Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hanya berselang lima jam setelah disambangi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, lemari kayu di sebuah sudut Apotek Kimia Farma, Menteng Huis, Cikini, tak lagi memajang kotak masker Surgical Mask merek OneMed. Botol antiseptic alkohol 70 persen kecil berukuran 100 ml yang tadinya banyak, hanya bersisa beberapa botol saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Maskernya habis," kata salah seorang karyawan apotek kepada Tempo di Jakarta, Rabu, 4 Februari 2020. Selain itu, pembelian antiseptic pun dibatasi satu botol untuk orang. Padahal saat dikunjungi Erick, pembeli bisa membeli lebih dari satu botol.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi sore itu, pukul 17.00 WIB, beberapa pengunjung apotek tetap berhasil memperoleh masker. Beberapa pembeli di dalam dan di luar apotek, menenteng kantong plastik yang sudah berisi beberapa lembar masker berwarna hijau.
Lima jam sebelumnya, Erick datang ke apotek ini didampingi oleh Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Tbk Verdi Budidarmo. Erick datang untuk mengumumkan ke publik, bahwa perusahaan pelat merah ini telah mengeluarkan stok masker mereka. Harga masker dibanderol Rp 2.000 per satuan atau pieces.
Namun, pembelian dibatasi maksimal dua satuan per orang per hari. Verdi mengatakan perusahaannya telah menyiapkan 215 ribu satuan masker khusus bagi Apotek Kimia Farma di Cikini. Selain masker, Kimia Farma juga menjual antiseptic ukuran 100 ml seharga Rp 17 ribu dan ukuran 500 ml seharga Rp 50 ribu.
Penjualan masker murah di Kimia Farma ini bukan tanpa sebab. Setelah kasus virus corona pertama diumumkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Senin, 2 Maret 2020, harga masker yang biasanya di bawah Rp 100 ribu, tiba-tiba melonjak hingga Rp 850 ribu. Pasar Pramuka di Jakarta Timur, yang jadi pusat penjualan alat kesehatan pun, langsung diserbu pembeli masker.
Di hari yang sama, sejumlah pejabat pemerintah hanya memberikan komentar terbatas atas lonjakan harga masker ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan segera mengurangi ekspor masker.
Sementara Menteri Perdagangan Agus Suparmanto meyakini kenaikan harga ini hanya bersifat sementara. Ia mengaku telah meminta produsen masker dalam negeri meningkatkan kapasitas produksi masker mereka. Tapi toh, harga masker tetap bertahan tinggi sampai di pasaran.
Baru sehari kemudian, Agus mengumumkan agar produsen dan eksportir masker memprioritaskan masker untuk kebutuhan dalam negeri. Namun meski Airlangga sesumbar mengatakan akan mengurangi ekspor, Agus hanya menekankan prioritas kebutuhan dalam negeri, tidak sampai larangan ekspor masker.
Tapi masalah baru muncul. Saat Agus meminta produksi masker dalam negeri ditingkatkan, produsen justru tengah kesulitan bahan baku masker yang sebagian diimpor dari Cina. Situasi inilah yang diungkapkan Erick Thohir saat mengunjungi Apotek Kimia Farma.
Sadar ada masalah dalam ketersediaan bahan baku, Erick pun telah menyiapkan opsi impor bahan baku masker dari Eropa. Tapi konsekuensinya, kata Erick, harga masker akan lebih mahal dari masker Kimia Farma yang dijual seharga Rp 2000. "Ini karena bahan bakunya beda, tapi jangan dibilang Kimia Farma mengambil kesempatan dalam kesempitan," ujarnya.
Erick pun siap menjalankan pengurangan ekspor masker jika ada perintah dari Airlangga. Saat ini, ada salah satu BUMN yang memproduksi dan mengekspor masker yaitu PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). "Kalau Pak Menko (minta) stop, kami laksanakan," kata dia.
Beragam pernyataan sudah disampaikan ketiga menteri. Tapi sampai hari ini, tetap belum ada kejelasan soal instruksi pengurangan ekspor masker dan peningkatan produksi ini.
Bersamaan dengan itu, sampai hari kemarin, ternyata belum semua Apotek Kimia Farma menjual masker murah seharga Rp 2.000 per satuan. Di sejumlah apotek miliki perusahaan negara ini, stok masker ternyata masih kosong.