Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=#FF9900>Investasi Emas</font><br />Makin Kinclong Makin Diborong

Harga logam mulia menggila. Pemburu mengular. Stok kosong.

22 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Riuh sekali unit penjualan logam mulia PT Aneka Tambang Tbk (Antam) pada Kamis dua pekan lalu. Dua ratusan calon pembeli antre di gerai yang berlokasi di kawasan Pulogadung, Jakarta Timur, itu. Manajemen Antam pun kewalahan. Stok emas batangan berkadar 99,99 persen telah ludes. Tinggal tersisa logam berbobot rendah, seperti satu, dua, atau tiga gram, dan batangan seperempat atau satu kilogram, yang kurang diminati pembeli. Ukuran favorit pembeli adalah emas berukuran lima, sepuluh, atau lima puluh gram.

Padahal harga emas tengah menggila. Beberapa hari terakhir, Antam menyesuaikan harga lebih dari sekali dalam tempo sehari. Pada 9 Agustus, misalnya, pembukaan pagi dipasang Rp 480 ribu per gram. Siangnya diubah menjadi Rp 488 ribu. Lantas, pada penutupan perdagangan sore, harga terkoreksi lagi menjadi Rp 495 ribu. Itu harga untuk emas batangan dengan berat sekilo, acuan bagi pasar domestik. Semakin berat batangan logam, makin murah harga per gramnya, dan sebaliknya.

Pegadaian, yang menggunakan harga emas Antam sebagai acuan, sempat kebingungan. Perusahaan pelat merah ini juga melayani jual-beli logam mulia. Manajemen Pegadaian sempat menghentikan sementara perdagangan, tepat tengah hari. Alasannya, harga patokan berubah-ubah tidak jelas. "Esoknya layanan berjalan normal kembali," kata Direktur Utama Perum Pegadaian Suwhono kepada Tempo, Kamis pekan lalu.

Vice President Unit Logam Mulia Antam, Herman, mengatakan terjadinya perubahan harga beberapa kali dalam sehari bukan lantaran harga tinggi, melainkan akibat harga bergerak terus dan tidak stabil. Kebetulan saat itu fluktuasi harga di pasar dunia-mengacu pada London Metal Exchange-dinilai terlalu ekstrem.

Herman menjelaskan, emas domestik terkerek mengikuti pergerakan harga emas dunia. Kamis dua pekan lalu, logam mulia mencetak rekor baru sebesar US$ 1.814 per troy ounce. Di dalam negeri pun, rekor baru kembali terjadi. Lompatan harga emas murni, kata Herman, terjadi karena situasi perekonomian global kian tak menentu.

Terakhir, lembaga pemeringkat global Standard and Poor's menurunkan peringkat utang Amerika Serikat dari AAA menjadi AA+. Untuk pertama kalinya peringkat utang negara adidaya itu turun sejak 1917. Penurunan peringkat ini terjadi kurang dari sepekan setelah Kongres menyetujui penurunan pengeluaran bujet untuk utang lebih dari US$ 2 triliun. Pasar modal langsung bereaksi negatif. Dow Jones Industrial Average turun 699 poin pada akhir pekan itu, penurunan terbesar sejak Oktober 2008.

Investor pun ramai-ramai memindahkan portofolionya ke logam mulia, yang dianggap lebih aman. Aksi rush terjadi hampir di seluruh belahan bumi, sehingga terjadi pembelian masif. Inilah pemicu harga emas menuju level tertinggi. Aksi borong-memborong juga terjadi di Indonesia. Harga tinggi tak membuat calon pembeli ciut nyali. Sebaliknya, daftar antrean di gerai Antam kian panjang. Pada Jumat dua pekan lalu, peserta antrean mencapai 250 orang.

Selama bulan ini, omzet gerai Antam meningkat menjadi 25 kilogram emas per hari-naik dibanding bulan-bulan sebelumnya, sebanyak 20 kilogram sehari. Sebenarnya, pembeli masih bejibun. Tapi banyak yang tak bisa dilayani lantaran stok di Antam kosong.

Besarnya permintaan itu memang tak seimbang dengan produksi emas Antam yang terbatas. Hingga Jumat pekan lalu, cuma logam berukuran 1 gram, 2,5 gram, dan 3 gram yang tersedia. Masing-masing seharga Rp 542 ribu, Rp 516 ribu, dan 514 ribu segram.

Data penjualan logam mulia Antam menunjukkan betapa komoditas ini sangat diburu. Volume penjualan sampai Juli 2011, misalnya, sudah sekitar 3.000 kilogram atau 88 persen dari target perusahaan tahun ini-3.500 kilogram. Bandingkan dengan realisasi penjualan emas selama setahun lalu, yang baru 2.600 kilogram.

Seorang pencinta logam mulia, Eni, pun harus mencari ke tempat lain untuk mendapatkan emas. Ibu tiga anak itu mengontak beberapa toko emas langganannya. Hasilnya, "Nihil, barang kosong," kata dia. Perempuan 36 tahun itu memang getol mengumpulkan emas batangan sejak harganya masih Rp 150 ribu per gram, enam tahun lalu. Kini ia sudah memiliki sekitar 1.000 gram.

Awal tahun ini, seorang koleganya menawarkan metode berkebun emas di Bank Syariah Mandiri. Eni tak begitu paham pola investasi ini. Toh, tanpa pikir panjang, ia setuju. Karyawan perusahaan pelat merah ini menggadaikan logam mulia 100 gram. Dana hasil gadai digunakan lagi buat membeli emas, yang lantas digadaikan lagi. Begitu seterusnya. Eni mendapatkan keuntungan setiap kali terjadi kenaikan harga emas. Ajaib. Hasilnya, ia mendapat margin puluhan juta rupiah. "Enggak menduga dapat segitu gede," ujarnya.

Berbagai produk investasi yang berhubungan dengan emas bermunculan setelah harganya menanjak tak terkendali. Selain gadai, ada reksa dana emas, kontrak jual-beli logam mulia, serta saham perusahaan tambang emas. Konsultan investasi emas, Mohamad Ihsan Palaloi, mengatakan masyarakat harus hati-hati memilih instrumen investasi. Pastikan, kata dia, lembaga yang mengeluarkan produk investasi tersebut berada di bawah pengawasan regulator, seperti Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi.

Ihsan mengingatkan, barang harus ada setiap kali transaksi dilakukan. "Selama tidak berbentuk fisik, tidak saya rekomendasikan," ujarnya. Investor juga mesti memperhatikan pasar produk baru tersebut, sudah efisien atau belum. Ukurannya volume penjualan produk baru tersebut. Bila volume transaksi atau pasar masih sedikit, itu berarti produk belum teruji. "Investor perlu ekstra-hati-hati." Sebab, kata Ihsan, emas komoditas rawan. Sifatnya sangat mudah diuangkan alias likuid, bahkan dipalsukan.

Persoalannya, perencana keuangan Mike Rini menambahkan, saat ini banyak investor tidak paham soal emas, tapi latah. "Ikut-ikutan membeli." Kelompok latah ini biasanya melakukan jual-beli saja dengan memanfaatkan momentum fluktuasi harga untuk memperoleh margin. Akibatnya, margin yang diperoleh tipis atau malah sebaliknya: merugi bila harga cenderung turun.

Tak jarang investor yang terkecoh harga tinggi buru-buru melego pundi-pundi emasnya. Padahal Antam memiliki acuan harga tersendiri, khusus untuk membeli, yang dikenal sebagai harga beli kembali (buyback price). Nah, harga beli kembali yang berlaku di Antam pada Jumat pekan lalu Rp 515 ribu per gram.

Karena itu, Ihsan dan Mike menyarankan, menyimpan emas sebaiknya dalam jangka waktu panjang sesuai dengan perencanaan, minimal tiga tahun. Sebab, fungsi komoditas ini sebenarnya sebagai pelindung nilai. Maksudnya: melindungi aset dari risiko inflasi. Menurut Ihsan, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp 100 akan menaikkan harga emas Rp 5.000. Artinya, pada kondisi harga tinggi seperti sekarang ini, ia tak menyarankan investor menjual emasnya.

Retno Sulistyowati


Grafik Pergerakan Harga Emas Dunia (per Troy Ounce)

Mei US$ 1.229,20
Juni US$ 1.266,50
Agustus US$ 1.205,3
September US$ 1.274,3
Oktober US$ 1,370,5
November US$ 1.397,7
Desember US$ 1.385,6
Januari US$ 1.378,8
Februari US$ 1.414,0
Maret US$ 1.447,40
April US$ 1.509,1
Mei US$ 1.532,50
Juni US$ 1.545,90
Juli US$ 1.556,59
Agustus US$ 1.778

Diolah dari berbagai sumber oleh Pusat Data dan Analisa Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus