Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bagaikan kasino 24 jam

Kesibukan perdagangan valuta asing di dealing room 24 jam nonstop. jual beli bisa berlangsung dengan cara spot atau forward exchange. perlu saraf baja. untung rugi bisa terjadi dalam satu menit.

15 September 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bagaikan Kasino 24 Jam Untuk terjun ke perdagangan valuta asing, diperlukan dana yang cukup, di samping mental yang kuat. Untung rugi bisa terjadi dalam satu menit. Omset pasar dunia: US$ 300 milyar. HIDUP hanyalah menunda kekalahan, kata Penyair Chairil Anwar. Bermain dalam pat-gulipat perdagangan valuta asing di pasar uang internasional juga demikian. Keuntungan yang bisa diperoleh dari arena spekulasi itu memang besar, bisa 100%. Tapi kekalahan selalu siap pula menerkam pemainnya. Arena spekulasi itu bagaikan kasino sepanjang siang dan malam. Coba simak. Kalau pasar uang di New York tutup, maka di Tokyo belum, di London apalagi. Dan gejolak antarpasar itu setiap detik terekam melalui layar monitor komputer. Lalu, siapakah mereka para pemain yang harus mengerahkan energi memelototi perkembangan pasar yang tidak pernah tidur itu? Mereka adalah sederet bank komersial sampai bank sentral, yang mampu menyediakan dana untuk menyediakan ruang khusus yang diberi nama dealing room dan menggaji para jagoan transaksi (dengan keandalan mereka menganalisis pasar) yang disebut dealer. Bagaimana selayaknya seorang dealer memainkan perannya telah dibicarakan dalam seminar How to Improve Forex (Foreign Exchange) Trading Skills di Jakarta, Kamis dan Jumat pekan silam -- dan ingatkah film berjudul Dealers yang pernah beredar di sini? Film ni berkisah tentang gejolak kehidupan para jagoan dealer. Ada yang gagal besar, lalu bunuh diri. Ada yang dipecat. Dan ada yang akhirnya sukses, sesudah lebih dulu diguncang kekhawatiran yang amat sangat. Adapun pelaku utama perdagangan valuta asing adalah apa yang disebut bank partisipan, misalnya Bank of America, Chase Manhattan Bank, lalu di Indonesia, diantaranya, Bank Duta, Bank Bumi Daya, bahkan Bank Indonesia. Para LKBB juga termasuk partisipan yang getol, misalnya Ficorinvest dan Inter Pacific. Selain itu, sejumlah perusahaan raksasa juga mempertaruhkan sebagian kekayaannya di situ, seperti VW, Toyota Motor Corp., dan British Petroleum. Lalu para individu, yang mempercayakan kelebihan kekayaannya ke tangan para dealer. Mata uang yang diperdagangkan lazimnya adalah US dolar, yen, poundsterling, DM, dan franc Swiss. Dengan demikian, tidak mengherankan jika pasar uang dunia ini per 10 menit omsetnya bisa mencapai US$ 10 milyar. Di pusat-pusat perdagangannya, transaksi per hari bisa lebih dari US$ 90 milyar (London), US$ 50 milyar (New York), US$ 40 milyar (Tokyo). Di Frankfurt dan Zurich masing-masing berkisar US$ 38 milyar, lalu di Singapura sudah mencapai US$ 200 milyar per hari (ini angka awal 1990). Di negeri jiran itu, urusan perdagangan valuta asing dibina secara sungguh-sungguh oleh pemerintahnya. Kabarnya, pemerintahan Lee Kuan Yew sudah mengeluarkan anggaran separuh dari harga sebuah pesawat jet tempur (kalau patokannya F 16, maka sebuahnya US$ 15 juta) untuk mendidik dealer andal. Dalam perdagangan valuta asing tersebut, jual beli bisa berlangsung dalam dua cara: spot atau forward exchange. Ini berlangsung melalui arbitrase, yaitu suatu kegiatan pembelian (dalam hal ini valuta asing) secara terus-menerus pada sebuah pasar (misalnya London), untuk kemudian dijual kembali segera di pasar lainnya (katakanlah New York) dengan harga lebih tinggi. Contohnya, jika harga satu franc sama dengan US$ 0,29 di New York, sedangkan di London US$ 0,285, maka bagi pembeli franc di London yang lantas segera menjualnya di New York akan memperoleh keuntungan US$ 0,05 -- sebelum dipotong ongkos yang dikeluarkan dalam transaksi. Ongkos itu berupa komisi untuk si dealer. Karena dalam jual beli ini yang berkurang atau tambah marjin-nya, sejak 1987 muncul pula istilah margin -rading. Pada prakteknya, arbitrase dilangsungkan untuk meminimalkan perbedaan harga antara pelbagai pasar, sehingga keuntungan baru terasa kalau transaksinya berjumlah besar. Oleh karena itu, ada nilai minimal yang harus diserahkan oleh partisipan (individu atau perusahaan) kepada dealer sebuah bank, untuk bisa main dalam spekulasi itu. BDNI umpamanya, menurut seorang bekas dealer, mensyaratkan nasabahnya menyerahkan deposito (sebagai agunan) minimal US$ 50 ribu. Ini berarti nasabah tersebut berhak melakukan transaksi senilai US$ 500 ribu. Tentunya, dalam sebuah transaksi, jumlah nasabah yang terlibat bisa puluhan -- pokoknya terdiri dari mereka yang mengatakan open kepada para dealer, yang artinya transaksi jalan terus. Kabarnya, kalau nasabah yang sudah dikenal baik dan memperoleh kepercayaan bank, nilai tanggungannya bisa minimal 5% dari jumlah transaksi yang diinginkannya. Tapi paling la-zim tetap 10% dari nilai transaksi. Bagaimanapun, jual beli valuta asing bisa menjanjikan keuntungan luar hiasa. Misalnya, Raden Arta Donya minta kepada dealer Bank Bumi Daya untuk membeli yen seharga US$ 500 ribu, pada saat kurs US$ 1 sama dengan 142 yen. Ia cukup menyerahkan ke BBD US$ 50 ribu. Jika katakanlah, keesokan harinya US$ 1 sama dengan 141,50 yen, maka dalam sehari itu Arta Donya memperoleh keuntungan 0,5 X US$ 500 ribu, yakni US$ 250 ribu. Bayangkan, dengan modal US$ 50 ribu, ia memperoleh US$ 250 ribu. Tapi kalau terjadi sebaliknya, Arta Donya wajih menyetor dana tambahan ke bank untuk menutup kerugiannya. Forward exchange adalah semacam futuare trading untuk valuta asing. Ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan atau melindungi diri dari kerugian, akibat perubahan dalam nilai tukar. Katakanlah, dealer Bank Awan Lembayung melak-ukan transaksi membeli franc 90 hari di depan, dengan mata uang US dolar. Artinya, harga franc tersebut ditentukan dengan nilai tukar sesuai dengan perjanjian (berdasarkan perkiraan) pada 90 hari kemudian. Ini berarti, si dealer mengharap-kan dalam waktu selama 90 hari itu harga franc akan menjadi lebih mahal kalau dibeli dengan US dolar, maka dia untung. Kalau terjadi sebaliknya, dolar menguat- terhadap franc, ia pasti merugi. Rupanya, dalam permainan yang me-merlukan saraf baja ini, Bank Duta tidak bisa menunda kekalahannya lebih lama dari jangka waktu yang diperkirakan satu tahun itu. Kabarnya, kerugian yang dialami Bank-- Duta tak kurang dari US$ 200 juta -- bahkan ada yang menybutkannya US$ 310 juta. Jumlah tesebut merupakan nilai tanggungan yang diserahkan pihak Bank Duta ke International Money Market (IMM), supaya bisa melakukan transaksi sebesar 10 atau 20 kali lipatnya. Sesuai dengan persyaratan, jumlah tanggungan minimal 10% atau 5% dan transaksi yang dikehendaki. Ini berarti Bank Duta telah melakukan transaksi minimal sebesar US$ 3 milyar atau lebih besar dari total asetnya yang Rp 2,6 trilyun (per Juni 1990). Sebenarnya BI mensyaratkan, devisa neto sebuah bank atau LKBB setinggi-tingginya tidak boleh melebihi 25% dari modal sendiri (berlaku harian). Tapi, menurut seorang pejabat BI, dana uang dikerahkan untuk margin trading tersebut biasanya off ba-lance sheet alias tidak dimasukkan dalam neraca harian, mengingat jumlah transaksinya tidak dibayar penuh, yaitu 5% sampai 10% seperti disebutkan di atas. Jika dari transaksi jual beli valuta asing itu diperoleh keuntungan, maka laba itu boleh- ditambahkan ke modal awal atau dibukukan ke rekening lain. Seandainya merugi atau kalah, modalnya akan berkurang. Kalau modal itu tidak cukup untuk menutup kekalahan, modal baru perlu disetorkan. Dalam kasus dengan dana -yang dimainkan adalah murni uang nasabah, setiap kekalahan transaksi tidak akan mempengaruhi bank bersangkutan. Tapi, kata pejabat BI tersebut, "Dalam kasus -Bank Duta, lain keadaannya. Uang yang dipakai Bank Duta adalah dana pihak ketiga, cadangan, dan modal. Oleh karena itu kerugian transaki menjadi tanggungan Bank Duta." Ini berarti malapetaka. Pada dasarnya, berspekulasi dalam pa-sar uang semacam itu lazim dilakukan bank mana saja (di sini oleh bank devisa, kendati tidak semua dari mereka ikut main). Spekulasi dalam mata uang asing memang merupakan kebijaksanaan masing-masing bank, setidaknya untuk menguji kepejalan dan daya analisa para dealer mereka. Banyak yang menyangka kegiatan itu semacam judi dalam kasino yang dibuka 24 jam nonstop, yang dihubungkan dengan teknologi komputer, dan "menyatukan" seluruh pasar uang dunia. Tapi, pakar transaksi valuta asing dari BII, Okkie Monterie, dalam seminar pekan lalu itu, ada berucap bahwa "Kehidupan dealer harus diperhatikan. Kalau ada dealer yang ketahuan suka taruhan dan keluar masuk kasino, orang akan sulit percaya. Karena sifat panas sehari-hari bisa terbawa dalam dealing room". Memang, seorang dealer harus memiliki mental seperti jago tembak: ambil keputusan dengan cepat, tapi melakukannya tetap dengan dingin. Bisnis valuta asing tumbuh bersamaan dengan perkembangan lalu lintas perdagangan internasional. Karena valuta asing merupakan bagian tak terpisahkan dari transaksi dagang. Pada akhir 1973, Presiden Nixon meluncurkan Bretton Woods Agreement-, semacam deregulasi dalam lalu lintas valuta. Akibatnya, transaksi valuta yang semula berdasarkan nilai tetap, dilepaskan menjadi berfluktuasi, sesuai dengan kemauan pasar. Karena naik turunnya kurs tersebut, yang menghasilkan margin, maka para pelaku ekonomi yang hidup dari pasar uang, tentu, tak melepaskan peluang untuk memetik keuntungan dari situ. Pada awal 1980-an, kegiatan di bidang ini berkembang pesat. Yang tadinya merupakan transaksi modal jangka panjang (long term capital) menjadi kegiatan transaksi jangka pendek (short term capital). Sejak itu, banyak bank memasukkan transaksi valuta asing ini dalam portfolio masing-masing. Lalu, pada saat ekonomi dunia dipagut resesi, 1982-1983, dan pemberian kredit tidak memikat, bermain dalam spekulasi pasar uang menjadi lebih menarik. Pada periode itu, rekening valuta asing pada sebuah bank bisa lebih tinggi daripada rekening kreditnya. Keuntungan yang disedot lewat kegiatan itu kemudian menjadi candu, membuat para bankir ketagihan. Sejak pertengahan 1980-an sampai sekarang, berkat ekonomi dunia yang semakin sehat dan pertumbuhan di banyak negara kian baik, nilai transaksi valuta asing makin tinggi. Dua tahun silam saja, omset IMM per hari sudah melewati US$ 300 milyar. Karena kegiatan ini berkaitan erat dengan kebijaksanaan moneter suatu negeri, maka tak dapat tidak, warna politik banyak mempengaruhi fluktuasi harga dan nilai transaksi valuta asing itu. Hari-hari terakhir ini, ketika harga minyak diombang-ambingkan oleh situasi di Teluk Parsi, para dealer juga diharapkan waspada. Jika ekonomi AS goyah akibat harga minyak kelewat tinggi, maka nilai dolar terancam anjlok. Sebelum ini, ketika berlangsung penyatuan Jerman, nilai tukar DM juga ikut melemah. Kini, boleh dibilang, hanya poundsterling yang masih stabil. Anda berminat pada mata uang Inggris itu? Ya, tentu boleh dicoba. Tapi, andai kata ketegangan di Teluk Persia akhirnya meletus jadi perang, agaknya tidak ada jaminan bahwa pembeli poundsterling bisa dengan tenang menikmati kemenangannya. Mengapa? Ancaman resesi dunia akan muncul dan menghantui pelosok mana saja di muka bumi ini. Mohamad Cholid, Bambang Aji, Didi Prambadi, dan Wahyu Muryadi (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus