Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif, menyebut hilirisasi sumber daya di Indonesia terus berkembang. Adapun progres paling pesat dari hilirisasi \ semua sumber daya mentah, adalah hilirisasi nikel.
"Sudah ada lebih dari 100 smelter yang mengarah pada industri besi dan baja dengan produk nickel pig iron dan feronikel," ujar Irwandy dalam diskusi Untung Rugi Larangan Ekspor Mineral Mentah yang digelar virtual pada Senin, 12 Juni 2023.
Dia mengatakan masih ada kemungkinan belasan smelter yang mengarah pada produksi baterai.
Selain nikel, hilirisasi bauksit juga terus berkembang. Menurut Irwandy, hingga saat ini sudah ada empat perusahaan yang mampu menghasilkan alumina dari bijih bauksit. Kemudian, ada satu yang eksis menghasilkan dari alumina ke aluminium.
"Satu lagi berkembang di Kalimantan Utara untuk menghasilkan alumium," ujar Irwandy.
Menyusul nikel dan bauksit, tembaga tidak mau ketinggalan. Irwandy berujar, sudah ada tiga grup besar yang siap mengembangkan hilirisasi komoditas ini. Ketiga perusahaan tersebut, yakni PT Freeport Indonesia, PT Aman Mineral, dan PT Merdeka Copper.
Hilirisasinya bijih besi dan seng mulai berjalan
"Yang sudah berjalan ada dua. Smelter Freeport di Gresik dan smelter Aman Mineral di Nusa Tenggara Barat," kata Irwandy.
Komoditas lain yang hilirisasinya mulai berjalan, lanjut Irwandy, adalah bijih besi dan seng. "Perkembangannya cukup cepat, tetapi perlu dorongan pemerintah untuk mereka yang membangun smelter," ucapnya.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga, mengingatkan pemerintah bahwa karakteristik mineral berbeda. Artinya, perkembangan hilirisasi yang terjadi saat ini tidak bisa disamaratakan.
"Tidak bisa disamkan progresnya seperti hilisasi nikel dan bauksit yang on the track. Masih ada mineral lain yang prosesnya tidak sebaik nikel dan bauksit," kata Daymas.
Pemerintah tidak boleh terlena. Meski hilirisasi nikel terbilang berhasil, kata Daymas, pemerintah perlu belajar dari kasus di Kongo yang memberlakukan hilirisasi cobal tetapi gagal. "Makanya, perlakuannya perlu dibedakan antara mineral yang satu dan yang lain."
Selain itu, menurut Daymas, yang tidak kalah penting adalah pemerintah mesti memitigasi pemasaran hasil hilirisasi tersebut. "Jadi, bagaimana mineral yang sudah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi bisa terserap market," kata dia.
Pilihan editor: PNBP Pengerukan Pasir Laut Masuk ke Kantong KKP dan ESDM, Berikut Alurnya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini