Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Perusahaan Listrik Negara (persero) PLN mengaku belum bisa mengolah semua Fly Ash and Bottom Ash (FABA) alias limbah batu bara yang dihasilkan oleh pembangkit mereka. Salah satunya di PLTU Tanjung Jati B di Jepara, Jawa Tengah, yang sudah mengolah limbah ini menjadi bahan bangunan seperti batako dan paving.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di PLTU Tanjung Jati B ini menghasilkan fly ash sebanyak 30 ribu ton dan bottom ash sebanyak 5 ribu ton setiap bulannya. Dari jumlah itu, baru 40 persen saja yang bisa diolah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"(Sisanya) tertumpuk percuma di landfill," kata Assistant Manager Komunikasi PLN Tanjung Jati B Grahita Muhammad saat dihubung di Jakarta, Senin, 19 April 2021. Landfill adalah lokasi khusus untuk penampungan limbah ini.
Dalam beberapa waktu terakhir, FABA menjadi sorotan setelah pemerintah menghapusnya dari daftar B3 dilakukan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ini merupakan salah satu aturan turunan UU Cipta Kerja. Tapi penghapusan ini menuai kritik dari sejumlah pihak karena dianggap bisa membahayakan masyarakat.
Grahita bercerita bahwa FABA ini ibarat membeli sate ayam. Bara yang mengenap di bawah tungku pembakaran sate itu adalah bottom ash. Sementara asap pembakaran sate adalah fly ash.
Selama ini, kata dia, 99,99 persen dari limbah ini sudah ditangkap oleh mesin Electrostatic Precipitator (ESP). Semua PLTU, kata dia, sudah menggunakan ESP. Setelah ditampung, baru limbah ini dipindahkan ke landfill yang diberi lapisan High-Density Polyethylene (HDPE).
"Kalau yang rembes ke tanah sejauh ini tidak ada kasus," kata dia. Kasus yang sering terjadi adalah debu Fly Ash yang tertumpuk di landfill terbawa angin saat musim kemarau.
Sehingga, Ia menyebut penghapusan FABA dari daftar B3 sebenarnya bisa membuat pengolahannya lebih maksimal. Karena selama ini, ruang gerak untuk pemanfaatan FABA terbatas karena masuk kategori B3. "Ruang gerak perizinan, pengangkutan, dan pemanfaatan," kata dia.
FAJAR PEBRIANTO