Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang perdana gugatan pasien kanker payudara HER2 Positif terhadap Presiden Jokowi, BPJS Kesehatan, Menteri Kesehatan, dan Dewan Pertimbangan Klinis telah digelar pada Selasa, 21 Agustus 2018, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun sidang ini tidak dihadiri pihak tergugat atau perwakilannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun BPJS Kesehatan sebagai pihak tergugat menyatakan akan mengikuti proses dan kooperatif. “BPJS Kesehatan terbuka atas setiap masukan dan perbaikan dalam upaya peningkatan pelayanan yang lebih baik bagi peserta JKN-KIS," kata Kepala Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf, saat dihubungi Tempo.co, Rabu, 22 Agustus 2018.
Ia mengatakan, untuk menghadapi gugatan tersebut, BPJS Kesehatan telah melakukan pertemuan dengan Dewan Pertimbangan Medik, DPK, Ikatan Ahli Patologi Anatomi, PERHOMPEDIN, PERABOI, dan Dokter Penanggung Jawab Pasien.
BPJS Kesehatan, bersama dengan Presiden Jokowi, Menteri Kesehatan, dan Dewan Pertimbangan Klinis, digugat oleh Juniarti, salah satu pasien kanker payudara HER2 positif, karena tidak dijaminnya lagi obat trastuzumab oleh BPJS Kesehatan. Obat seharga Rp 25 juta tersebut tidak dijamin lagi oleh BPJS Kesehatan per 1 April 2018.
Salah satu pengacara dari tim advokasi trastuzumab, Rusdianto Matulatuwa, menyatakan kliennya, yaitu Juniarti, menuntut agar penderita kanker payudara HER2 positif yang terdeteksi setelah 1 April 2018 bisa mengakses kembali trastuzumab yang sangat penting untuk memperpanjang usia penderita kanker payudara HER2 positif.
“Pasien bukan kelinci percobaan, obat yang lebih efektif malah dihindari karena mahal,” kata Rusdianto saat dihubungi Tempo.co, Selasa. BPJS Kesehatan mengklaim tidak dijaminnya obat tersebut bukan karena harganya mahal, tapi berdasarkan surat Ketua Dewan Pertimbangan Klinis (DPK) Nomor 11/DPK/I/2018 yang menyatakan trastuzumab tidak memiliki dasar indikasi medis untuk digunakan bagi pasien kanker payudara metastatik walaupun dengan restriksi. Sementara itu, sidang kedua akan dilakukan pada 4 September 2018.
SUHAIMAH | MARTHA WARTA S