Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah diproyeksikan bakal memberikan total insentif sebesar Rp 265,5 triliun seiring dengan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen tahun depan. Insentif PPN mendominasi nilai total insentif perpajakan pada 2025 mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nilai insentif perpajakan tahun 2025 dengan jumlah Rp 445,5 triliun sebagian besar terdiri dari bentuk insentif PPN dan pajak penghasilan (PPh). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan insentif perpajakan yang akan diberikan pemerintah tahun depan meningkat dua kali lipat dibandingkan saat masa pandemi Covid-19.
“Untuk tahun 2025 ini insentif perpajakannya akan melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2020, mencapai Rp 445,5 triliun,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers membahas paket kebijakan ekonomi di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat pada Senin, 16 Desember 2024.
Jumlah tersebut mencapai 1,83 persen dari produk domestik bruto (PDB), hanya sedikit turun dari besaran insentif pada masa Covid-19 yaitu 1,85 persen dari PDB.
Insentif untuk PPN sendiri memakan porsi Rp 265,5 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan nilai insentif pajak penghasilan (PPh) sebesar Rp 144,7 triliun dan jenis pajak lainnya sebesar Rp 35,2 triliun.
Dari keseluruhan insentif perpajakan 2025, mayoritas dinikmati oleh rumah tangga. “Empat puluh tujuh persen atau Rp 209,5 triliun – masyarakat rumah tangga terbebas dari PPN atau dikurangi beban PPN-nya,” ujar Menkeu.
Sebanyak Rp 137,4 triliun atau 30,8 persen insentif disalurkan untuk mendorong dunia usaha, bisnis, dan investasi. Sedangkan 22,1 persen atau Rp 98,6 triliun insentif perpajakan digunakan untuk membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Insentif PPN Diberikan untuk Apa Saja?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rincian insentif PPN untuk bahan makanan mencapai Rp 77,1 triliun. PPN dibebaskan atas barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, kedelai, gula, susu segar, kacang-kacangan, unggas, dan lain-lain, dengan estimasi nilai mencapai Rp 50,5 triliun. PPN juga dibebaskan atas barang hasil perikanan dan kelautan sebesar Rp 26,6 triliun.
Untuk UMKM, insentif PPN yang disalurkan adalah Rp 61,2 triliun. Pemerintah tidak memungut PPN untuk pengusaha kecil dengan omzet kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun.
PPN juga dibebaskan untuk sektor transportasi sebesar Rp 34,4 triliun. Jasa angkutan umum akan bebas PPN sebesar Rp 23,4 triliun, sementara tarif khusus PPN akan berlaku bagi jasa freight forwarding hingga Rp 7,4 triliun dan jasa pengiriman paket hingga Rp 2,6 triliun.
Pendidikan dan kesehatan pun termasuk jasa yang dikenakan bebas PPN hingga Rp 30,8 triliun. PPN dibebaskan atas jasa pendidikan sampai dengan jumlah Rp 26,0 triliun dan atas jasa pelayanan kesehatan medis sebesar Rp 4,3 triliun.
Di jasa keuangan dan asuransi, insentif PPN mencapai angka Rp 27,9 triliun. PPN dibebaskan atas jasa keuangan hingga Rp 19,1 triliun dan atas jasa asuransi sebesar Rp 8,7 triliun.
Sektor otomotif dan properti juga mendapatkan insentif PPN senilai Rp 15,7 triliun. Insentif untuk sektor otomotif adalah Rp 11,4 triliun, sedangkan untuk sektor properti sebesar Rp 2,1 triliun.
Untuk listrik dan air, insentif PPN dialokasikan sebesar Rp 14,1 triliun. PPN dibebaskan atas listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6600 volt ampere (VA), dengan nilai Rp 12,1 triliun. PPN juga dibebaskan atas air bersih hingga Rp 2,0 triliun.
Pemerintah memberikan insentif PPN untuk bidang lainnya senilai Rp 4,4 triliun. Kategori ini mencakup insentif untuk kawasan bebas Rp 1,6 triliun dan insentif jasa keagamaan serta pelayanan sosial Rp 0,7 triliun.