Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Suara yang sering mengimbau

A. Kowi, direktur bina kewartawanan Departemen Penerangan, pensiun digantikan oleh Daniel Sahusilawane. (md)

5 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG kerja Direktorat Bina Kewartawanan, Deppen, kelihatan selalu sibuk. Yang paling repot adalah direkturnya. Suaranya sering mengimbau, lewat telepon agar berita tertentu jangan dimuat surat kabar dan majalah. "Saya sampai hafal suaranya," tutur H.R.S. Hadikamadjaja, pemimpin redaksi Terbit. Dia dan banyak redaktur lainnya mungkin tidak akan mendengar lagi imbauan lewat telepon oleh A. Kowi, direktur Bina Kewartawanan. Kowi pekan lalu memasuki masa pensiun. Daniel Sahusilawane, bekas kepala Kantor Wilayah Deppen di Maluku, men,gantikannya. A. Kowi sekitar tiga tahun lalu menggantikan Umar Katab (kini sekretaris Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika, Deppen). Direktoratnra memproses kartu pers, baik untuk anggota PWI maupun untuk wartawan asing. Loka karya dan latihan pers menjadi urusannya pula. Hal undangan pers tak lepas dari perhatiannya. Tapi tugasnya sebagai pengimbau itu membuat Kowi lebih dikenal. "Selain sering ditelepon, saya juga kerapkali dipanggil Pak Kowi untuk berbincang-bincang," tutur Hadikamadjaja lagi. Bertubuh tinggi dengan kulit kekuningkuningan, Kowi biasanya tidak banyak bicara. Dia dengan "caranya yang cukup simpatik," kata seorang rekan, juga sering menegur media massa yang telanjur memuat berita pornografis. Tapi Kowi "bikin repot saja," kata Kamadjaja, yang merawat koran petang. Rupanya telepon Kowi suka mengimbau menjelang dead-line pukul 13.00. Akibatnya, ada saja berita yang sudah terpasang, hampir dicetak, harus diganti. Pernah Kowi konon mensmbau Terbit agar angan memuat berita Itemukannya peluru di daerah Depok. Berita itu sudah dicetak, terpaksa dimusnahkan. "Itulah sulitnya jadi koran sore," keluh sang redaktur. Imbauan Kowi juga bisa datang malam hari. Redaktur koran pagi biasanya menerima dengan lapang dada, apalagi berita yang bersangkutan masih belum diketik. Bagaimana imbauan di daerah? "Tanpa adanya Imbauan, mungkin banyak koran kita diberangus," kata Muhadi Sofyan, Pemred Masa Kini, di Yogyakarta. Ia biasanya menerima imbauan lewat telepon dari Kapendam VII Diponegoro, supaya jangan memuat berita peristiwa SARA (suku, agama, ras, antargolongan). Tapi korannya pernah diberangus selama sepuluh hari karena berita peristiwa di Kampus ITB yang dikutipnya dari Antara. Kantor berita itu tak diapa-apakan. Imam Soetrisno, Pemred Kedaulatan Rakyat, juga di Yogyakarta, memaklumi maksud baik pemerintah mengimbau ltu, tapi ia mempertanyakan kriterianya. "Selama ini kami mengukurnya berdasarkan perasaan dan pikiran saja," katanya. Sering pelaksanaannya kurang adil. Ada koran yang tak peduli, tapi selamat. Ammary Irabi, wakil Pemred Waspada di Medan, mengatakan, "Lembaga telepon sering tak proporsional." Mlsalnya, pernah ia ditelepon pejabat tinggi Kowilhan I supaya iangan muat peristiwa penikaman seorang anggota ABRI. Ia menaatinya. Tapi ia kemudian memuat berita penangkapan terhadap si pembunuh itu. Menurut Nazar Efendi Erde, koordinator redaktur Sinar Indonesia Baru, juga di Medan, ada telepon Penerangan Laksusda Sum-Ut yang melarang pemuatan berita hilangnya pesawat Piper Aztec. "Itu bukan peristiwa SARA, tapi menyangkut peri kemanusiaan, katanya. Anehnya, TVRI Medan dan Antara menyiarkannya. Di Bandung, Krisna Harahap, pimpinan umum dan redaksi Mandala, menerima imbauan per telepon sebagai satu kenyataan. Tapi ia menginginkan penjelasan. "Jangan sampai wartawan hanya dianggap kenop," kata Krisna Harahap yang juga ketua II PWI Cabang Ja-Bar. Telepon imbauan di Ja-Bar biasanya datang dari Kadispendak VIII Letkol J. Manurif, "agar memudahkan pelacakan suatu peristiwa kejahatan." Di Surabaya, biasanya Laksusda menyerahkan kebijaksanaan pemuatan sesuatunya pada pemimpin redaksi. "Ini merepotkan kami," tutur Dahlan Iskan dari Jazva Pos. Ada kalanya petugas penerangan terlambat menelepon, hingga berita telajur dimuat. Seperti dialami Agil H. Ali dari Memorandum yang telanjur memuat berita peradilan kasus Ir-Ja. Tapi kenapa begitu banyak pihak sebagai "Kowi" ? A. Kowi, bekas direktur Bina Kewartawanan in tak bersedia diwawancara. Selesai menyerahkan jabatannya, ia terbang ke Bali, berlibur. Daniel Sahusilawane, penggantinya, diduga juga akan sering mengimbau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus