Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sudah luber, bocor pula

Harga sarung tangan indonesia jatuh di AS, karena penawaran yang masuk ke Amerika dan eropa barat sudah terlalu meluas. RRC menggenjot produksinya dan dapat menjual lebih murah.

11 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUNGGUH tidak gampang berdagang di pasar internasional. Jangan kaget kalau belakangan ini sering tersiar berita perihal komoditi ekpsor kita yang tak keruan nasibnya. Minggu kemarin udang kita masuk daftar hitam di AS. Pekan ini harga sarung tangan karet STK) buatan Indonesia, jatuh dari 8 sen dolar jadi 4 sen dolar per pasang. Juga di AS. Mula-mula berita mengenaskan itu ditiupkan oleh Soetrisno Bachir, Direktur Utama PT Ika Muda Corpora, di koran-koran Jakarta, pekan lalu. Pabrik STK milik Trisno di Semarang, yang memproduksi examination latex glove (ELG), produksinya mesti ditekan sampai 2 juta pasang per bulan meskipun biasanya mampu digenjot 16 juta pasang sebulan. Dengan harga 4 sen dolar sepasang itu, Trisno mengaku tak sempat mengantungi laba. "Hanya impas, " katanya, agak kecut. Menukiknya harga STK, konon, lantaran penawaran yang masuk ke Amerika dan Eropa Barat sudah terlalu meluap. Tak ada angka pasti yang bisa menjadi pegangan para eksportir. Tak Jelas pula berapa sesungguhnya pasar Amerika bisa menyerap STK setiap bulannya. Memang pernah ada yang bilang, permintaan STK di AS naik terus, terutama setelah banyak penderita AIDS dirawat di rumah-rumah sakit AS. Lalu dua pemasok tradisional STK -- Korea Selatan dan Taiwan -- kewalahan melayani permintaan AS yang meningkat. Maka para importir STK di AS mulai tanya-tanya ke Muangthai, Malaysia, Indonesia, dan RRC. Belum cukup banyak produk STK dari ASEAN masuk ke AS, RRC langsung menggenjot produksinya, dan bisa menjual lebih murah. Mungkin karena buruh RRC yang murah. Kabarnya, merekalah yang memelopori harga 4 sen dolar per pasang. Tapi benarkah? Pertanyaan serupa diberondongkan para wartawan Ibu Kota kepada Menperdag Arifin M. Siregar, ketika pembukaan Indoproduct '89 di Arena Pekan Raya Jakarta, Sabtu pekan lalu. Ia membenarkan bahwa penawaran STK cenderung naik dalam beberapa bulan belakangan ini. Tapi ia juga tak sepenuhnya yakin bahwa faktor inilah yang menyebabkan kemerosotan harga STK. Ia menduga, jangan-jangan pembeli di AS yang memain-mainkan harga STK. "Tapi ini masih belum bisa dipastikan," katanya. Lalu Arifin menegaskan bahwa pemerintah, melalui BKPM, akan meninjau kembali permohonan investasi baru di sektor STK ini. Padahal BKPM sudah telanjur menyetujui tak kurang dari 92 proyek penanaman modal STK (88 PMDN dan 4 PMA). Sebenarnya dari 92 proyek ini -- diharapkan bisa diraih devisa sampai US$ 1,1 milyar setahun. Tapi dasar sial, periode Januari sampai September 1988 kemarin baru US$ 230 ribu yang bisa diraup dari ekspor STK. PT Perkasa Rubber Industries dari Indocement Group, misalnya, telanjur membenamkan tak kurang dari Rp. 18,5 milyar untuk membangun pabrik STK di Setia Mekar, Bekasi. Gedungnya sudah 80% dibangun, tapi baru 20% mesin-mesinnya yang datang. Dan ini masih kecil dibandingkan dengan investasi STK dari kelompok Astra. Menurut Dirjen Perdagangan Luar Negeri Paian Nainggolan, pihak Amerika justru khawatir bila Indonesla tiba-tiba menyetop ekspor lateksnya. Maka Paian menjamin bahwa itu tidak akan terjadi. Dan ternyata, justru Food and Drug Administration (FDA) di sana mengeluhkan kualitas STK kita yang sermg bocor itu. Tentu, STK dari sini tak seluruhnya buruk. Produksi PT Daifatex, Bandung, misalnya, masih bisa dihargai 5,5 sen dolar di AS. Di sana pembelinya memesan 12 kontainer setiap bulan -- untuk kontrak selama 6 tahun. Jadi, di samping banting harga RRC, mutu STK kita juga masih dipertanyakan Paman Sam.Bachtiar Abdullah, Hasan Syukur (bandung), Nanik Ismiani (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum