Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Nauli Desdiani mengimbau pemerintah agar menaikkan stimulus fiskal dalam rangka mencapai target inflasi.
“Saat ini memang terjadi tren kenaikan (inflasi) dengan inflasi 2021 tercatat 1,87 persen, tapi ini masih di bawah target Bank Indonesia sebesar 2 persen. Ini disebabkan oleh stimulus fiskal,” katanya dalam Indonesia Economic Outlook di Jakarta, Jumat 4 Februari 2022.
Nauli mengatakan banyak negara maju dan berkembang saat ini menghadapi tantangan inflasi yang mengalami peningkatan, namun Indonesia belum mencapai tingkat inflasi normalnya.
Meskipun terdapat tren kenaikan, inflasi 2021 yang tercatat sebesar 1,87 persen (yoy) ternyata masih di bawah batas bawah dari kisaran target Bank Indonesia sebesar 2 persen.
Sementara inflasi inti yang menggambarkan daya beli hanya tercatat sebesar 1,56 persen (yoy) pada 2021 sehingga menunjukkan bahwa permintaan belum sepenuhnya pulih.
Menurutnya, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni salah satunya adalah tingkat stimulus yang diberikan oleh pemerintah sebagai respons dalam menghadapi pandemi yang hanya sebesar 9,3 persen dari PDB 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menuturkan stimulus itu memang di atas rata-rata dari stimulus negara berkembang yaitu sebesar 5,1 persen dari PDB 2020, namun jauh lebih rendah dibanding negara maju.
Negara maju mengeluarkan jumlah stimulus yang sangat besar seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang masing-masing sebesar 25,5 persen dan 19,3 persen dari PDB.
Oleh sebab itu, peningkatan stimulus fiskal harus dilakukan dalam rangka mendorong konsumsi masyarakat sehingga inflasi dapat mencapai target pemerintah atau kembali ke level normal sebelum pandemi.
Sebelumnya Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan perkembangan COVID-19 memengaruhi inflasi yang rendah pada 2021.
Inflasi 2021 yang rendah dipengaruhi inflasi inti yang tercatat sebesar 1,56 persen (yoy) atau sedikit menurun dibandingkan inflasi inti tahun sebelumnya.
Rendahnya inflasi inti ini terutama dipengaruhi belum kuatnya permintaan domestik seiring kebijakan pembatasan mobilitas yang harus ditempuh untuk mencegah penyebaran COVID-19 di tengah pengaruh tekanan harga global ke domestik yang minimal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BACA: Airlangga: Pemerintah Cermati Risiko Inflasi karena Kenaikan Harga Komoditas Global
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.