Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan Indonesia mendapatkan ranking nomor dua di dunia Global Tax Expenditures Transparency Index atau GTETI. Ranking tersebut menurutnya, menyatakan Indonesia termasuk negara transparan memberikan berbagai insentif perpajakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami bahkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) termasuk di dalam predikat advance untuk pembuatan laporan secara transparan insentif perpajakan," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta pada Senin, 16 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Sri Mulyani, belanja perpajakan merupakan terminologi untuk pajak yang tidak dikenakan kepada pelaku usaha atau masyarakat, namun kemudian ditanggung pemerintah. "Makanya disebutnya adalah belanja perpajakan. Indonesia termasuk yang paling transparan," kata dia.
Sri Mulyani juga membeberkan perkiraan pemberian insentif pajak pertambahan nilai atau PPN yang akan berlaku pada 1 Januari 2025. Dia menyebutkan insentif ini sebesar Rp 445,5 triliun atau sebesar 1,83 persen yang berasal dari Produk Domestik Bruto atau PDB.
Sementara itu, Sri Mulyani mengatakan, insentif pajak pertambahan nilai yang diberikan pemerintah pada 2025, justru lebih tinggi daripada pemberian pada 2020 saat Indonesia terdampak Covid-19. "Untuk tahun 2025 ini insentif perpajakannya akan melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2020," ucap Sri Mulyani.
Dia memaparkan perkiraan pemberian insentif perpajakan pada 2020 saat Indonesia sedang terkena wabah virus Corona. Sri Mulyani menyebutkan pemberian insentif kala itu mencapai 1,85 persen dari PDB pada 2020 hingga 2021. "Tahun depan hanya lebih sedikit saja turunnya dibandingkan pada situasi Covid, yaitu mencapai 1,83 persen dari PDB," tutur dia.
Menurut Sri Mulyani, kenaikan insentif pajak pertambahan nilai pada tahun depan ini karena pemerintah memberikan sebagian bantuan penghilangan pembiayaan pajak, dari kenaikan PPN 12 persen. Pemerintah mengeluarkan estimasi biaya membebaskan PPN untuk sektor barang dan jasa mencapai Rp 265,6 triliun. "Pemerintah membayar biayanya mencapai diestimasi Rp 265,6 triliun agar masyarakat terbebas dari PPN untuk barang-barang yang dibutuhkan tersebut," ucap Sri Mulyani.