Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat itu dilayangkan ke sebuah perusahaan di Kendari, Sulawesi Tenggara, awal Desember tahun lalu. Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan tersebut diduga menunggak pajak hingga Rp 600 juta. Atas permintaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, direktur utama dan komisaris perusahaan itu telah dicegah ke luar negeri.
Pencegahan dilakukan karena perusahaan tersebut terus membandel. Penagihan pajak sudah dilakukan beberapa kali, tapi tunggakan tak kunjung dibayar. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Direktorat Pajak memang berwenang mencegah siapa pun yang menunggak pajak bepergian ke luar wilayah RI.
Direktur Penagihan dan Pemeriksaan Pajak Dadang Suwarna mengaku lupa apakah perusahaan di Kendari itu merupakan salah satu perusahaan yang pemiliknya dicegah ke luar negeri. "Jumlahnya banyak, saya lupa," kata Dadang, Jumat pekan lalu. Dia tak mau berkomentar banyak tentang siapa saja yang dicegah, termasuk apakah ada nama besar dalam daftar itu. Menurut dia, penunggak pajak berasal dari berbagai kalangan dan profesi. "Kalau dibuka, saya melanggar undang-undang."
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga menolak berkomentar saat dimintai konfirmasi mengenai hal tersebut. Kepala Sub-Bagian Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Welly Wiguna hanya membenarkan bahwa ada tiga permintaan pencegahan dari Kementerian Keuangan pada 2014. "Untuk siapa saja yang dicegah, kami tak bisa menjawab," ujarnya.
Kementerian Keuangan saat ini memang gencar memburu penunggak pajak. Apalagi Presiden Joko Widodo mendorong penuh upaya Direktorat Jenderal Pajak mengamankan penerimaan negara yang selama beberapa tahun terakhir selalu tak mencapai target. Pada 2013, misalnya, dari target pajak Rp 1.139,3 triliun, hanya tercapai Rp 1.099,9 triliun atau 96 persen.
Dalam pertemuan dengan semua kepala kantor wilayah serta pejabat eselon II Direktorat Jenderal Pajak di Istana Negara pada pekan ketiga November 2014, Jokowi menyatakan siap pasang badan mendukung lembaga ini untuk menindak siapa pun yang menunggak dan mengemplang pajak. Gayung bersambut, Kementerian Keuangan bergerak cepat merespons dukungan dari RI-1 itu.
Pekan kedua Desember 2014, Wakil Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pajak, Mardiasmo, langsung mengumumkan status pencegahan ratusan orang penunggak pajak. "Kami tidak main-main, apalagi Presiden mendukung penuh penindakan terhadap wajib pajak yang tak patuh," kata Mardiasmo.
Tingginya tunggakan tagihan pajak menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian Keuangan. Apalagi penerimaan negara selalu seret. Bukan hanya karena faktor ekonomi yang lesu, rendahnya kesadaran wajib pajak juga masih menjadi persoalan. Mardiasmo mengatakan pihaknya sudah melakukan upaya pendekatan bagi wajib pajak agar mau membayar kewajibannya. "Tapi yang nakal masih banyak. Kami akan melakukan upaya penegakan hukum," ujarnya.
Penunggak pajak yang terjaring berasal dari berbagai kalangan. Ada pegawai swasta, agen asuransi, pedagang, manajer finansial, bahkan ada yang berprofesi dokter. Sedangkan untuk wajib pajak badan, mereka kebanyakan perusahaan dari sektor industri pengolahan, pertambangan, kehutanan, dan transportasi pergudangan.
Modus yang dilakukan sebenarnya sama sekali tak baru, yakni dengan cara memanipulasi surat pemberitahuan tahunan pajak (SPT). Penghasilan yang berlimpah dan pembelian mobil mewah tak semuanya dilaporkan ke aparat pajak. Padahal itu menjadi indikator petugas untuk menentukan berapa tarif pajak yang harus dibayar wajib pajak. Sebab, sesuai dengan prinsip self-assessment dalam perpajakan kita, wajib pajak diberi hak melaporkan dan menghitung sendiri beban pajak mereka. Petugas akan memeriksa atau melakukan tindakan lain hanya jika terdapat informasi yang tak sesuai dengan laporan tersebut.
Dadang Suwarna mengaku cukup kewalahan oleh tingkah para wajib pajak yang mengakali laporan mereka. Dia mengatakan para petugasnya harus memverifikasi dengan teliti laporan penghasilan yang disampaikan. "Kami verifikasi satu per satu profil wajib pajak yang mencurigakan: dari rekening bank sampai pembelian rumah dan kendaraan."
Setelah memverifikasi dan ternyata ketahuan ada tunggakan pajak hingga lebih dari Rp 100 juta, aparat langsung menegur wajib pajak. Ada yang langsung bayar setelah mendapat teguran dan peringatan, tapi banyak juga yang ngeyel hingga akhirnya masuk radar pencegahan. "Setelah ditelaah dan memang mereka tidak ada iktikad baik, kami usulkan untuk dicegah saja," kata Dadang.
Jika pencegahan tetap tak membuat penunggak membayar utang pajaknya, Dadang mengatakan aparatnya punya kewenangan untuk memblokir rekening. Upaya ini, menurut dia, biasanya cukup ampuh membuat wajib pajak tak ada pilihan selain membayar. "Tapi, jika tetap tak mau bayar, kami langsung melakukan penyanderaan atau paksa badan (gijzeling). Ini merupakan upaya terakhir."
Dari catatan Direktorat, ada 31 wajib pajak yang tengah dalam proses penelitian untuk dilakukan penagihan dengan ancaman paksa badan. Dari total itu, sepuluh wajib pajak berkasnya sudah lengkap dan tinggal dieksekusi dengan nilai tunggakan pajak Rp 25,4 miliar. Sedangkan sisanya dengan nilai tunggakan Rp 1,24 triliun masih dalam proses penelitian.
Ancaman pemblokiran rekening dan gijzeling sudah dilakukan di beberapa kantor wilayah. Pada akhir 2014, Kantor Wilayah Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta menyerahkan dua tersangka yang merupakan direktur dan karyawan dari CV TP, perusahaan distributor bahan makanan. Keduanya terbukti pada 2009 dan 2010 memanipulasi SPT yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 2,5 miliar.
Eksekusi juga dilakukan Kantor Wilayah Pajak Pratama Purwokerto, Jawa Tengah. Mereka menyita rumah atas nama Mr TMS atas utang pajak PT PAW senilai Rp 966 juta. Selain itu, Kantor Wilayah Purwokerto memblokir rekening untuk 25 penunggak pajak.
Mardiasmo mengatakan Direktorat Jenderal Pajak tak akan berhenti menindak wajib pajak nakal. Menurut dia, tindakan hukum akan terus dilakukan untuk memberikan efek jera bagi siapa saja yang terbukti mengemplang pajak. "Siapa pun akan kami tindak jika terbukti mengemplang pajak."
Angga Sukmawijaya, Devi Ernis
Penunggak Pajak | ||
Menurut Kelompok Usaha | Jumlah | |
Transportasi dan pergudangan | 168 | |
Industri pengolahan | 92 | |
Perdagangan besar dan eceran | 74 | |
Jasa profesional dan ilmiah | 47 | |
Informasi dan komunikasi | 34 | |
Jasa perorangan | 24 | |
Jasa keuangan dan asuransi | 18 | |
Kebudayaan, hiburan, dan rekreasi | 10 | |
Pengadaan air dan pengelolaan sampah | 6 | |
Pertambangan dan penggalian | 5 | |
Penyediaan akomodasi dan makan-minum | 3 | |
Pertanian, kehutanan, dan perikanan | 2 | |
Konstruksi | 2 | |
Pengadaan listrik dan gas | 1 | |
Jasa pendidikan | 1 | |
Total | 478 | |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo