Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu produsen alas kaki ternama di Indonesia, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) mengumumkan akan menutup pabrik produksi mereka di Purwakarta, Jawa Barat. Setelah 30 tahun beroperasi, pabrik tersebut diputuskan untuk berhenti beraktivitas akibat meruginya perusahaan imbas dari permintaan konsumen yang terus menurun. Hal ini berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada 2 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dengan adanya keputusan ini, maka perseroan tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta,” tulis Director & Corporate Secretary Sepatu Bata, Hatta Tutuko, 2 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan manajemen, perusahaan telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri. Hantaman perekonomian akibat pandemi dan perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat menjadi salah satu penyebabnya. Akibatnya permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di pabrik terus menurun.
Adapun penghentian produksi di Purwakarta, disebutkan telah berdasarkan Keputusan Direksi tanggal 30 April 2024 yang telah disetujui Dewan Komisaris sehari sebelumnya.
Lantas, sebenarnya siapa pemilik sepatu Bata yang kini memutuskan untuk tutup setelah merugi? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Siapa Pemilik Sepatu Bata?
Merek sepatu Bata kerap kali dianggap sebagai perusahaan yang berasal dari Indonesia. Hal ini karena namanya disangkutpautkan dengan nama salah satu material konstruksi bangunan yang berwarna kemerahan. Sayangnya, pernyataan tersebut keliru.
Berdasarkan laman resminya, pemilik sekaligus pendiri sepatu Bata adalah tiga orang bersaudara asal Zlin, Cekoslowakia yang bernama Tomas, Anna, dan Antonin Bata. Mereka adalah inovator awal yang pertama kali mendirikan bata pada 21 September 1894.
Pengenalan mesin pembuat sepatu yang digerakkan oleh uap pada 1897, mengawali periode modernisasi sepatu dengan cepat. Hal ini memungkinkan perusahaan yang didirikan oleh tiga bersaudara itu menjadi salah satu produsen sepatu massal pertama di Eropa.
Selanjutnya baca: Pabrik di Purwakarta dibangun pada 1994
Sementara itu, kemunculan Bata di Indonesia dimulai pertama kali pada 1931. Pada awalnya, Bata melakukan kerja sama dengan perusahaan kolonial, Netherlandsch-Indisch sebagai importir sepatu yang beroperasi di Tanjung Priok.
Enam tahun kemudian, pemilik Bata, Tomas Bata, mendirikan pabrik pertama di Indonesia tepatnya di tengah perkebunan karet di area Kalibata, Jakarta Selatan. Pabrik Bata pertama itu pun beroperasi mulai 1940. Namun, kini pabrik tersebut sudah tidak ada.
Pada 1994, Bata kemudian membangun pabrik terbesar di Purwakarta. Pembangunannya pun rampung di tahun yang sama. Selama 30 tahun beroperasi, pabrik Bata di Purwakarta itu menjadi salah satu pemasok utama sepatu Bata di Indonesia. Bata memiliki spesialisasi produk sepatu injeksi untuk konsumsi dalam dan luar negeri.
Bata selama ini dikenal sebagai produsen sepatu sekolah dan sepatu pria dan perempuan dewasa. Bisnis perusahaan juga membawahi beberapa merek lainnya yakni Marie Claire, Comfit, Power, Bubblegummers, North Star, B-First, and Weinbrenner.
Di dunia, Bata mengoperasikan 27 fasilitas produksi di 20 negara dengan penjualan di 5.000 toko retail di lebih dari 90 negara. Namun di Indonesia, perusahaan tersebut terus mengalami kerugian selama beberapa tahun terakhir. Bahkan pada 2021, perusahaan tersebut pernah mengumumkan penutupan 50 toko selama pandemi Covid-19.
PT. Sepatu Bata, Tbk. telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak 24 Maret 1982. Berdasarkan data perdagangan Jumat, 3 Mei 2024, harga saham emiten BATA naik 1,06 persen ke level Rp 95. Pada 2024 saham bergerak bervariasi namun secara tahunan mengalami penurunan signifikan dibanding 5 Mei 2023 yang sempat menyentuh harga Rp 595.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan per 31 Desember 2023, BATA mencatat rugi tahun berjalan sebesar Rp 190.5 miliar, dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp 106.1 miliar. Sementara itu, penjualan neto BATA tercatat Rp 609,61 miliar pada 2023 atau turun dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 643,45 miliar.
RADEN PUTRI
Pilihan Editor: Sepatu Bata Riwayatmu Kini: Jadi Favorit Generasi Baby Boomers, Masih Berjaya di India