Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kinerja keuangan PT Sepatu Bata Tbk. (BATA) terus mengalami catatan negatif. Perusahaan sepatu legendaris ini terpaksa menjual sejumlah aset karena mengalami kerugian dan penurunan penjualan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Perusahaan Sepatu Bata, Hatta Tutuko menyampaikan bahwa pada laporan keuangan konsolidasian interim per 30 September 2024, Perseroan mengalami penurunan aset sebesar 21,7 persen dari 31 Desember 2023. Saat ini Sepatu Bata memiliki aset senilai Rp 458 miliar, menyusut dari Rp 585 miliar pada akhir tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Penurunan aset disebabkan penjualan aset tetap berupa gedung kantor,” ujar Hatta dalam keterangan resminya, Kamis, 31 Oktober 2024.
Selain akibat penjualan gedung kantor, terjadi penurunan hak guna sewa karena penutupan toko yang merugi. Serta, terjadi penurunan persediaan karena penjualan dengan promosi atas barang bersediaan yang tidak laku.
Selain itu, perusahaan ini tercatat memiliki total liabilitas senilai Rp 456 miliar. Di dalam liabilitas tersebut, tercatat ada utang usaha jangka pendek sebesar Rp 212 miliar. Sementara itu, rugi periode berjalan Bata hingga September 2024 mencapai Rp 129 miliar.
Sebelumnya, perusahaan ini sempat mengumumkan rencananya menutup pabrik produksi sepatu di Purwakarta, Jawa Barat. Setelah tiga dekade beroperasi, keputusan ini diambil, karena penurunan permintaan konsumen yang berdampak merugikan perusahaan.
Pengumuman tersebut terjadi setelah keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada 2 Mei 2024. “Dengan adanya keputusan ini, maka perseroan tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta,” keterangan tertulis dari Hatta pada 2 Mei 2024.
Penjelasan manajemen, selama empat tahun belakangan perusahaan telah berupaya keras mengatasi tantangan dan kerugian dalam industri. Dampak buruk pandemi dan perubahan cepat perilaku konsumen menjadi faktor utama yang mempengaruhi kondisi ini. Produk yang diproduksi di pabrik terus menurun. Kondisi tersebut masih terus berlanjut hingga sekarang.