Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Seandainya tanpa Wiweko

Wawancara dengan a. margana menyangkut keresahan di garuda (pn). (eb)

9 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIR-UT Garuda Wiweko Supono tak bersedia diwawancarai. Juga pimpinan Garuda yang lain. Tapi dalam kesibukan krisis pekan lalu Sugiri, Dirjen Perhubungan Udara, sempat meluangkan waktu untuk sebuah tanya-jawab dengan wartawan TEMPO, A. Margana. Sugiri, 51, perwira tinggi TNI-AU, bekas Sekretaris Militer Presiden diangkat sebagai Dirjen menggantikan Marsekal Muda Kardono, sejak Juli 1979. Berikut ini petikan wawancara itu. Sejauh apa kemajuan yang dicapai Garuda? Kebutuhan masyarakat akan angkutan udara dipenuhi Garuda dengan menambah sebanyak mungkin jumlah pesawat. Frekuensi penerbangan selalu ditambah mengikuti kebutuhan masyarakat. Contohnya. Sekiranya Garuda tak dapat mengembangkan armadanya, penerbangan Jakarta-Surabaya tak bisa dilakukan 10 kali sehari, dan Jakarta-Medan 5 kali sehari, seperti sekarang. Untuk itu, Garuda berusaha menekan cost (biaya). Dalam hal ini, kalau diminta gaji crew sama dengan penerbang asing, jelas tidak mungkin. Di samping untuk mengembangkan armada sendiri, juga untuk menjaga keseimbangan di dalam negeri. Warga Garuda tak lepas dari masyarakat Indonesia. Yang dipermasalahkan karyawan 'kan bukan besarnya gaji, tapi struktur dan sistem penggajian. Tidak benar demikian. Menurut yang mereka ajukan tertulis, mereka minta gaji pokok diselaraskan dengan pegawai negeri, tapi tunjangannya sebesar Garuda sekarang. Hasilnya akan besar sekali. Jadi yang mereka kemukakan di depan umum untuk menarik simpati, tidak sama dengan apa yang tertulis. Lalu bagaimana mengatasi tuntutan karyawan untuk perbaikan struktur gaji yang kelihatannya akan diperjuangkan terus? Kalau masalah kesejahteraan, setiap kali sudah dipertimbangkan. Setiap tahun ada perhitungan dan pengkajian. Sehingga setiap tahun ada kenaikan. Sebelum ada gaji ke-13 pegawai negeri, karyawan Garuda sudah mengenal yang namanya "uang bangku" -- maksimum Rp 100 ribu untuk membantu anak-anak mereka yang bersekolah. Kalau ini disangkal, 'kan tidak wajar? Para karyawan menilai, pimpinan Garuda menganut sistem "habis manis sepah dibuang". Setelah tak bekerja, mereka hanya dapat imbalan sangat kecil. Mereka minta perbaikan. Kenapa tak diungkapkan, bahwa mereka setelah 20 tahun bekerja mendapat tunai Rp 3 juta. Dengan pemikiran pimpinan Garuda, mereka melakukan deposito. Ini tak perlu diambil karena mereka masih bekerja 5 tahun kemudian. Diperhitungkan, setelah 5 tahun itu, mereka akan mendapat lagi Rp 6 juta. Jadi kalau Rp 3 juta didepositokan, 5 tahun kemudian diakumulasi, jadi Rp 5,5 juta, ditambah Rp 6 juta, jadi Rp 11,5 juta. Itu didepositokan lagi, dengan mendapat Rp 100.000 Iebih tiap bulan. Kalau mereka masih bekerja 5 tahun, mereka mendapat Rp 6 juta lagi dari Garuda. Jumlahnya bisa menjadi hampir Rp 22 juta, bila diakumulasikan dengan bunga. Jadi karyawan Garuda pada saat itu kalau sudah tak bekerja lagi sudah punya Rp 22 juta. Ini 'kan menguntungkan? Kenapa ini tak pcrnah dikemukakan oleh mereka? Sampai sekarang, para pilot yang dipecat belum tahu pasti apa alasan pemecatan itu. Apa sebenarnya? Tindakan indisipliner. Kalau kita penerbang hendaknya kita bekerja dan berperilaku sebagai penerbang. Tidak bertindak atau berpikir sebagai anggota direksi, mau ikut mengatur sistem manajemen dan sebagainya. Masing-masing punya peran sendiri sesuai dengan kedudukannya. Kalau di kalangan pers para wartawan minta ikut menentukan policy direksi bagaimana? Dalam menyelesaikan soal tuntutan karyawan sudah dibentuk Panitia Lima. Apa hasilnya? Mereka mengajukan saran tertulis. Tapi tidak bisa mereka memaksakan agar seluruh sarannya diterima. Siapa saja tidak bisa main paksa. Saran yang diterima, diproses dan tuntutan mereka akan ditanggapi kalau sudah siap semuanya. Ini makan waktu. Tak bisa siap satu atau dua minggu. Manajemen sekarang dilahirkan dan dipimpin oleh Wiweko. Apakah aksi para pilot itu dinilai ke arah penggantian Wiweko? Pada akhirnya, kalau kita analisa, arahnya ke sana. Ini yang tidak benar. Mereka tidak menyadari. Seandainya Garuda tidak dikelola menurut policy yang dijalankan Wiweko sekarang, anak-anak itu belum akan jadi penerbang Garuda. Sebab seandainya demikian, kemajuan Garuda tak akan sepesat sekarang, tak akan bisa memiliki 430 penerbang. Paling cuma butuh 200 penerbang. Karena armada jadi sebesar sekarang, pilot-pilot itu diambil, dididik diberi kesempatan belajar, dibiayai Garuda, dijadikan penerbang dengan fasilitas seperti itu. Kalau mereka mau pembayaran yang besar, mungkin Garuda tak berkembang seperti sekarang. Atau kalau itu yang kini dituntut, oke. Tapi Garuda harus menjual pesawat lagi. Kalau F-28 misalnya dijual lagi, berapa tenaga harus dihentikan. Penyelesaian yang dilakukan sekarang, akan bisa tuntas? Kalau mereka berpendirian seperti sekarang, ya memang belum. Yang kita harapkan, mereka sadar. Lihat penerbang TNI-AU. Mereka setiap saat sanggup terbang untuk apa saja. Menghadapi perang pun siap. Kalau seorang penerbang menghadapi persoalan kecil saja sudah tidak siap mental, mau apa lagi? Prajurit tak ada yang mengatakan, saya belum siap mati, pak. Kenapa pihak Direksi Garuda selama ini hanya diam? Pepatah Belanda mengatakan, bicara adalah perak, diam adalah emas. Selama ini direksi Garuda memang tak banyak bicara, tidak memberi penjelasan mengenai manajemen dan perkembangan perusahaan. Tapi di sini yang berlaku rupanya "Kecap nomor satu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus