Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sri Mulyani: Sudah 20 Tahun Lebih Utang BLBI Belum Lunas

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan soal BLBI masih membebani pemerintah meski sudah 20 tahun berlalu.

27 Agustus 2020 | 08.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani didampingi Wamenkeu Suahasil Nazara mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2020. Dalam raker tersebut, Sri Mulyani dan Komisi Xi membahas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan pada APBN 2019. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati rupanya memiliki kenangan terkait kutukan aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan penyelesaian aset BLBI rupanya belum juga usai dan membebani pembukuan pemerintah. Dia pertama kali menemui persoalan BLBI 15 tahun lalu, ketika menjadi menteri di era Susilo Bambang Yudhoyono.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Lima belas tahun lalu saya jadi Menkeu, sekarang masih ada lagi (aset BLBI)," kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2020.

Sri Mulyani setuju dengan dorongan sejumlah anggota DPR untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut. Salah satunya dengan membuat keputusan politik supaya BLBI tak lagi menyandera pemerintah.

Apalagi sampai saat ini, beban secara finansial akibat BLBI juga masih dirasakan oleh pemerintah. "Utang BLBI belum lunas di Bank Indonesia," kata Sri Mulyani.

Beban akibat pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terus menghantui kendati mega skandal itu telah berlangsung lebih dari dua dekade lalu.

Selain beban bunga yang masih harus ditanggung oleh rakyat pembayar pajak dan pemerintah, persoalan aset eks BLBI tampaknya bakal menjadi bom waktu, jika proses tak segera dirampungkan.

Data dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019 mengungkap bahwa Kementerian Keuangan belum optimal mengelola aset yang berasal dari pengelolaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga auditor negara ini memaparkan empat hasil temuan krusial terkait pengelolaan aset yang terkait BLBI. Pertama, pengelolaan aset properti eks BPPN dan eks kelolaan PT PPA (Persero) belum memadai.

BPK menjelaskan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau DJKN tidak optimal dalam melakukan pengamanan Aset properti eks BPPN dan eks PT PPA serta penetapan status penggunaan (PSP) aset eks PT PPA tidak memperhatikan status kepemilikan aset.

Selain itu, BPK juga menyebut aset properti tidak disajikan berdasarkan basis pengakuan yang sama. Kedua, temuan krusial lainnya adalah pengelolaan piutang BLBI yang juga belum memadai. Tak tanggung-tanggung nilai piutangnya mencapai Rp 17,17 triliun.

Menariknya, laporan BPK ini mengungkap sejumlah hal dalam proses penagihan piutang BLBI mulai dari adanya agunan aset bank dalam likuiditas atau BDL yang tidak dikuasai pemerintah hingga tingkat penyelesaian piutang yang diserahkan kepada negara sangat rendah.

LHP BPK menjelaskan piutang BLBI sebesar Rp 91,7 triliun yang terdiri dari aset kredit eks BPPN sebesar Rp 72,6 triliun, aset kredit Eks kelolaan PT PPA sebesar Rp 8,9 triliun dan piutang eks BDL sebesar Rp 10,07 triliun.

Sementara itu, jika dilihat dari tabel yang disajikan dalam LKPP, tingkat penyelesaian piutang jika dirata-rata masih kurang dari 10 persen. Sebagai contoh nilai aset kredit eks BPPN dalam bentuk dolar Amerika Serikat.

Dalam laporan itu, total aset kredit eks BPPN dalam bentuk dolar senilai US$ 617,4 juta atau sekitar Rp9,26 triliun. Namun yang dilunasi hanya senilai US$1,7 juta atau di kisaran 0,28 persen dari total utang.

Di sisi lain, terkait pengelolaan piutang BLBI BPK juga masih menemukan pengelolaan jaminan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) belum. Nilainya mencapai Rp 17,03 triliun.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus