Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Segepok Insentif bagi Dunia Usaha

Pemerintah merancang paket insentif kebijakan terpadu untuk dunia usaha.

2 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 5 Oktober 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Insentif meliputi kebijakan fiskal, moneter, hingga dukungan pembiayaan lainnya.

  • Pemerintah memetakan sektor usaha menjadi tiga kelompok.

  • Persoalan umum yang dihadapi sektor usaha adalah turunnya permintaan akibat pandemi Covid-19.

JAKARTA - Pemerintah merancang paket insentif kebijakan terpadu untuk dunia usaha. Insentif tersebut meliputi kebijakan fiskal, moneter, hingga dukungan pembiayaan lainnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, paket kebijakan diterbitkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi pada 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pembiayaan dunia usaha membutuhkan (diberikan kepada) sektor usaha yang harus pulih lebih dulu,” ujarnya, kemarin. Perihal syarat tersebut, Komite Stabilitas Sistem Keuangan kemudian mengidentifikasi sektor-sektor usaha prioritas yang menjadi andalan pertumbuhan di tengah pandemi untuk mendapat insentif pembiayaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Insentif pertama dari sisi kebijakan fiskal dilakukan dengan melanjutkan pelbagai insentif perpajakan yang telah dikucurkan tahun lalu. Tujuannya meningkatkan ketahanan sektor usaha, terutama dalam hal pendapatan dan arus kas.

“Kami mempertajam program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dengan fokus meringankan biaya produksi dan membantu menjaga arus kas,” ujar Sri. Selain itu, Kementerian Keuangan akan terus memberikan insentif perpajakan, kepabeanan, dukungan melalui belanja negara, serta pembiayaan.

Seorang pramusaji di Pantai Seminyak, Kabupaten Badung, Bali, 7 Januari 2021. Johannes P Christo

Secara umum, insentif kebijakan fiskal akan terdiri atas kebijakan yang dapat berlaku untuk seluruh sektor, dan kebijakan yang bersifat spesifik untuk sektor-sektor tertentu. Pemerintah lantas memetakan sektor usaha menjadi tiga kelompok.

Pertama, kelompok yang memiliki daya tahan kuat, seperti sektor informasi dan komunikasi, serta industri makanan dan minuman. Kedua, kelompok penggerak pertumbuhan, seperti industri pengolahan. Adapun kelompok ketiga ialah kelompok yang terkena dampak paling parah dan butuh waktu panjang untuk pulih.

Berdasarkan hasil pendalaman melalui diskusi dengan 25 asosiasi yang mewakili 20 sektor usaha, Kementerian Keuangan mengetahui bahwa persoalan umum yang dihadapi sektor usaha adalah turunnya permintaan akibat pandemi Covid-19.

Menurut Menteri Sri, hampir tidak ada sektor usaha yang luput dari dampak pandemi. Mayoritas sektor mengalami penurunan permintaan secara signifikan, terutama sektor jasa terkait dengan pariwisata, perdagangan, dan manufaktur.

Pegawai tengah menata makanan dan minuman di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, 1 Juli 2020. Tempo/Tony Hartawan

“Menurunnya permintaan membuat pendapatan menurun dan berdampak pada arus kas,” kata dia. Pada saat yang sama, pelaku usaha dihadapkan pada sulitnya akses terhadap kredit karena persepsi risiko dari perbankan, dan terbatasnya akses terhadap bahan baku serta penolong.

Sri Mulyani mengungkapkan, insentif fiskal itu berbentuk keringanan perpajakan, seperti tax allowance, tax holiday, serta pajak ditanggung pemerintah. Selain stimulus fiskal, pemerintah memberikan stimulus moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran, kebijakan prudensial sektor keuangan, penjaminan simpanan, serta penguatan struktural.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan, bank sentral akan melonggarkan kebijakan moneter dengan tetap memperhatikan stabilitas sistem keuangan. “Stabilitas nilai tukar rupiah dijaga suku bunga rendah, dan likuiditas longgar kami pertahankan sampai ada tanda-tanda inflasi meningkat.”

Dari sisi makroprudensial, Perry mengimbuhkan, Bank Indonesia mendorong perbankan meningkatkan pembiayaan inklusif, berupa kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); masyarakat berpenghasilan rendah; dan kelompok subsisten melalui kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso berujar, hingga akhir 2020, pertumbuhan kredit perbankan masih terkontraksi sebesar -2,41 persen secara tahunan. Menurut dia, penyaluran kredit kepada UMKM yang menyusut sejak Maret 2020 menekan penyaluran kredit secara keseluruhan. “Akibatnya, profitabilitas perbankan juga menurun karena suku bunga rendah dan permintaan kredit lemah,” kata dia. Laba bersih perbankan nasional sepanjang 2020 dilaporkan menyusut 33,08 persen.

GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus