Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan masih banyak pemerintah daerah yang belum mematuhi pengeluaran wajib (mandatory spending) untuk pendidikan, kesehatan, dana desa, dan infrastruktur. Padahal dana tersebut berdampak langsung kepada masyarakat.
Sri Mulyani mengatakan daerah wajib mengalokasikan 20 persen anggaran untuk pendidikan. Dari 542 daerah, baru 400 daerah yang mengalokasikan dana 20 persen untuk pendidikan. "Ada 142 daerah yang belum memenuhi kriteria," katanya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu, 6 November 2017. Daerah itu terdiri atas 20 provinsi, 114 kabupaten, dan 19 kota.
Baca: Korupsi di Ditjen Pajak? Sri Mulyani Beri Nilai 7
Untuk anggaran kesehatan, jumlah daerah yang belum mengikuti aturan jauh lebih besar. Sri Mulyani menuturkan baru 180 daerah dari 542 daerah yang telah menganggarkan 10 persen dana untuk kesehatan. Sebanyak 30 provinsi, 281 kabupaten, dan 51 kota belum memenuhi kewajiban tersebut.
Pengeluaran wajib lain adalah alokasi dana desa 10 persen dari dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH). Saat inim terdapat 434 daerah yang harus menyalurkan dana tersebut. Sebagian besar sudah memenuhi kewajibannya, tapi ada dua kota dan 32 kabupaten yang belum melakukannya.
Adapun pengeluaran wajib untuk belanja infrastruktur baru dipenuhi 240 daerah dari total 542 daerah. Daerah yang belum memenuhi kewajiban terdiri atas 14 provinsi, 239 kabupaten, dan 49 kota. Semua daerah itu harus mengalokasikan dana infrastruktur 25 persen dari DAU dan DBH.
Sri Mulyani meminta Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengevaluasi penyaluran dana kepada pemerintah daerah. "Kalau tidak ikut mandatory, kami berikan hukuman," ucapnya.
Boediarso berujar hukuman tersebut berupa penundaan hingga pemotongan DAU atau DBH. Daerah yang belum memenuhi mandatory spending akan diberikan peringatan lebih dulu. Sampai kewajibannya dipenuhi, pemerintah pusat akan menahan DAU atau DBH.
Pemerintah daerah, kata Boediarso, juga harus mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kalau pun tidak melakukan APBD Perubahan, pemerintah daerah diminta mengubah penjabaran dalam APBD.
Jika tidak juga dipenuhi, pemerintah akan memotong DAU dan DBH. "Dana yang dipotong sebesar selisih antara kewajiban dengan realisasi," tutur Boediarso.
Boediarso mencontohkan, pengeluaran wajib untuk kesehatan 10 persen. Jika daerah hanya mengalokasikan 6 persen, DAU atau DBH untuk daerah tersebut dipotong 4 persen.
Kebijakan tersebut akan berlaku mulai tahun depan. Beleidnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, yang kini tengah dipersiapkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini