EFEK bola salju dari Inpres No. 5/1988 sudah mulai merasuk ke BUMN-BUMN di lingkungan Departemen Pertanian. Niat baik pemerintah untuk melakukan pembenahan BUMN telah diterjemahkan Menteri Pertanian Wardojo, dalam upaya mempekerjakan manajer-manejer profesional -- khusus memimpin BUMN dalam lingkungan Departemen Pertanian. Rencana itu memang belum dimulai, tapi beritanya sudah tersebar sejak pekan silam. Gaji Rp 4 juta per bulan sudah disiapkan bagi manajer yang terpilih. Ini sesuai dengan ukuran Departemen Keuangan, yang menyebutkan gaji terendah seorang direktur utama BUMN adalah Rp 4 juta/bulan. Direksi yang sekarang masih memimpin, menurut Menteri Wardojo, "kalau mau pensiun ya dipensiunkan. Kalau mau tetap jadi karyawan, ya tetap jadi karyawan perusahaan negara, dengan ketentuan gaji dan santunan sosial yang berlaku." Kalau tetap ingin berada dalam deretan direksi, maka statusnya sebagai pegawai perusahaan negara harus ditanggalkan alias bersedia pensiun. Sebab, sebagai bagian dari jajaran manajer puncak, yang bersangkutan akan digaji sebagai tenaga profesional, bukan sebagai pegawai negeri lagi. Pola ini sudah dirintis pada tahun 1988 oleh Bio Farma, sebuah BUMN di bawah Departemen Kesehatan, yang berkedudukan di Bandung. Persoalannya, tidak semua bekas direksi bisa memenuhi syarat untuk menjadi manajer profesional. Paling tidak, seperti dikatakan oleh Dirjen Moneter Oscar Suryaatmadja, sekarang ini kesempatan untuk jadi manajer terbuka untuk pegawai negeri maupun swasta -- bukan hanya mengandalkan orang dalam (pegawai negeri). Kelak, peluang ini tentu menjurus kepada persaingan terbuka. Toh Oscar membantah, kalau ada yang mengatakan bahwa manajemen BUMN dipegang oleh orang-orang yang tidak profesional. "Hanya perlu peningkatan. Sebab, kalau mau meraih laba, perusahaan-perusahaan itu harus dikelola secara profesional," begitu alasannya. Di bawah Departemen Pertanian, bernaung lebih dari 35 BUMN. Hasil survei yang dilakukan Kantor Menko Ekuin dan Departemen Pertanian terhadap kegiatan selama tiga tahun (1985-1987) menunjukkan, separuh dari BUMN yang kita kenal dengan sebutan PTP (Perseroan Terbatas Perkebunan) itu ternyata masuk kategori tidak sehat. Data itu kemudian disampaikan oleh Menteri Wardojo ke hadapan anggota DPR, pada September 1988. Kini, dua tahun kemudian, kondisinya tidak berubah banyak. Menurut Menteri Muda Pertanian Prof. Dr. Sjafrudin Baharsjah dalam wawancaranya dengan majalah Swa edisi Juli tahun ini, ada beberapa BUMN, termasuk PTP, yang dinyatakan sehat. Tapi banyak pula yang kurang sehat, bahkan tidak sehat, seperti PTPerkebunan XXVII. Di luar perkebunan sektor perikanan masuk klasifikasi kurang sehat. Yang di sektor peternakan juga mengalami kesulitan. "PT Pertani dan Perum Sang Hyang Seri pun masih kami subsidi," kata Sjafrudin. Langkah-langkah untuk mengatasi belitan persoalan itu antara lain berupa manajemen kontrak, seperti dilakukan PTP XXVII. Kemudian tindakan restrukturisasi modal. Juga ada usaha buka pintu bagi swasta, seperti dilakukan PTP XI, yang membuka proyek hortikultura di Serpong, dengan mengajak kerja sama PT Hero. PTP VII yang akan membuka lahan 100 ha di Kalimantan Timur juga mengundang swasta. Lebih dari semua itu, tak kalah pentingnya adalah pembenahan manajemen meliputi sistem manajemennya dan manajernya. Manajer profesional yang kondang sepert Tanri Abeng berpendapat, kalau cuma manajer puncaknya yang diganti, belum tentu akan menolong. "Harus diikuti oleh langkah berikutnya," katanya. Misalnya, struktur BUMN itu harus diubah. Misinya harus jelas, misi cari untung atau misi sosial. Ketiga, perusahaan harus ditata secara keseluruhan, dari direksi sampai karyawan paling bawah. "Kalau direksinya sudah berubah tapi karyawannya belum bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan pertumbuhan, ya sulit juga." Pendapat Tanri ini banyak benarnya. Lalu untuk memilih manajer puncak, setidaknya harus berdasarkan dua pertimbangan. Direktur Institut Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (IPPM), Anugerah Pekerti, mengatakan ada top manager yang transferable -- seperti kasus John Collins dari Pepsi Cola pindah ke Apple Computer. Ada pula teori yang mengatakan, pada tingkat tersebut diperlukan dukungan pengetahuan yang sesuai dengan bidangnya. "Kalau menurut saya, untuk manajer di lingkungan Departemen Pertanian, mestinya yang sudah kenal dengan persoalan pertanian, agribisnis," Anugerah menekankan. "Kalau tidak, perlu adaptasi yang lama, kendati posisinya dalam top management." Kecuali itu, dari pihak BUMN sendiri harus ada perubahan sikap. Artinya, harus mampu melakukan inovasi dan lepas dari kekakuan birokrasi. "Saya rasa tidak ada gunanya mengambil orang-orang swasta, selama BUMN masih tetap dibatasi gerakannya," kata Sjafrudin Baharsjah. MC dan Bambang Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini