Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sejumlah Asa dari Hamparan Bunga di Tengah Laut Tempat Sriwijaya Air Jatuh

Tak sedikit yang berharap proses pencarian korban kecelakaan Sriwijaya Air dilanjutkan.

23 Januari 2021 | 08.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Air muka kesedihan tak bisa disembunyikan para penumpang di Kapal Republik Indonesia (KRI) Semarang-594 yang menghadiri prosesi tabur bunga untuk para korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Jumat pagi, 22 Januari 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tepat pukul 09.30 WIB, kapal sampai di lokasi jatuhnya pesawat. Butuh 3 jam perjalanan untuk mencapai lokasi ini, sejak berangkat dari Terminal JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pukul 06.15 WIB.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kapal jenis Landing Platform Dock (LPD) yang dipimpin oleh Letkol Laut (P) Afrilian S. Timur M.Tr.Hanla ini memang hanya melaju dengan kecepatan 12 knot, dari kecepatan maksimal 16 knot. 

Saat itu cuaca cerah, lautan sunyi, namun angin laut bertiup kencang. Segenggam demi segenggam bunga berwarna merah dan putih dilemparkan ke laut. Ada yang berusaha tegar, tak sedikit yang tertunduk terisak menangis memegangi pinggiran kapal.

Tak hanya para keluarga korban, tim dari TNI Angkatan Laut, Basarnas, hingga awak kabin Sriwijaya Air dengan seragam dinas ikut menabur bunga. Inilah tanda penghormatan terakhir mereka untuk para korban yang meninggal, ataupun belum ditemukan hingga hari ini.

Di antara para keluarga korban, ada Azwar yang menceritakan perihal cita-cita keponakannya, Hafiz, untuk meneruskan studinya sampai ke jenjang pascasarjana di Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Untuk sesaat, mimpi itu buyar tatkala mahasiswa semester 7 ini menerima kabar duka akhir pekan lalu: ayah dan ibunya menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182.

Kejadian ini begitu memukul Hafiz dan adik kandungnya, yang sekarang juga masih mondok di Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Di tengah kesedihan ini, Hafiz pasrah dan tak ingin lagi melanjutkan studinya tersebut.

Tapi Azwar tak ingin membiarkan keponakannya larut dalam rasa putus asa, apalagi sampai menghentikan cita-citanya tersebut. Ia mengingatkan Hafiz bahwa kedua orangtuanya punya harapan besar agar ia menyelesaikan studi tersebut.

"Mau orang tua kemarin, dedek (Hafiz) harus selesai," kata Azwar, salah satu penumpang menceritakan kisahnya kepada Tempo di atas KRI.

Pada Sabtu, 9 Januari 2021, pesawat Sriwijaya Air yang ditumpangi orang tua Hafiz jatuh di perairan Kepulauan Seribu, antara Pulau Lancang dan Pulau Laki. Pesawat jatuh saat terbang dari Bandara Soekarno-Hatta, Banten, ke Pontianak, Jawa Timur.

Seroang wanita menangis saat acara tabur bunga korban Sriwijaya Air SJ182 di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Jumat, 22 Januari 2021. Acara tabur bunga tersebut dilakukan diatas KRI Semarang dalam rangka memberikan penghormatan terakhir kepada korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 di perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021. TEMPO/Muhammad Hidayat

Setelah berjalan selama 13 hari, operasi SAR dihentikan pada Kamis, 21 Januari 2021, tim evakuasi telah mengumpulkan 324 kantong jenazah. Namun dari jumlah tersebut, baru 43 dari 62 penumpang pesawat yang berhasil diidentifikasi oleh tim DVI Mabes Polri.

Salah satunya adalah ibu dari Hafiz, yang merupakan kakak dari Azwar. Sementara untuk sang ayah, belum ada informasi apapun hingga hari ini.

Azwar telah mengetahui bahwa proses pencarian korban dihentikan pada Kamis sore. Sebab sehari sebelumnya, sudah ada pembicaraan terkait hal ini dengan keluarga korban di Hotel Mercure, Kuningan, Jakarta, tempat para keluarga korban menginap selama operasi SAR.

Menurut Azwar, pihak keluarga sudah mengikhlaskan kejadian ini dan menganggapnya sudah jalan takdir dari yang maha kuasa. Meski demikian, Azwar dan keluarga masih berharap proses pencarian korban terus dilakukan, sekecil apapun.

Dengan begitu, jasad dari ayah Hafiz bisa ditemukan dan dikebumikan dengan layak, seperti ibunya. "Harapan kami begitu," kata Azwar yang juga tinggal di Ponorogo ini. Azwar tak sendiri, Ia ikut prosesi tabur bunga ini bersama Heri, saudara dari ayah Hafiz.

Bukan hanya Azwar, harapan serupa juga disampaikan oleh Dade, salah satu anggota keluarga korban. Dalam kejadian ini, paman Dade yang menjadi korban, berserta sang istri. Keduanya juga meninggalkan dua orang anak.

Hingga hari ini, baru istri dari paman Dade yang sudah ditemukan dan berhasil diidentifikasi. Sehingga, pria yang tinggal di Bandung, Jawa Barat, ini sangat berharap proses pencarian korban bisa terus dilakukan, sehingga jasad pamannya bisa ditemukan.

Dade mendengar kabar kalau DVI Mabes Polri akan kembali mengumumkan korban yang berhasil diidentifikasi. Ia sangat berharap, salah satu korban tersebut adalah pamannya. Sehingga, bisa dikebumikan seperti sang istri, yang telah lebih dulu dimakamkan di Ketapang, Kalimantan Barat. "Mudah-mudahan saja," kata dia.

Petugas membawa kantong yang berisi puing pesawat Sriwijaya Air SJ182 di Posko Sar Bersama Sriwijaya Air di Terminal JICT 2, Jakarta, Kamis, 21 Januari 2021. Operasi pencarian pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada 9 Januari 2021 resmi dihentikan setelah sebelumnya diperpanjang sebanyak dua kali. TEMPO/Muhammad Hidayat

Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI (Purn) Bagus Puruhito sebelumnya telah menyatakan operasi SAR dihentikan. Keputusan ini, kata dia, diambil berdasarkan pertimbangan tim pencari di lapangan dan diskusi dengan keluarga korban.

Meski operasi SAR dihentikan, pemantauan dan monitoring akan terus dilakukan. Bagus memastikan ketika ada laporan masyarakat yang menemukan bagian korban pesawat Sriwijaya Air SJ-182, Basarnas akan langsung menindaklanjutinya.

Kini, hamparan bunga sudah bertaburan memenuhi permukaan laut. Sebagian mungkin sudah tergulung oleh ombak, namun doa terus dipanjatkan dan asa ditebarkan agar pencarian korban Sriwijaya Air tak benar-benar berhenti. Begitu juga harapan besar agar tak lagi ada kejadian kecelakaan pesawat di masa mendatang.

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus