Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih Menumpuk Persoalan Pupuk

Pemerintah memperluas cara menebus pupuk bersubsidi. Dianggap belum cukup menyelesaikan masalah kelangkaan pupuk untuk petani.

12 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pupuk bersubdisi di lahan pertanian di di Way Tenong, Lampung, 8 Oktober 2023. TEMPO/Amston Probel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kementan revisi aturan pembelian pupuk bersubsidi.

  • Perluasan metode membeli pupuk subsidi dianggap belum menyelesaikan masalah.

  • Pemerintah diminta waspadai celah penyelewengan pupuk bersubsidi.

LANGKAH pemerintah mengubah skema pembelian pupuk bersubsidi dianggap belum cukup menyelesaikan masalah pupuk di tingkat petani. Perubahan skema ini dilakukan Kementerian Pertanian dengan mengubah syarat pembelian pupuk bersubsidi. Dari semula wajib menggunakan Kartu Tani menjadi cukup memakai kartu tanda penduduk (KTP).

Sejumlah pemerhati pertanian menyebutkan persoalan pupuk bukan hanya soal distribusinya. Ketersediaan pupuk dalam waktu yang tepat juga menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk mendukung petani menghadapi musim tanam pertama yang segera tiba. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Secara teknis, penggunaan KTP akan mempermudah akses pembelian pupuk subsidi, tapi harus dipastikan pupuknya tersedia dalam jumlah cukup dan waktunya tepat," ujar Ketua Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi Serikat Petani Indonesia (SPI) Qomarun Najmi kepada Tempo, kemarin. Tanpa adanya ketersediaan alokasi pupuk bersubsidi yang cukup, masalah pupuk masih akan menghantui para petani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perubahan skema pembelian pupuk bersubsidi ini diungkapkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Lewat keterangan pers, pekan lalu, ia menyatakan akan merevisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 untuk memudahkan petani. Dengan revisi ini, Kartu Tani tidak lagi menjadi satu-satunya syarat menebus pupuk bersubsidi. Ia juga berjanji memastikan ketersediaan pupuk. “Kalau petani berteriak tidak ada pupuk, tiga bulan kemudian kami pastikan produksi turun. Jadi ini harus serius dibenahi." 

Adapun Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Ali Jamil berujar lembaganya berupaya memastikan tidak ada kelangkaan pupuk bersubsidi. Ia menyatakan alokasi pupuk bersubsidi setiap daerah telah sesuai dengan usulan yang masuk dalam e-Alokasi.

Pekerja mengangkut karung berisi pupuk bersubsidi di Gudang Penyimpanan Pupuk Distribution Center (DC), Medan, Sumatera Utara, 15 November 2023. ANTARA/Fransisco Carolio

Aneka Persoalan Pupuk Bersubsidi

Sejak pecahnya perang Rusia dan Ukraina pada Februari 2022, harga pupuk merangkak naik. Musababnya, Rusia adalah salah satu penyedia pupuk terbesar di tingkat global. Konflik tersebut membuat pasokan pupuk dunia terganggu. Kenaikan harga lantas membebani para petani karena komponen ini menyumbang 15 persen biaya produksi tanaman petani setiap musim tanam. 

Penggunaan pupuk subsidi, kata Qomarun, bisa menghemat pengeluaran para petani karena harganya hanya seperempat dari harga pupuk nonsubsidi. "Sebagian besar petani kita, terutama petani padi, masih mengandalkan pupuk bersubsidi." Pupuk menjadi faktor penentu hasil produksi, khususnya pada fase-fase awal pertumbuhan tanaman. 

Masalahnya, ketersediaan pupuk bersubsidi juga sangat dipengaruhi oleh anggaran subsidi dan harga pupuk. Ketika harga pupuk dunia melejit, besaran subsidi pupuk justru menyusut. Pada 2019, anggaran subsidi pupuk bisa mencapai Rp 34,23 triliun. Tahun ini, alokasi anggaran pupuk bersubsidi hanya Rp 24 triliun. Berkurangnya anggaran membuat pupuk bersubsidi kian sulit ditemukan petani.

Pada tahun depan, pemerintah mengalokasikan anggaran pupuk bersubsidi sebesar Rp 26,68 triliun. Anggaran tersebut diperkirakan hanya bisa dikonversi menjadi pupuk urea dan NPK sebanyak 4,8 juta ton dari total kebutuhan 10,7 juta ton. 

Di luar soal pasokan, distribusi pupuk bersubsidi juga dibayangi persoalan data dan akses. Tidak semua petani terdata dan memiliki Kartu Tani. Kalaupun terdaftar, belum tentu datanya valid. Persoalan ini disoroti Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat Otong Wiranta.

Menurut Otong, ada beberapa kendala umum yang dihadapi petani di lapangan. Misalnya, petani tak terdaftar pada program Kartu Tani. Kalaupun ada petani yang sudah terdaftar, belum tentu mereka tahu cara menebus pupuk subsidi. "Masih banyak petani yang belum mengerti tentang mekanisme mendapatkan pupuk bersubsidi. Terlebih sekarang prosesnya dilakukan secara online."

Para petani yang tinggal di pelosok kerap kesulitan melakukan proses penebusan pupuk bersubsidi karena terhambat kualitas sambungan Internet. Tak jarang proses itu, akhirnya dilakukan secara manual. Validitas data pun, Otong melanjutkan, perlu dibenahi. Hal ini akan berdampak kepada alokasi dan realisasinya. Ia menduga data yang digunakan banyak data lama. "Ada petani sudah pindah tempat tinggal, tapi masih terdata di tempat lama. Sementara itu, jika ada data baru, kios (pupuk) mengacu ke data yang ada."

Akibat berbagai persoalan tersebut, kebijakan penyaluran di setiap daerah akhirnya berbeda-beda. Ada daerah yang membagi rata jatah pupuk subsidi, tapi daerah lain memberikan sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan pemerintah. Otong berharap petani mendapat kemudahan dalam cara memperoleh pupuk subsidi. Untuk itu, perlu ada data dan perencanaan valid karena sangat menentukan penyalurannya.

Senior Project Manager Advokasi Publik PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) Yana Nurahmad Haerudin mengakui perlu ada integrasi data dalam penyaluran pupuk subsidi. Saat ini PIHC telah mengeluarkan sistem bernama iPubers sebagai aplikasi yang dipakai kios untuk menyalurkan pupuk subsidi secara digital. “Jadi iPubers menggabungkan data e-Alokasi yang ada di Kementerian Pertanian dengan data stok pupuk yang ada di aplikasi Rekan secara real time. Sistem ini juga terintegrasi dengan perbankan."

Yana menegaskan, penebusan pupuk subsidi menggunakan iPubers ini sangat mudah. Dengan hanya membawa KTP, petani bisa mengakses data e-Alokasi. Kemudian pengelola kios pupuk bisa langsung memasukkan data petani untuk melakukan transaksi. “KTP petani saat transaksi nanti difoto melalui aplikasi iPubers."

Pekerja mengangkut karung berisi pupuk bersubsidi di Gudang Penyimpanan Pupuk Distribution Center (DC), Medan, Sumatera Utara, 15 November 2023. ANTARA/Fransisco Carolio

Risiko Penyelewengan Pupuk Bersubsidi

Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Ayip Said Abdullah mengatakan perubahan syarat yang diungkapkan Kementerian Pertanian hanya mengubah cara menebus pupuk bersubsidi. Seharusnya, kata dia, pemerintah juga membenahi banyak persoalan. "Perkara keterlambatan, harga jual, jual-beli pupuk subsidi dengan harga pasar, salah sasaran, hingga kelangkaan stok juga harus dibenahi," katanya. 

Bahkan pemerintah harus bisa memastikan pelonggaran akses pupuk bersubsidi tidak menimbulkan persoalan baru. Misalnya, munculnya manipulasi data pada tingkat pengecer dan petani. Ia melihat perubahan cara menebus pupuk bersubsidi berisiko memunculkan celah yang dapat dimanfaatkan pelaku kejahatan.

Ayip mengatakan petani, terutama di Jawa, sangat bergantung pada pupuk kimia dalam berproduksi. Dengan demikian, mereka pun akan berupaya membeli pupuk meski harganya tinggi. Masalahnya, di lapangan, KRKP sempat mendapat informasi adanya pupuk bersubsidi yang dijual dengan harga umum di beberapa tempat. "Harga urea subsidi Rp 2.250 per kilogram bisa dijual Rp 5.400 per kilogram. NPK seharusnya Rp 2.300 per kilogram bisa dijual Rp 5.600 kilogram." Karena itu, pemerintah harus memperkuat pengawasan dan basis data distribusi pupuk.

Koordinator Pupuk Bersubsidi Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Yanti Erma mengatakan pemerintah telah mengintegrasikan data sistem penyuluh pertanian dengan data kependudukan dan pencatatan sipil untuk mengatur distribusi pupuk bersubsidi. 

Agar penyaluran pupuk bersubsidi lebih tepat sasaran, kata dia, pemerintah telah menyaring nomor induk kependudukan serta penerapan aplikasi Alokasi berdasarkan nama dan NIK. Kemudian, petani yang memiliki lahan di atas 2 hektare dilarang membeli pupuk bersubsidi. Dosis pemupukan di setiap lokasi pun akan dirasionalisasi. "Untuk data penerima, kami meminta pengesahan dari bupati atau wali kota."

CAESAR AKBAR

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus