SUDAH berbagai usaha pemasaran dilakukannya. Tapi sekali ini
Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) membuka tradisi baru,
yaitu Pekan Kerajinan. Handicraft fair, demikian sebutannya
yang diperkenalkan kepada para importir di luar negeri.
Pekan semaeam itu sudah diwujudkannya secara tahunan untuk
mebel, pakaian jadi,produk kulit dan hasil industri
makanan-minuman. Pekan khusus untuk hasil kerajinan rakyat
dimulainya minggu lalu dilantai 5 Gedung Sarinah, Jakarta.
Dan ini akan diselenggarakan tiap tahun.
Dengan Pekan khusus ini, menurut Ny. Suwarmilah, kepala
Pusat Pengembangan Pemasaran Barang Kerajinan dari BPEN, akan
terbuka kesempatan kontak dagang dengan calon pembeli dari luar
negeri. Hasil kerajinan terpilih dari berbagai propinsi
Indonesia akan seterusnya dipamerkan di Pekan itu.
Minggu lalu di Sarinah sejumlah 52 masyarakat pengusaha
kerajinan (termasuk produsen-eksportir) mengikutinya. Barang
yang dipamerkan berasal dari Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
DKI-Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Bali,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan dan Nusa
Tenggara Timur. Jelas ia merupakan kelanjutan dari usaha Pekan
Komoditi Ekspor di daerah.
Pekan di Sarinah itu juga menampilkan demonstrasi pembuatan
barang kerajinan. Demonstrasi itu kelihatan terutama bertujuan
menarik perhatian importir dari luar negeri. "Jika ini berjalan
secara teratur," kata Ny. Suwarmilah kepada Syarief Hidayat dari
TEMPO, "calon pembeli akan mengetahui ke mana harus pergi untuk
mencari barang."
Cukup ramai orang, termasuk bangsa asing, mengunjunginya. Tapi
kurang jelas berapa sesungguhnya di antara pengunjung itu yang
importir dari luar negeri. Sudah jelas sebagian besar
pengunjung asing itu dalah mereka yang bermukim di Jakarta.
Mereka tampak tertarik pada batik dan barang ukiran,
anyaman dan segala yang bermotif tradisionil.
Anyaman rotan sudah banyak digemari di luar negri.
Tikar misalnya selalu mendapat pesanan dari Jepang dan
kranjang memperoleh passaran baik di Jerman Barat."Hanya
sayang" kata satu petugas di stand KUD Kalimantan Tengah
, "sering ada gap, jurang komunikasi antara produsen dan
eksportir. Produsen tidak diberitahu tentang ukuran yang
diperlukan Jepang, misalnya. Pernah kasus keranjang sampah ke
Jerman, yang main asal bisa dikirim. Kalau soal disain, produsen
sudah maklum bahwa motif tradisionil yang digemari orang di luar
negeri."
Dari Pekan itu diketahui peranan sektor koperasi. BUUD/KUD --
Industri Kecil dan Kerajinan Rakyat (Inkra) ternyata telah
terbentuk di sedikitnya 7 propinsi. Koperasi-koperasi itu
melakukan kegiatan bisnis, seperti perusahaan lainnya, di bidang
konfeksi bordir (Tasikmalaya), kerajinan perak (Yoyakarta),
sepatu (Cibaduyut, Bandung), garment (Klaten), barang-barang
dari besi (Sukabumi), corcoran logam (Solo), kain tenun Troso,
Jepara) dan anyaman rotan (Kabupaten Musi, Sumatera Selatan dan
Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah). Menurut Suwarmilah, sektor
koperasi ini bisa diharapkan nanti turut memecahkan masalah
kapasitas produksi dan suplai dalam memenuhi pesanan yang
berjumlah besar. "Masalah suplai ini merupakan titik lemah dalam
mengembangkan ekspor hasil kerajinan," katanya.
Ekspor? Brosur resmi yang mengiringi Pekan ini menyatakan hasil
kerajinan mendatangkan devisa pada tahun 1976 sebanyak US$8,4
juta, naik dengan 22,14% dari 1975. Jenis ekspornya pun sudah
meningkat ke 100 macam. Batik--dalam penggunaannya yang
bermacam-macam -- paling menonjol dari semuanya. Kerajinan
non-batik tampaknya paling memerlukan promosi tapi, meminjam
ucapan satu petugas BUD, perlu dibereskan dulu soal ukuran, soal
suplai yang disesuaikan dengan keinginan pemesan barang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini