Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja PT Bank Tabungan Negara Tbk dan Serikat Pekerja PT Bank Rakyat Indonesia Tbk menyatakan sikap atas hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa terkait penetapan Suprajarto menjadi Dirut PT BTN pada 29 Agustus 2019. Pernyataan itu disampaikan Ketua Umum SPBRI Ruslina Harsono dan Ketua Umum DPP SP BTN Satya Wijayantara.
"Mendukung sikap Suprajarto yang menolak hasil RUPS LB BTN dalam poin mengangkat Suprajarto sebagai Dirut BTN," kata mereka dalam pernyataan bersama secara tertulis Kamis, 29 Agustus 2019.
Kemarin, dalam RUPSLB BTN, Suprajarto yang sebelumnya menjabat Direktur Utama BRI ditunjuk untuk menggantikan Maryono sebagai Direktur Utama BTN. Namun secara mengejutkan, ia menolak posisi barunya dan justru memilih untuk mengundurkan diri.
Serikat pekerja meminta Menteri Negara BUMN Rini Soemarno untuk menghormati prinsip-prinsip Good Governance dan pelaksanaan manajemen karir bagi bankir di lingkungan BUMN melalui talent management system yang fair.
Mereka juga menilai tugas kepada Suprajarto sebagai Dirut BTN setelah sebelumnya menjabat sebagai Dirut BRI pada dasarnya sebuah pelecehan profesi. Hal itu, mereka nilai berpotensi menimbulkan kemarahan bagi ribuan alumni BRI yang tersebar di seluruh NKRI, termasuk juga di BTN.
"Karena penugasan diberikan dari BRI kepada BTN yang dari ukuran kapasitasnya BTN jauh lebih kecil dari Bank BRI (asset BTN 25 persen asset BRI)," kata Ruslina dan Satya.
Mereka juga meminta kepada seluruh pejabat di lingkungan BUMN untuk menahan diri dengan tidak mengambil keputusan politik apapun sampai dengan pelantikan Presiden Jokowi tanggal 10 Oktober 2019 sesuai dengan imbauan Ketua KSP Moeldoko.
Setelah ditunjuk RUPSLB BTN untuk mengisi posisi Direktur Utama BTN, Suprajarto menolaknya. "Oleh karena atas penetapan itu saya tidak dapat menerima keputusan itu, saya memutuskan mengundurkan diri dari hasil RUPSLB BTN," kata Suprajarto saat konferensi pers di Te Sate, Jakarta Pusat, 29 Agustus 2019.
HENDARTYO HANGGI | EKO WAHYUDI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini