Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Soal Pengerukan Pasir Laut, Nelayan Tradisional Pulau Rupat Desak Pencabutan PP 26 Tahun 2023

Para nelayan menuntut penyelamatan Pulau Rupat dari ancaman tambang pasir laut.

18 Juni 2023 | 10.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pengerukan pasir laut. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan nelayan dari Desa Suka Damai, Kecamatan Rupat Utara melakukan unjuk rasa di di sekitar Beting Aceh dan Pulau Babi, Rupat Utara. Dalam aksi tersebut, para nelayan menuntut penyelamatan Pulau Rupat dari ancaman tambang pasir laut

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Aksi ini merespon diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 yang memberikan ruang untuk menambang pasir laut dengan dalih sedimentasi," ujar Kempang, salah satu nelayan dari Dusun Simpur dalam keterangan tertulis pada Minggu, 18 Juni 2023. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para nelayan yang mayoritasnya Suku Akit itu juga menyerukan agar Gubernur Riau segera mengambil keputusan untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Logomas Utama. Kempang berujar nelayan tradisional sangat menolak kehadiran tambang pasir laut karena dampaknya yang merugikan nelayan dan masyarakat Rupat secara umum.

Beberapa tulisan yang dibentangkan oleh para nelayan. Di antaranya, selamatkan Pulau Rupat, cabut IUP PT Logomas Utama, cabut PP Nomor 26 Tahun 2023, lindungi wilayah tangkap nelayan, laut bukan ruang tambang, dan #saverupat. 

Andre, nelayan dari Dusun Suling, juga menyatakan keberatannya terhadap keberadaan tambang pasir laut di wilayahnya. Menurutnya, kehadiran PT Logomas Utama di perairan Rupat Utara sangat meresahkan. 

Pasalnya, aktivitas penyedotan pasir laut yang mereka lakukan dalam waktu beberapa bulan saja telah membuat hasil tangkap nelayan turun drastis. "Apalagi jika mereka terus beroperasi hingga beberapa tahun nanti. Sudah pasti ikan habis, pulau kami pun rusak dan tenggelam,” ujar Andre.

Aksi bentang spanduk dilakukan nelayan di sekitar Beting Aceh, yang berjarak sekitar 2 km dari Pulau Rupat bagian utara. Dia menuturkan, di sekitar Beting Aceh terdapat Beting Tinggi yang sempat hilang ketika PT Logomas Utama beraktivitas menyedot pasir laut. 

Andre berujar aksi ini bertujuan untuk mengingatkan pemerintah bahwa Beting Aceh, Beting Tinggi, Beting Tiga, dan beting-beting lainnya adalah ekosistem penting yang harus dijaga dan tidak boleh ditambang. Sementara pada 15 Mei lalu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi justru meneken PP Nomor 26 Tahun 2023. 

Beleid itu memuat rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut. Ia menilai aturan tersebut akan merusak ekosistem laut dan berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil di Tanah Air. 

Sebab seperti diketahui, Indonesia telah melarang ekspor pasir laut lewat Surat Keputusan (SK) Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. 

Dalam SK itu disebutkan, alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas. Kerusakan lingkungan yang dimaksud berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir. 

 

Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus