Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan), melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), bersama otoritas Singapura telah menginvestigasi temuan virus flu Afrika atau African Swine Fever (ASF) pada babi hidup asal Pulau Bulan, Batam. Hasilnya, pihak Singapura menyatakan siap membuka kembali impor babi dari Indonesia, namun dalam bentuk karkas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pada prinsipnya mereka menyatakan siap membuka kembali impor babi dalam bentuk karkas dari Pulau Bulan, Indonesia”, kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasrullah dalam keterangannya, Ahad, 7 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementan mengaku telah bertemu Otoritas Veteriner Nasional Indonesia dengan Otoritas Pangan Singapura (Singapura Food Agency/SFA) secara daring melalui Zoom meeting pada 28 April 2023 lalu. Nasrullah mengatakan hasil diskusi tersebut menjadi kabar baik bagi Indonesia, mengingat Pulau Bulan merupakan pengekspor babi terbesar ke Singapura.
"Walaupun untuk sementara ekspor babi hidup dari Pulau Bulan ditutup karena ASF, tapi ke depan potensi ekspor dalam bentuk karkas masih sangat terbuka," ujarnya.
Menurut Nasrullah, Singapura sangat terbuka untuk mendiskusikan langkah-langkah teknis agar ke depan ekspor babi hidup dapat kembali berjalan. Mengingat Pulau Bulan merupakan penyuplai 15 persen kebutuhan babi bagi masyarakat Singapura.
Selanjutnya: Selain dalam bentuk karkas....
Selain dalam bentuk karkas, menurut dia, selanjutnya masih ada kemungkinan ekspor dapat dilakukan dalam bentuk babi hidup. Namun dengan kondisi khusus setelah lolos pemeriksaan kesehatan hewan.
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nuryani Zainuddin selaku Otoritas Veteriner Nasional Indonesia pun buka suara soal temuan virus flu Afrika ini. Ia menyampaikan pihaknya telah mengirimkan tim investigasi ke peternakan babi di Pulau Bulan dan menindaklanjuti adanya temuan kasus ASF di Pulau Bulan tersebut.
Nuryani menyatakan sudah menurunkan tim investigasi ke Pulau Bulan, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau sejak 24 April hingga 28 April 2023. Tim Investigasi itu terdiri dari staf Direktorat Kesehatan Hewan, Balai Veteriner Bukittinggi, Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kesehatan Hewan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Tim investigasi dari Otoritas Veteriner ini juga berkoordinasi dengan Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Tanjung Pinang dan perusahaan pemilik peternakan tersebut. Investigasi dilakukan dengan pengambilan sampel.
Nuryani menjelaskan, dari hasil Laboratorium Veteriner Kementan di Bukittinggi mengkonfirmasi memang ditemukan adanya kasus ASF. Kasus itu ditemukan di salah satu perusahaan peternakan yang berdampak terhadap penutupan ekspor babi hidup dari Pulau Bulan ke Singapura.
Selanjutnya: Tim investigasi, kata Nuryani, saat ini juga terus....
Tim investigasi, kata Nuryani, saat ini juga terus berkoordinasi dengan Otoritas Veteriner Provinsi Kepri. Ia mengaku telah melakukan pembatasan lalu lintas babi hidup dan produknya dari Pulau Bulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan depopulasi, disposal dan disinfeksi.
Lebih lanjut Nuryani menegaskan, Kementan sebenarnya telah mengantisipasi kemungkinan kejadian kasus ASF di Pulau Bulan tersebut. Upaya yang dilakukan adalah penetapan peternakan menjadi Kompartemen Bebas ASF.
"Kami telah melakukan pendampingan dan penilaian terkait implementasi biosekuriti dan manajemen kesehatan hewan di Pulau Bulan, sehingga kemudian status kompartemen bebas ASF kita berikan," kata Nuryani.
Nuryani menjelaskan Kementan bahkan telah menyetujui adanya 22 unit di dalam peternakan di Pulau Bulan sebagai sub-kompartemen bebas ASF. Sehingga apabila ada salah satu unit perusahaan terkena ASF, ia menegaskan, unit lain yang tidak terkena masih dapat melanjutkan ekspor ke Singapura.
Otoritas Veteriner juga telah berkoordinasi dengan unit perusahaan yang terkena tersebut untuk lebih meningkatkan penerapan biosekuriti. Pihaknya juga meminta perusahaan meningkatkan rencana kontinjensi saat ada kasus sebelum mengajukan kembali sebagai kompartemen bebas ASF. Perusahaan juga dituntut untuk melakukan tindakan mitigasi dan linimasa ekspor.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini