Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Setelah Menteri Fadel Jengkel

Belasan ribu ton garam impor masuk pada saat panen raya. Harga garam lokal pun turun. Kondisi ini memicu kemarahan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad. Ia mendesak Menteri Perdagangan Mari Pangestu membatasi impor garam.

22 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertemuan di ruang rapat Dewan Pertimbangan Presiden, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Senin pekan lalu, berlangsung panas dan tegang. Para petani garam anggota Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia saling tuding dengan pengusaha garam dari Asosiasi Produsen Garam Konsumsi Beryodium. Siang itu, belasan pelaku pergaraman nasional dipertemukan oleh anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Ginandjar Kartasasmita. Sebelumnya, Ginandjar-lah yang akan memimpin rapat. Lantaran Ginandjar ada keperluan mendadak, Ace Hasan, anggota staf ahlinya, memimpin persamuhan itu.

Selama hampir dua jam, perwakilan petani, produsen, sekaligus importir garam beradu argumen. Petani kecewa karena banjir garam impor membuat harga komoditas itu anjlok. Petani juga meminta produsen dan importir berkomitmen menyerap garam sesuai dengan ketentuan pemerintah. Tak kalah sengit, produsen dan importir membela diri. Mereka merasa sudah membeli garam lokal sesuai dengan stok di sentra-sentra produksi. "Sampai Ace berkali-kali menenangkan peserta pertemuan," kata Ketua Asosiasi Petani Garam Syaiful Rahman kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.

Dalam tiga minggu terakhir, garam memang menjadi isu panas. Bermula dari protes Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad atas masuknya 11.800 ton garam dari India ke Pelabuhan Ciwandan, Banten, 4 Agustus lalu. Barang impor itu dianggap ilegal karena datang pada saat panen raya garam. Sesuai dengan aturan pemerintah, garam impor tak boleh masuk Indonesia selama Juli hingga Desember 2011. Atas desakan Fadel, Bea dan Cukai menyegel garam impor milik PT Sumatraco Langgeng Makmur tersebut.

Bekas Gubernur Gorontalo itu memang gerah dengan garam impor. Maklum saja, Fadel punya program pemberdayaan usaha garam petani dan swasembada garam 2014. Tahun ini Fadel menargetkan produksi garam nasional mencapai 1,2 juta ton.

Direktur Keuangan PT Garam, Yulian Lintang, mengungkapkan, pada 4 Mei lalu ada pertemuan antara Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan, Badan Meteorologi dan Geofisika, serta pelaku pergaraman nasional. Salah satu isi pertemuan yang dipimpin Direktur Kimia Kementerian Perindustrian Tony Tanduk itu membahas prediksi masa panen garam pada Agustus-Oktober 2010. "Masa panen garam dan impornya dibahas dalam pertemuan itu," ujarnya. Penentuan perkiraan masa panen itu penting agar pengusaha tidak gencar mengimpor garam saat panen raya.

Fakta di lapangan berbicara lain. Garam impor masuk justru saat para petani di seluruh Indonesia memulai panen garam pada awal Agustus. Garam impor pun membanjiri sejumlah daerah. Menurut Syaiful, sekitar 180 ribu ton garam impor sudah masuk pasar Sumatera. Puluhan ribu ton garam asing juga merangsek ke pasar-pasar di Jawa. "Harga garam lokal sampai jatuh di bawah Rp 450 per kilogram," katanya.

l l l

Fadel mendekati Mari di sela-sela rapat kabinet Kamis siang, 11 Agustus lalu. Dengan nada agak tinggi, orang nomor satu di Kementerian Kelautan dan Perikanan itu memprotes Menteri Mari karena dianggap membiarkan garam impor masuk saat panen raya. Fadel mendesak koleganya itu membatasi impor agar petani garam lokal terlindungi. Mari, kata Fadel, sempat menjelaskan impor garam masih dibutuhkan lantaran produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi, terutama industri.

Fadel semakin jengkel. Ia lalu menanyakan rencana angka impor garam. Mari, ujar Fadel, menjawab impor garam konsumsi sampai Agustus ini sekitar 923 ribu ton. Fadel terkejut karena, berdasarkan perhitungannya, kebutuhan garam makan-tak termasuk garam buat industri-sekitar 1,6 juta ton. Dengan produksi dalam negeri 1,2 juta ton, impor garam mestinya hanya sekitar 400 ribu ton. "Saya bilang ke dia (Mari Elka), kalau segitu (900 ribu ton), habis dong jatah produksi petani lokal," kata Fadel menceritakan pertemuannya dengan Mari. Tak jauh dari keduanya, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan memperhatikan perdebatan kedua koleganya yang sama-sama berkantor di kawasan Ridwan Rais, Jakarta Pusat, itu.

Mari Elka belum bisa dimintai konfirmasi. Pertanyaan Tempo langsung lewat pesan pendek kepada Mari ataupun anggota stafnya, Made Marthini, belum berbalas. "Nanti saya cek pertanyaan ini," ujar Made. Adapun Zulkifli enggan mengomentari "pertengkaran" kecil antara Fadel dan Mari Elka. "Tak relevan. Nanti saya dibilang mengadu-adu," ujarnya.

Penjelasan datang dari Direktur Impor Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan, anak buah Mari. Menurut Partogi, izin impor garam ditentukan berdasarkan rapat antarkementerian, termasuk Kementerian Kelautan. Jatah impor garam Mei-Juli ditetapkan 495 ribu ton. Impor garam dilakukan lantaran stok awal 2011 cuma 270 ribu ton, hanya cukup buat dua bulan. Padahal kebutuhan garam nasional saban bulan 130 ribu ton.

Namun Partogi mengakui kedatangan belasan ribu ton garam impor di Ciwandan memang tidak diperbolehkan karena masa izinnya berakhir 31 Juli lalu. Pengiriman itu telat lantaran kapal pengangkut mengalami gangguan teknis. "Garam telanjur masuk pelabuhan," ujarnya.

Wakil Direktur Sumatraco Sanny Tan membenarkan keterangan Tony. Sumatraco, kata dia, telah mengantongi izin impor dari Kementerian Perdagangan hingga 31 Juli. Kapal berangkat dari India pada 18 Juli dan seharusnya tiba pada 28 Juli. "Kapal berangkat dari India sesuai dengan jadwal," ujarnya. Tapi, dalam perjalanan, ada gangguan cuaca sehingga baru bisa bersandar di Indonesia pada 4 Agustus. "Itu bukan kesengajaan, tapi karena faktor alam."

Angin kemudian bertiup ke arah Kementerian Kelautan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyelesaikan kisruh garam impor. Seusai rapat kabinet 11 Agustus itu, Hatta bertemu dengan Fadel. "Hatta seide dengan saya. Petani garam harus dilindungi," ujar Fadel.

Belakangan, kata Fadel, Mari Elka mengundang para direktur jenderal seluruh Kementerian Perekonomian. Topiknya tentang kebijakan pembatasan impor garam. "Impor garam konsumsi tak akan diberikan sampai Maret 2012," kata Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan Sudirman Saad kepada wartawan di Jakarta.

Palu sudah diketok. Tapi Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Garam Tanu Wihodhino meminta pemerintah dan petani melihat persoalan impor garam secara obyektif. Tahun lalu, kata dia, terjadi gagal panen garam. Tak satu pun petani bisa memproduksi garam, sehingga importir terpaksa mendatangkan tiga juta ton untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri. Tahun ini, ujarnya, importir sudah mendapat izin mengimpor sekitar satu juta ton. Namun importir hanya merealisasi 500 ribu ton. Sebanyak 200 ribu ton garam impor itu buat cadangan. "Tolong dipertimbangkan masak-masak perpanjangan larangan impor garam ini," ujarnZya.

Toh, meski perpanjangan larangan impor garam sudah berjalan, para petani garam tak serta-merta bisa tersenyum. Asosiasi Petani masih mengeluhkan rendahnya penyerapan garam lokal oleh importir. "Kalaupun garam diserap, harganya rendah," kata Syaiful. Garam kualitas nomor wahid hanya dihargai Rp 650 per kilogram. Padahal, berdasarkan keputusan Menteri Perdagangan tertanggal 5 Mei lalu, harga pembelian di tingkat petani Rp 750 per kilogram untuk garam kualitas satu dan Rp 550 per kilogram untuk kualitas dua.

Menurut Tony, sampai 9 Agustus lalu produksi garam lokal mencapai 59.100 ton. Importir baru bisa menyerap garam lokal sebanyak 22 ribu ton. Padahal Agustus ini setidaknya 80.500 ton garam rakyat sudah harus terserap oleh delapan importir. Sampai akhir tahun, delapan importir harus menyerap 920 ribu ton garam petani. "Kami berharap penyerapan bisa dioptimalkan, sehingga target tercapai," kata Tony.

Di tengah bayang-bayang rendahnya penyerapan, Syaiful juga cemas harga garam semakin anjlok pada musim panen raya. Karena itu, saat bertemu dengan Dewan Pertimbangan Presiden, para petani mengusulkan PT Garam menjadi lembaga penyangga harga. Saat harga rendah, kata dia, perusahaan pelat merah itu membeli garam petani.

Gayung bersambut. Yulian mengatakan manajemen PT Garam tak berkeberatan menjadi penyangga harga. Syaratnya, pemerintah mengeluarkan keputusan dan menunjuknya sebagai lembaga penyangga harga. Tapi kebijakan penyangga harga saja tak cukup. Perlu ada penyempurnaan tata niaga garam.

Selama ini, kewajiban importir menyerap garam rakyat tak efektif lantaran tak ada pengawasan, apalagi sanksi. "Sanksi bagi importir yang tak menyerap garam lokal mesti diperjelas," ujarnya seraya mengatakan pemerintah harus membuka lahan baru garam agar ketergantungan impor garam berkurang.

Fadel tak berkeberatan bila PT Garam kelak menjadi penyangga harga. Tapi, ujar dia, pemerintah belum memutuskan masalah kompleks tersebut. "Satu-satulah. Pembatasan impor garam dulu. Nanti yang lain dipikirkan."

Padjar Iswara, Fery Firmansyah, Agung Sedayu


Luas Area Garam Nasional

DaerahLuas (ha)
Madura15.347
Jawa10.231
Sulawesi Selatan2.040
Sumatera1.885
Nusa Tenggara Barat1.155

Posisi Garam 201

  Jumlah
(juta ton)
Produksi garam rakyat1,2
Kebutuhan garam industri1,1
Kebutuhan garam konsumsi1,6
Impor1,04

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus