Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAPAL motor Mitra Kaltim masih bersandar di tepi Sungai Mahakam, wilayah kerja PT Roda Mas, Kecamatan Long Bagun, Kutai Barat, Kalimantan Timur, pekan lalu. Sejumlah aparat menjaga kapal pengangkut 100 ton solar yang diduga ilegal itu. "Barang bukti harus tetap di tempat. Kami tak bisa membawanya ke Polda Balikpapan atau Samarinda," kata Wakil Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fahmi Harsandono kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Satuan Tugas Operasi Pemberantasan Mafia Bahan Bakar Minyak Bersubsidi BPH Migas menangkap kapal itu pada 7 Maret lalu ketika sedang mengalirkan solar ke tangki milik perusahaan kayu, Roda Mas. Seorang anggota satuan dari Badan Intelijen Strategis (Bais) Tentara Nasional Indonesia mengendus ketidakberesan solar yang diangkut. Ia pun memeriksa seluruh dokumen kapal. Tapi nakhoda Saipul Anwar tidak bisa menunjukkan surat-surat yang diminta.
Koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil BPH Migas Edi Mohammad Suhariadi menuding kapal itu melanggar aturan karena tidak dilengkapi izin pengangkutan minyak dan gas serta izin niaga minyak dan gas. Dokumen delivery order sebagai bukti pemesanan barang pun nihil. Nakhoda hanya membawa receipt for bunker (RFB) atau surat penerimaan untuk bunker.
Kapal motor Mitra Kaltim, menurut Edi, melanggar Pasal 53 Undang-Undang Minyak dan Gas. Tanpa izin usaha pengangkutan minyak dan gas, pemilik minyak akan dipidana penjara paling lama empat tahun dan denda maksimal Rp 40 miliar. Adapun tanpa izin usaha niaga minyak dan gas, pengusaha akan dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda maksimal Rp 30 miliar.
Saat ini satgas sedang menunggu hasil uji laboratorium terhadap solar hasil tangkapan. Pengujian dilakukan untuk membuktikan ada-tidaknya pengoplosan dan memastikan apakah solar tersebut termasuk produk bersubsidi. Tindakan pengoplosan, Edi menambahkan, melanggar Pasal 54 Undang-Undang Migas. Sedangkan penggunaan solar bersubsidi untuk industri menabrak Pasal 55. Tim satgas, menurut Edi, sebenarnya menemukan indikasi bahwa solar itu dioplos dengan minyak tanah, tapi hasil uji lab tetap diperlukan.
Sementara Edi menelisik kejanggalan dokumen, di lapangan terjadi perkembangan aneh. Beberapa jam setelah penangkapan, nakhoda tiba-tiba mengantongi dokumen seperti izin berlayar dari dinas perhubungan dan izin niaga dari dinas perindustrian. Namun Edi bergeming. Menurut dia, barang yang diangkut kapal itu adalah produk minyak dan gas. Berdasarkan aturan, izin niaganya harus diperoleh dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas, bukan dari dinas perindustrian.
Juru bicara PT Pertamina, Mohammad Harun, membantah anggapan bahwa solar tersebut termasuk barang subsidi. Solar yang berasal dari Depot Palaran yang dikelola Samarinda Patra Niaga itu dijual kepada agen, yaitu PT Barokah Bersaudara Perkasa, dengan harga keekonomian alias harga industri. Barokah kemudian menjual kepada perusahaan kayu, PT Roda Mas. Transaksi dilakukan on the spot karena Roda Mas bukan pelanggan tetap Barokah.
Solar itu diangkut menggunakan kapal Mitra Kaltim milik Roda Mas di Samarinda. "Transaksi antara Barokah dan Roda Mas putus di sini," kata Harun. Lantas Roda Mas membawa solar ke Long Bagun, wilayah kerja Roda Mas. "Barokah dan Patra Niaga tidak terkait dengan pengangkutan BBM dari Samarinda ke lokasi Roda Mas di Long Bagun."
Di Long Bagun, kapal tersebut diperiksa oleh anggota Bais. Dokumen diambil dan kapal yang sedang bongkar muatan dihentikan untuk ditahan. Pemilik kapal Mitra tidak terima atas perlakuan tersebut, dan melaporkannya ke kepolisian sektor setempat. Roda Mas berkukuh BBM miliknya legal sebagai bagian rantai bisnis grup Pertamina. Mereka menunjukkan dokumen pembelian kepada polisi.
Aparat memang tengah gencar melakukan operasi intelijen untuk menelisik penyalahgunaan minyak bersubsidi. Fahmi menjelaskan, pemerintah membentuk Satgas Operasi Pemberantasan Mafia BBM Bersubsidi yang melibatkan sembilan instansi. Dipimpin BPH Migas, tim ini beranggotakan TNI, Kepolisian RI, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Intelijen Negara, Bais, Kejaksaan Agung, serta Bea dan Cukai.
Kendati satgas belum diresmikan, operasi penindakan telah berjalan. Rencananya, kata Fahmi, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto akan meresmikan satgas dalam waktu dekat. Keberadaan satgas diperlukan untuk koordinasi antarinstansi. Tapi, di lapangan, peran lembaga disesuaikan dengan tugas pokok masing-masing. Informasi, misalnya, diperoleh dari intelijen, tapi tindakan penangkapan dilakukan oleh polisi.
Selama dua bulan pertama tahun ini, satgas menemukan 22 kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi. Sebanyak 22 kasus penyimpangan lain sedang dalam penyidikan, dan dua kasus sedang disidangkan. Kasus-kasus pelanggaran itu melibatkan barang bukti minyak tanah sebanyak 20.777 liter, solar 17.347 liter, dan Premium sebanyak 17.176 liter, atau total 55.300 liter. BPH Migas memperkirakan total kerugian negara mencapai Rp 512,3 juta.
BPH Migas mengendus 25 titik di Indonesia yang rawan penyimpangan penggunaan bensin bersubsidi. Ke-25 titik itu tersebar dari ujung utara Pulau Sumatera hingga Papua. Daerah-daerah tersebut menjadi target satgas operasi, baik lewat operasi darat maupun laut.
Ada beberapa modus penyimpangan penggunaan bahan bakar bersubsidi yang tercium. Ada yang membelokkan solar jatah rakyat ke industri. Ada pula spekulan yang menimbun minyak untuk memperoleh keuntungan saat harga naik. BPH Migas mencatat, kerugian negara yang timbul akibat penyimpangan penggunaan minyak bersubsidi selama 2011 sebanyak 1 juta liter atau senilai Rp 10,82 miliar.
Penyimpangan penggunaan minyak bersubsidi semakin marak senyampang niat pemerintah menaikkan harga bensin dan solar bersubsidi pada 1 April mendatang. Dalam pengantar sidang kabinet paripurna pada 22 Februari lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan harga BBM mau tidak mau mesti disesuaikan dengan kenaikan yang tepat.
Untuk itu, pemerintah harus merevisi pasal dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012, yang telanjur mematok tidak ada kenaikan harga minyak. Revisi dituangkan dalam bentuk RAPBN Perubahan 2012, yang saat ini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintah mengusulkan harga solar dan Premium naik menjadi Rp 6.000 per liter.
Tapi rencana kenaikan harga minyak terancam kandas gara-gara dihadang sebagian fraksi di DPR. Empat fraksi terang-terangan menolak, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Keadilan Sejahtera. Adapun Partai Persatuan Pembangunan mengisyaratkan menolak, sedangkan Golkar masih mengkaji. Kelima fraksi yang menolak memiliki 232 kursi dari 560 kursi yang ada di DPR. Fraksi yang tegas mendukung cuma Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa.
SEJUMLAH sepeda motor bertangki jumbo tiba-tiba mondar-mandir antre dari satu pompa bensin ke pompa bensin yang lain di Balikpapan, Kalimantan Timur. Mereka mengisi penuh tangki gendut yang mampu menampung 16 liter bensin, bandingkan dengan sepeda motor biasa yang cuma muat 8 liter, itu. Modal mereka cuma Rp 96 ribu, lantas bensin dijual eceran Rp 7.500 per botol.
Motor bertangki besar juga banyak dijumpai antre di pompa bensin di jalan lintas Sumatera. Ambil contoh di jalan lintas Indralaya, Ogan Ilir, dan yang terbaru ditemukan di Muara Rupit, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Di Muara Rupit sempat muncul kehebohan. Sebuah motor bertangki tambun hangus terbakar karena tangkinya bocor tepat di depan dispenser.
"Kasus SPBU terbakar di Musi Rawas terjadi karena motor pakai tangki modifikasi, dan kebetulan nyamber mobil di belakang yang tangkinya juga dimodifikasi," kata Asisten Manajer External Relation PT Pertamina Unit Pemasaran II Sumatera Bagian Selatan Robert M.V.
Di Samarinda, Kalimantan Timur, polisi menyita sekitar 5,2 ton solar subsidi yang ditimbun di Kelurahan Lempake, jalan poros Samarinda-Bontang, Rabu pekan lalu. Solar ini dikumpulkan dari orang-orang yang membeli di stasiun pengisian bahan bakar. Polisi telah mengintai aksi penimbunan ini sejak sebulan lalu. Aparat pernah menggerebek, tapi tak menemukan barang bukti. "Hari ini ada kegiatan, kami langsung menggerebek. Dan diperoleh barang bukti 5,2 ton solar," kata Kepala Kepolisian Resor Kota Samarinda Komisaris Besar Arief Prapto Santoso.
Akhir bulan lalu, satgas juga menangkap dua truk tangki yang mengangkut 15 ribu liter solar dan empat truk tangki bermuatan 5.000 liter solar di Karang Asem, Bali. Minyak bersubsidi itu tidak dilengkapi dokumen. Berdasarkan Undang-Undang Minyak dan Gas Nomor 22 Tahun 2001, setiap usaha hilir minyak dan gas bumi harus dilengkapi izin usaha pengolahan, izin usaha pengangkutan, izin usaha penyimpanan, atau izin usaha niaga.
Anggota Komite Eksekutif BPH Migas, Ibrahim Hasyim, menegaskan, penyelewengan minyak bersubsidi akan terus terjadi selama masih ada disparitas harga dengan solar industri. Maka ia setuju bila subsidi dipatok sebesar Rp 2.000 saja. Dengan begitu, disparitas tetap Rp 2.000, tidak berfluktuasi. Maka usaha solar ilegal pun akan surut dengan sendirinya.
Retno Sulistyowati, Parliza (Palembang), Wibisono (Balikpapan), Firman H. (Samarinda)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo