Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tak cuma mendapat pujian atas ketegasannya dalam memberantas pencurian ikan. Tak sedikit pengusaha di sektor ini merasa ikut menjadi korban, padahal mereka mengaku selama ini taat aturan. Dalam hitungan para pengusaha itu, ada potensi kerugian sampai Rp 3 triliun lebih akibat aturan Susi yang mereka sebut "main pukul rata".
Datang ke kantor Tempo bersama Mas Achmad Santosa dan Yunus Husein dari Satuan Tugas Anti-Illegal Fishing, Selasa pekan lalu, Susi berkukuh tak ada yang keliru dengan aturan main yang dibuatnya.
Apa alasan Anda memperpanjang moratorium kapal eks asing hingga enam bulan ke depan?
Ada empat hal yang saat ini sedang diteliti lebih dalam dengan bantuan institusi lain, yaitu kepatuhan bayar pajak, laporan keuangan, laporan hasil pendaratan ikan, dan legalitas pemindahtanganan kepemilikan kapal. Semua itu harus diperiksa. Moratorium juga bukan tentang illegal fishing saja, melainkan juga penyusunan wilayah pengelolaan perikanan (WPP). Ada WPP yang saat ini sudah overfishing. Akan kami atur itu juga. Itu semua butuh waktu.
Sudah ada kapal yang lolos analisis dan evaluasi? Berapa jumlahnya?
Sampai saat ini belum ada kategori lolos. Sudah 907 kapal gugur karena melanggar aturan, seperti memakai trawl dan berbendera asing. Ada 225 kapal lain belum bisa dinyatakan lolos. Saya tidak berpikir ada kategori lolos karena masih kami dalami. Tapi, kalau 907 kapal ini mau appeal, silakan saja. Serahkan saja datanya. Tapi kelihatannya mereka tidak mau appeal. Contohnya kapal Maritim Timur Jaya. Selesai analisis dan evaluasi, mereka tidak bisa jalan lagi. Mereka bilang akan bawa pulang semua kapal keluar, yang sebetulnya that is a funny thing: kapal berbendera Indonesia kok minta pulang? Pulang ke mana?
Yang lolos tidak diumumkan?
Hasil analisis ini tidak kami buka individual untuk di-publish dengan menyebut setiap perusahaan. Karena ada unsur pidana, kami juga enggak mau umumkan. Kecuali yang pidana ini polisi yang nanti turun tangan. Tujuan kami bukan memenjarakan orang, melainkan merestrukturisasi bisnis perikanan. Nantinya asing enggak boleh masuk ke perikanan tangkap, karena itu juga bisa menjadi pintu masuk human trafficking, penyelundupan narkotik, serta penyelundupan senjata dan sebagainya.
Selama moratorium, bagaimana dengan kapal-kapal yang memenuhi aturan yang juga terkena imbas?
Kami tidak bisa bilang mereka (225 kapal) tidak melanggar aturan. Saya siap buka-bukaan.... Apa betul mereka siap? Mau sampai di mana buka-bukaan? Apakah mereka bayar pajak? Lalu 70 persen ekspor lewat pintu mana? Kalau mereka mau banding, silakan. Untuk saya, sampai hari ini 99,99 persen mereka almost not free from illegal fishing.
Anda dinilai mencari-cari kesalahan pengusaha dengan memeriksa laporan keuangan dan pajak serta mengurusi soal obat-obatan terlarang, yang sebenarnya bukan kewenangan Anda....
Ada yang bilang soal keuangan itu bukan teritorial saya. Tapi semua pengusaha yang mengantongi izin perikanan harus memberikan daftar kegiatan usaha setiap tiga bulan sekali. Ini wajib. Sama saja seperti di dunia penerbangan. Saya di Susi Air selalu menyerahkan laporan keuangan. Kalau tidak menyerahkan, tidak diperpanjang izinnya. Ihwal drugs, saya sebagai warga negara hanya menjalankan kewajiban untuk melaporkan jika melihat adanya kejahatan tersebut.
Ihwal kerasnya perlawanan aturan soal cantrang. Apa solusi Anda?
Meski dilarang, nelayan-nelayan asal Jawa Tengah itu tetap melaut. Tidak ada yang shutdown. Sudah saya serahkan aturan itu ke Pak Ganjar (Pranowo, Gubernur Jawa Tengah). Monggo, tapi dengan aturan boleh beroperasi di bawah 30 gross ton dan di bawah 12 mil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo