Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Suara Dari Bogor

Penentuan standar & pengawasan mutu bagi komoditi ekspor dari indonesia dilaksanakan secara ketat. minyak atsiri yang sudah memiliki standar, ternyata dipalsukan. hal ini merusak reputasi eksportir.(eb)

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FDA, badan pengawas makanan dan obat-obatan di AS, kabarnya makin sering menolak bahan yang datang dari Indonesia. Tahun lalu, antara Januari dan Juli misalnya, tak kurang dari 9 macam komoditi silih berganti ditolaknya: kopi, pala, udang, paha kodok, merica, cengkeh, fuli, cabe merah kering dan pulp (bahan untuk kertas). Alasan FDA karena komoditi yang masuk dari Indonesia itu ada yang mengandung kuman, busuk, rusak labelnya atau mengandung kotoran binatang. Menurut direktur Kusumoredjo, yang mengepalai standarisasi, normalisasi dan pengendalian mutu pada Deperdagkop, itu bisa terjadi karena "belum adanya standarisasi dan pengawasan mutu." Dari 9 macam komoditi ekspor baru kopi yang sudah berhasil ditetapkan standarnya. Tapi itupun baru akan berlaku awal tahun depan. Selain kopi, adalah minyak atsiri yang sejak 1976 sudah ditetapkan standarnya. Mengapa sampai minyak atsiri yang umumnya diekspor ke Pantai Timur AS dan Eropa Barat sudah jalan lebih dulu, ini tak terlepas dari skandal yang timbul tempo hari. Setelah peristiwa ekspor minyak atsiri dari Indonesia yang dicampur air, maka pihak Departemen Perdagangan buru-buru mengambil langkah. Penentuan standar itu penting sekali rupanya. Karena dengan begitu, para importir di luar negeri tak lagi dengan seenaknya bisa mengajukan tuntutan. Dalam kelompok atsiri, yang sudah bisa ditentukan mutu dan standarnya ada 8 macam: minyak sereh, minyak nilam, minyak kenanga, minyak akar wangi, minyak kayu putih, minyak daun cengkeh, minyak pala dan minyak cendana. Alhasil, para eksportir minyak atsiri merasa senang sekarang. Dirut PT Saloka Kusuma Utama, Rosita Noer, menyatakan "eksportir minyak atsiri Indonesia kini sudah baik kembali." Direktur Kusumoredjo menerangkan "sejak 1976 ekspor minyak atsiri kita tidak lagi ditolak oleh FDA." Tapi suara yang lain diperdengarkan direktur BPK, Prof. Dr. H. Dardjo. Dalam Seminar Atsiri III di Bogor pekan lalu, Prof. Dardjo beranggapan "pemalsuan kini bukan tambah reda." Dia mencatat beberapa pemalsuan yang bukan lagi mencampur minyak atsiri dengan minyak kelapa. Tapi juga "dengan minyak tanah," katanya. Prof. Dardjo juga mengemukakan sebuah kasus baru, yakni mencampur minyak sereh dengan terpentin. Tapi bagaimana pemalsuan itu bisa lolos dari laboratorium? Sutedjo Wirjosubroto, dir-ut PT Sucofindo mengakui pemalsuan dengan mencampur terpentin itu belum bisa dideteksi oleh laboratoriumnya. Padahal, dari laboratorium yang ditunjuk di Indonesia, Sucofindo adalah yang termahal. Kepada TEMPO, dir-ut Sutedjo menyatakan bahan campuran terpentin itu baru bisa dilihat kalau laboratorium di Indonesia dilengkapi dengan alat Gas Chromatography. Alat deteksi yang menurut Sutedjo berharga Rp 20 juta itu, kalaupun sampai dibeli dalam praktek akan tambah menyulitkan eksportir saja. "Bisa tak ada yang mengekspor nanti," katanya. Dengan kata lain, persyaratan standar dan mutu ekspornya akan lebih berat lagi. Sedang cara bekerja para eksportir produsen minyak atsiri di Indonesia, seperti kata Sutedjo, masih tergolong sederhana. Apapun alasannya, kalau praktek pemalsuan yang makin lihay itu terus dibiarkan, itu akan merusak reputasi para eksportir jua.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus