Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) menyatakan dukungannya terhadap wacana pemotongan anggaran perjalanan dinas. Menurut Bernard Allvitro, peneliti Seknas Fitra, pemangkasan belanja perjalanan dinas sejalan dengan prinsip good governance yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 113/PMK.05/2012, yaitu selektif, efisiensi, akuntabilitas, dan ketersediaan anggaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kebijakan ini mendorong kementerian dan lembaga untuk lebih selektif dalam merencanakan perjalanan dinas,” kata Bernard dalam rilis resminya seperti dikutip Selasa, 19 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lebih jauh, pengurangan perjalanan dinas juga mendukung peningkatan efisiensi dalam penggunaan sumber daya secara keseluruhan. Menurut Bernard, selain hemat biaya, waktu yang biasanya digunakan untuk perjalanan dapat dialokasikan untuk tugas-tugas lain yang lebih produktif.
“Perjalanan yang tidak esensial atau yang dapat digantikan dengan teknologi komunikasi jarak jauh, seperti rapat daring, harus dikurangi,” ucapnya.
Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Tahun 2023 yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tercatat ada penyimpangan belanja perjalanan dinas hingga Rp 39,26 triliun. Penyimpangan tersebut terjadi pada 46 kementerian dan lembaga.
Bentuk penyimpangan belanja tersebut terbagi dalam empat kelompok. Yang pertama adalah belum adanya bukti pembayaran, perjalanan dinas fiktif, belanja perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan/kelebihan pembayaran, dan penyimpangan perjalanan dinas lainnya.
Selain itu, data dari Seknas Fitra juga menunjukkan adanya tren peningkatan belanja perjalanan dinas dari tahun 2021 hingga 2023. Kenaikan belanja perjalanan dinas per tahunnya mendekati angka Rp 10 triliun. Meskipun meningkat, perlu dicatat bahwa kenaikan ini harus mempertimbangkan dengan total belanja pada masing-masing kementerian untuk menghitung persentasenya.
Pengelolaan anggaran yang efektif dan efisien, kata Bernard, mutlak dibutuhkan. Apalagi saat ini kementerian dan lembaga yang ada jumlahnya bertambah semakin banyak yang tentunya akan menyedot anggaran yang semakin banyak pula.
“Upaya ekstensifikasi pendapatan negara melalui kenaikan tarif pajak merupakan langkah yang berpotensi blunder. Pemerintah harus lebih banyak fokus pada efisiensi belanja negara,” ujar Bernard.
Sebelumnya Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan penghematan perjalanan dinas. Penghematan tersebut akan membuat realisasi anggaran belanja Kemenkeu tahun 2024 diproyeksikan hanya mencapai sekitar 93,17 persen dari total target realisasi belanja sebelumnya.
Dengan adanya penghematan sekitar 7 persen tersebut, maka diperkirakan Kemenkeu akan menghemat dana sekitar Rp 3 triliun. Diketahui, pagu anggaran Kemenkeu yang disetujui oleh DPR untuk tahun 2024 ini berada di kisaran Rp 48,35 triliun.
Pilihan Editor: Ombudsman Temukan Aspek Perizinan Jadi Potensi Maladministrasi dalam Tata Kelola Industri Kelapa Sawit