kepala, "babon" yang mengendalikan unit bisnis itu, tetap dikuasai Salim. Gampangnya, "Pemerintah cuma kebagian cuilan-cuilan kecil, semacam mozaik dari ratusan unit usaha."
Hingga hari ini, data aset Salim yang dipakai untuk menebus BLBI memang masih simpang-siur. Entah mengapa, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) urung mengumumkan. Namun, seorang pejabat di lingkungan Departemen Keuangan membenarkan analogi mozaik tadi. Bahkan, untuk lima perusahaan publik (dalam dan luar negeri) yang diserahkan Salim, ia memberi gambaran komposisi kepemilikannya.
Untuk penyerahan pabrik mi PT Indofood Sukses Makmur, misalnya, Salim cuma menyetor 2,5 persen dari 30 persen saham yang dikuasai. Begitu pula dengan penyerahan PT Indocement Tunggal Perkasa, penguasa 40 persen pangsa pasar semen Indonesia. Dari 60 persen saham yang dikuasai Salim, cuma 10 persen yang diserahkan ke pemerintah (lihat tabel: Setir Masih Dipegang Salim).
Dari lima perusahaan publik yang sahamnya disetor, cuma kepemilikan di pabrik mobil Astra International yang semuanya diserahkan kepada pemerintah. Tapi, ini bukan karena Salim menyerah. Di Astra, kepemilikan Salim cuma minoritas. "Jadi, tak ada gunanya ditahan-tahan," kata sumber TEMPO.
Trik Salim ini mungkin saja tak merugikan pemerintah. Kendati sulit dijual pada harga premium (seperti saham mayoritas), boleh jadi nilai kumpulan mozaik tadi setara dengan jumlah utang yang diterima BCA. Ini menunjukkan kekuatan Salim. Tekanan "harus bayar Rp 30 triliun dalam satu bulan" pun tak cukup kuat untuk menggoyahkannya. Dengan kemudi tetap di tangan, agaknya bendera kelompok bisnis ini masih akan tegak berkibar di langit konglomerasi Indonesia, bahkan Asia.
Saat ini pun, gelagat ke arah itu sudah terlihat. Sejak sebulan lalu, di bursa Manila beredar isu, mayoritas saham Philippine Long Distance Telecom, semacam Telkomnya Filipina, tengah diperebutkan empat perusahaan raksasa. Disebut-sebut, calon terkuat pembelinya adalah First Pacific Co., konglomerasi yang dikuasai Salim di Hong Kong.
Belakangan, kabar ini memang dibantah oleh First Pacific. Tapi itu tak menghapus kenyataan bahwa bisnis Salim di luar negeri akan terus menggurita. First Pacific itu saja, misalnya, kini sudah siap dengan US$ 1,2 miliar dana tunai untuk mencaplok perusahaan-perusahaan di Asia, termasuk untuk menebus kembali harta Salim yang sudah disetor ke pemerintah.
Setir Masih Dipegang Salim | |
Yang Diserahkan Salim | Yang Tetap Dikuasai Salim |
Indofood | 2,5% |
Indofood | 27,5% |
Indocement | 10% |
Indocement | 50% |
Astra International | 9% |
Astra International | 0% |
QAF Ltd., Singapura | 20% |
QAF | 45% |
First Pacific Co., Hong Kong | 5% |
First Pacific | 49% |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo