Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Serangan gappri, part ii

Gappri bertekad untuk mendapat hak sebagai penyangga harga cengkeh dengan cara mendirikan pt inti kretek. menyebarkan selebaran bernada keras. brp dituduh melancarkan politik pecah belah.

28 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEKISRUHAN di sektor tata niaga cengkeh, tampaknya, masih akan berkesinambungan. Pertarungan bahkan memasuki babak baru. Soalnya, PT Bina Reksa Perdana (BRP) yang dimotori oleh Tommy Hutomo Mandala Putera, maupun Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), tidak bergeser satu senti pun dari keyakinan masing-masing. BRP, misalnya, tetap tidak sudi menyertakan pengusaha pabrik rokok sebagai salah satu anggota konsorsiumnya. Gappri juga tak ingin BRP jalan sendiri, dan memonopoli perdagangan cengkeh. Pertarungan antara kedua kubu itu pekan lalu tiba-tiba meruncing. Picunya ada pada Gappri, yang menerbitkan dua lembar selebaran yang lalu dibagikan ke media massa. Selebaran itu bernada keras. Mulai dari butir satu hingga tujuh -- di situ ada 11 butir pernyataan -- Gappri kembali mengulangi tekadnya. Asosiasi ini ingin mendapat hak sebagai penyangga harga cengkeh, melalui PT Inti Kretek yang sengaja didirikan oleh para pengusaha rokok, di samping BRP dan PT Kerta Niaga. Selain itu, Gappri juga berjanji akan mendukung imbauan Presiden Soeharto, yang menganjurkan agar pabrik rokok tidak memiliki stok cengkeh untuk masa di atas satu tahun. Namun, dengan catatan, Kerta Niaga harus segera melepas stok miliknya (diperkirakan sekitar 22 ribu ton). Untuk itu, akhir Juni lalu, Gappri meminta kepada Pemerintah, c.q. Dewan Stok Nasional Departemen Keuangan, agar Kerta Niaga secepatnya melepas stok tersebut. BRP kabarnya berhasil menghalangi hal ini. "Mereka (BRP, maksudnya) mengajak Kerta untuk menjual bersama-sama," kata sebuah sumber TEMPO di Gappri. Pada butir delapan, Gappri kembali "menembak". Menurut pernyataan itu, BRP telah melancarkan politik divide et impera di kalangan pengusaha rokok. Caranya, beberapa pengusaha rokok kecil ditawari cengkeh dengan harga Rp 6.500, asalkan pada umum mereka mengakui, telah membeli dengan harga Rp 12.500 per kilo. Mereka, bahkan, harus membuat pernyataan tidak keberatan dengan harga setinggi itu. "Untunglah, karena rasa kebersamaan yang kuat, tak satu pun anggota kami yang menerima tawaran itu," kata seorang pengusaha rokok besar di Jawa Tengah. Disebutkan adanya beberapa pabrik kecil yang ditawari -- misalnya PR Jitu dan PR Kompor (keduanya di Solo), dan PR Alang-Alang di Madiun. Selain itu, pabrik besar bersikap melindungi pabrik kecil. Selain pembebasan dari iuran keanggotaan Gappri, biaya pengobatan dan santunan untuk pekerja PR kecil dipasok oleh pabrik-pabrik besar, juga melalui Gappri. Dan satu hal yang cukup penting, kebutuhan cengkeh PR kecil juga diatur oleh PR besar. Pada butir sembilan, Gappri menuduh bahwa tidak benar BRP telah berhasil menyangga harga cengkeh. Nyatanya, BRP seperti spekulan yang juga memborong dengan harga rendah. Tuduhan ini diperkuat oleh seorang pengusaha dari Ja-Tim. Konon, adalah Tjia Ing Tik, raja pala Manado, yang awal 1989 membeli cengkeh secara besar-besaran dengan harga Rp 3.000 sekilo. Ujung-ujungnya, hasil pembelian itu ditawarkan kepada pabrik rokok, dan ditolak. Ing Tik pun lalu menggandeng Tommy untuk mendirikan BRP. Isu tentang Ing Tik, yang populer di kalangan petani cengkeh Sulawesi Utara itu, maupun tembakan Gappri lainnya, belum ditangkal oleh BRP. Usaha TEMPO untuk menghubungi direksi BRP -- baik di Jakarta maupun Medan -- hingga Sabtu tengah malam belum membawa hasil. Kabarnya, akhir pekan lalu beberapa pimpinan BRP tengah menjajaki kemungkinan ikut reli mobil di Medan. Maka, salah benarnya tuduhan Gappri, sampai majalah ini terbit, belum dapat dicek pada pihak yang bersangkutan. Budi Kusumah dan Bandelan Amarudin (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus