Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sudah keterlaluan

72,39% saham bank duta milik yayasan dharmais, yayasan supersemar, dan yayasan dakab, yang diketuai presiden soeharto. ketiga yayasan tsb secara tidak langsung terjun ke bisnis. bank duta disuntik.

15 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudah Keterlaluan "BAPAK murka". Begitu menurut sebuah sumber TEMPO tentang reaksi Pak Harto, setelah beliau menerima laporan bahwa Bank Duta tertimpa "malapetaka". Entah benar entah tidak. Tapi sebetulnya adalah wajar kalau Pak Harto sampai marah besar. Sebab, bagi Presiden, Bank Duta bukanlah bank swasta nasional biasa. Ia, selain mengemban tanggung jawab uang nasabah, juga bertanggungjawab kepada sekian puluh ribu -- atau mungkin ratus rib -- bangsa Indonesia yang tidak mampu. Maklum, sejak BUMN PT PP Berdikari melepaskan seluruh sahamnya tahun lalu, praktis sebagian besar saham Bank Duta (72,39%) menjadi milik Yayasan Dharmais, Yayasan Supersemar, dan Yayasan Dakab. Dan semua orang tahu, ketiga yayasan itu diketuai langsung oleh Soeharto. Mungkin, kalau saja itu uang pribadi, Pak Harto tidak sampai marah besar. Tapi ini lain lagi soalnya. Ketiga yayasan tersebut didirikan bukan untuk mencari keun-tungan pribadi. Buktinya bisa ditemukan dalam buku Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya. Apa kata Pak Harto tentang Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais)? "Yayasan ini saya bentuk dengan tujuan untuk menghimpun dana yang dibutuhkan oleh semua panti asuhan," katanya. Dan ternyata sukses. Hingga tahun buku 1989-9-0, yayasan ini telah menyalurkan dana sekitar Rp 61 milyar untuk panti asuhan dan para penderita cacad -di 27 provinsi. Begitupun fungsi dari Yayasan Supersemar, tak jauh berbeda dengan Dharmais. Hanya saja, yayasan ini lebih diarahkan untuk membiayai anak-anak pandai, atau atlet berprestasi, dari kalangan yang tidak mampu. -Berdasarkan rekapitulasi keuangan per 31 Juli 1990, beasiswa yang dialirkan Superse-mar telah mencapai Rp 58 milyar. Akan halnya Yayasan Dana Abadi Ka-rya Bakti (Dakab), nah, ini sedikit lain. Ternyata Yayasan Dakab didirikan untuk membiayai perjuangan politik Golkar. Sayang, tidak bisa diperoleh angka yang tepat berapa kekayaan dan dana yang telah disalurkan Dakab saat ini. Yang pasti, untuk membiayai kegiatannya, keti-a Yayasan tadi tak hanya mengandalkan sumbangan semata. Tapi juga terjun ke dunia bisnis -- secara tidak langsung. Yayasan Supersemar, contohnya, per 3l Juli 199-0 telah menerima sumbangan dan masyarakat sebesar Rp 14l milyar lebih. Itu sudah termasuk sumbangan Presiden- bank-bank pemerintah, dan kalangan pengusaha terkemuka. Namun, selain dari sumbangan, Supersemar juga memutarkan dananya pada surat-surat berharga. Di Bank Duta, misalnya, saham yayasan ini tercatat Rp 34,9 milyar. Di luar Duta, uang yayasan tersebar di perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang usaha. Total, kekayaan Supersemar yang ditanamkan di perusahaan-perusahaan tersebut mencapai Rp 88,2 milyar. Dan ini dia yang penting, porsi terbanyak ada pada Bank Duta. "-Kami bergerak di banyak perusahaan dengan tujuan memperbesar kekayaan, agar dapat semakin banyak bergerak di bidang sosial," kata Ali Affandi, salah seorang komisaris Bank Duta. Hal serupa dilakukan Yayasan Dharmais. Badan ini, selain memodali Bank Duta, juga memiliki saham di beberapa perusahaan swasta (salah satunya PT Teh Nusamba. Di samping itu, masih ada sejumlah dana yang disimpan dalam bentuk giro dan deposito. Jadi sesuai dengan yang diungkapkan Pak Harto dalam bukunya, "Yang kami depositokan itu mendapat bunga . . . dan bunga itulah yang kami gunakan untuk operasi amal". Hanya saja, untuk memperoleh keuntungan dengan aman, para pengurus yayasan tidak melakukan penanaman modal dengan sembarangan. Untuk mengawasi perputaran dananya, yayasan-yayasan ini juga memasang pengawas di perusahaan masing-masing. Di Bank Duta contohnya. Di sini, pihak pemegang saham mayoritas memasang Menkop Bustanil Arifin sebagai komisaris utama, plus empat anggota komisaris (Hedijanto, Ali Affandi, Mung Parhadimulyo, dan Zahid Husein). Sayang, komisaris yang dicanangkan sebagai pengawas tampaknya kurang andal untuk menangkal kebocoran. Tapi itu tidak berarti mereka -para komisaris, maksudnya) tidak tahu-menahu sama sekali tentang apa yang terjadi di Bank Duta. Pekan lalu, Bustanil ada menyatakan, "Sebagai komisaris utama, saya sudah mengetahui kerugian akibat permainan valas sejak bulan Agustus tahun lalu." Hanya saja, ia tidak segera mengambil tindakan, mungkin karena berharap, kerugian bisa ditutup jika kurs dolar menguat. Sayang, harapan itu pupus. Dan kurs dolar malah bergerak sebaliknya, alias menurun. "Rupanya, Dewi Fortuna tidak di pihak kami, ya akhirnya rugi cukup besar," kata Bus. Suara senada dikemukakan Zahid Husein dari Yayasan Dakab. Katanya, sebagai komisaris ia juga sudah melihat adanya ketidakberesan di Bank Duta. Zahid tidak bisa mengungkapkan berapa tepatnya kerugian yang diderita Bank D-uta. Yang Jelas, katanya, sudah keterlaluan. Dan untuk menjaga agar masyarakat nasabah tidak menjadi resah, terpaksa ketiga yayasan sebagai pemegang saham utama menyuntikkan dana baru. Itu lumrah. "Kalau kantung kanan bobol, kan terpaksa kita ambil dari yang kiri-" tuturnya, tanpa mau menyebutkan dari mana dana tambahan itu diperoleh. Dalam keadaan gawat se-erti sekarang, Bank Duta memang tidak sendiri. Selain pemegang saham mayoritas, kabarnya ada beberapa pengusaha -- salah satu yang paling santer disebut adalah Anthony Salim -- yang siap terjun sebagai penyuntik modal. Bahkan PP Berdikari -- mantan pemegang saham -- pun tampaknya tak melupakan Duta. BUMN yang menjadi pendiri Bank Duta ini, pekan lalu, memindahkan dana rekening korannya -- sebesar Rp 30 milyar -- untuk dijadikan deposito. "Ini kami lakukan semata-mata karena dorongan moral," kata Ahmad Nurhani, Dirut Berdikari. Budi Kusumah, Moebanoe Moera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus