Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Simak Perbedaan UMK, UMP, dan UMR serta Regulasinya di Indonesia

Kementerian Ketenagakerjaan resmi menunda penetapan UMP 2025. Selain UMP, ketahui pula istilah UMK dan UMR.

23 November 2024 | 19.27 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan resmi menunda penetapan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2025 yang semula akan ditetapkan pada Kamis, 21 November 2024, merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023. Lantas apa perbedaan antara UMK, UMP,  dan UMR serta regulasinya? 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, mengkonfirmasi bahwa pihaknya tidak jadi menetapkan hal tersebut pada hari yang sama. "Enggak, enggak, tidak (diumumkan hari ini)," ujar Menaker Yassierli saat ditemui di Balai Sudirman, Jakarta, Kamis, 21 November 2024 dikutip dari Antaranews.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengaku bahwa hingga kini, pihaknya masih membahas rumusan upah pekerja dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait, termasuk dengan mengenai UMP yang masih terus berproses. 

Selain itu, Yassierli menargetkan rumusan UMP 2025 akan selesai di akhir bulan ini, untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto. "Kami akan menghadap Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk mendapatkan arahan dari beliau," ujarnya menambahkan.

Mengenal UMK, UMP, dan UMR serta regulasinya

Masyarakat Indonesia mengenal beberapa istilah yang paling sering digunakan untuk merujuk pada satuan minimal upah yang harus dibayarkan kepada pekerja, di antaranya Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK), Upah Minimum Provinsi (UMP), serta Upah Minimum Regional (UMR). 

UMK

Seperti kepanjangannya, UMK digunakan untuk menetapkan besaran upah di kabupaten atau kota suatu provinsi tertentu dengan pemimpin wilayahnya yakni bupati atau walikota.
Pemimpin daerah tersebut harus mengajukan usulan UMK kepada gubernur, dan bila disetujui maka gubernur akan menetapkannya sebagai UMK kabupaten atau kota itu.

Sebagaimana diketahui,  seorang gubernur juga memiliki wewenang untuk menetapkan besaran UMP. Apabila hal tersebut telah dilakukan, maka walikota atau bupati dapat mengusulkan kepada gubernur besaran UMK di wilayahnya.

Pada kasus tertentu, apabila bupati atau walikotanya belum dapat menetapkan besaran UMK sesuai batas waktu yang telah ditetapkan pemerintah, maka kabupaten atau kota tersebut akan menggunakan aturan UMP yang telah dirilis gubernur sebelumnya. Karenanya, pada praktiknya UMP akan diumumkan terlebih dulu oleh gubernur sebagai acuan menentukan besaran UMK. 

Aturan penetapan UMK yang digunakan selama tahun 2024 merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. 

UMP

Selanjutnya ada istilah UMP yang merupakan penetapan upah minimum di tingkat provinsi. Dikutip dari jdih.babelprov.go.id, upah minimum provinsi (UMP) adalah upah bulanan terendah berupa upah tanpa tunjangan atau upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh Gubernur.

Berdasarkan Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UMP ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

Sama seperti UMK, penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 telah disahkan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, dengan kenaikan rata-rata berkisar antara 2-4 persen dari tahun sebelumnya. 

Namun saat ini, pemerintah harus menetapkan kebijakan tentang UMP yang baru  dikarenakan pemerintah tidak lagi mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 dalam penentuan UMP sejak Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan peninjauan kembali Partai Buruh terkait dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

PP 51/2023 yang mengacu pada omnibus law Undang-undang Cipta Kerja itu sejak tahun lalu sudah ditolak oleh buruh. Alasannya, jika merujuk pada aturan itu, kenaikan upah minimum didasarkan pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Di mana ketika terjadi kenaikan UMP yang diputuskan oleh para Gubernur hasilnya akan lebih rendah dari kenaikan upah PNS, TNI/Polri sebesar 8 persen dan pensiunan 12 persen. Sementara itu, buruh menuntut kenaikan UMP sebesar 15 persen. 

UMR

Terakhir adalah istilah UMR yaitu Upah Minimum Regional, yang telah digunakan sejak era Pemerintahaan Soeharto. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1997 tentang Upah Minimum Regional, dijelaskan bahwa besaran UMR terdiri atas upah pokok yang meliputi tunjangan tetap. Terdapat 2 tingkatan UMR yakni UMR Tingkat I dan Tingkat II.

Landasan hukum lain yang menyebutkan upah pekerja dan buruh juga tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999. Namun aturan tersebut akhirnya direvisi melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi 266 Tahun 2000 sehingga istilah UMR tersebut bergeser menjadi UMP dan UMK. UMP dan UMK sendiri merupakan visualisasi dari UMR itu sendiri. 

UMR Tingkat I yang ditetapkan oleh gubernur kini lebih dikenal dengan istilah UMP atau upah minimum provinsi. Adapun UMK atau upah minimum kabupaten/kota yang dihitung dan diusulkan oleh bupati atau walikota kepada gubernur mengganti istilah UMR Tingkat II pada aturan sebelumnya.

NI MADE SUKMASARI | HERZANINDYA MAULIANTI | TIARA JUWITA | HENDRIK KHORUL MUFID | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus